GIG Economy

LBH FH Unpatti melakukan Penelitian Tentang GIG Economy

Berita

GIG Economy yaitu sistem kerja yang lebih fleksibel di mana pekerja tidak memiliki hubungan kerja yang tetap dengan pemberi kerja, tetapi bekerja berdasarkan proyek atau tugas tertentu. GIG Economy yang populer di Indonesia mencakup berbagai sektor, seperti transportasi online, pengantaran makanan, pekerjaan lepas (freelancer), dan platform digital lainnya yang menghubungkan pekerja dengan pengguna layanan contohnya seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food.

Para pekerja GIG Economy tidak dianggap sebagai karyawan tetapi sebagai mitra atau partner, sehingga tidak memiliki hak-hak dan perlindungan hukum yang sama seperti karyawan dari perusahaan tersebut. Masalah utama yang juga dihadapi pekerja GIG Economy di Kota Ambon seperti tidak memiliki kepastian dalam hal pendapatan, tidak mendapatkan perlindungan seperti cuti sakit, pesangon, kontribusi asuransi BPJS dari perusahaan, dan lainnya meskipun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menyempurnakan peraturan bagi pekerja GIG Economy, yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2023.

Seperti contoh kasus yang dialami Amran, salah satu sopir ojek online di Kota Ambon mengeluhkan nasibnya. “Kalau di Ambon agak susah, pelanggannya sedikit, apalagi masih ada persaingan dengan ojek biasa” cetus Amran. Selain itu Amran juga mengungkapkan bahwa pendapatan mereka selama ini relatif biasa saja, karena dipotong aplikasi misalnya. “Kalau harga tiga belas ribu rupiah, paling kita dapat sekitar sembilan ribu lima ratus, sisanya itu masuk ke aplikasinya” ungkap Amran. Sebagai pihak sopir dan penyedia aplikasi sudah tentu keuntungan yang didapatkan aplikasi jauh lebih besar, karena penyedia aplikasi hanya membantu para driver menyediakan jasa, sedangkan para driver harus memiliki modal sendiri sebelum mendaftarkan diri menjadi sopir/driver ojek online, mengingat banyaknya persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan. 

Amran juga menuturkan semua biaya ganti rugi dan perawatan kendaraan, misalnya terjadi kecelakaan saat bekerja tidak ditanggung oleh pihak penyedia jasa, oleh karena itu modal yang mereka keluarkan tidak sesuai dengan pemasukan mereka sehari-hari.

Tren GIG Economy memang menawarkan kelebihan yakni fleksibilitas kerja, namun di balik itu menyimpan kondisi kerja yang rentan dan cenderung eksploitatif.

Secara umum, regulasi GIG Economy di Indonesia masih berkembang dan belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan pekerja GIG Economy, baik perusahaan maupun penyedia platform digital perlu memperbaiki kontrak, dan sistem yang dibuat untuk pekerja GIG Economy. Pemerintah terus berusaha menyesuaikan regulasi dengan perubahan lanskap kerja yang semakin digital dan fleksibel. Perlindungan Hukum bagi GIG Economy sudah terlihat adanya kemajuan, namun masih banyak tantangan untuk meregulasi pekerja GIG Economy di Indonesia khusunya di Kota Ambon, Provinsi Maluku.

Persoalan ini telah diteliti oleh LBH Fakultas Hukum Universtas Pattimura sebagai bentuk implementasi program Bantuan Hukum Tahun 2024.