Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, bekerja sama dengan The International Committee of The Red Cross (ICRC) dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat UIN Syarief Hidayatullah Jakarta mengadakan seminar internasional dengan tema : International Seminar on Sharia and Human Rights Conflict and Coexistence in Contemporary Muslim Society. Seminar internasional ini berlangsung selama 2 hari, 30 September – 1 Oktober 2015, bertempat di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
Sasaran dari seminar internasional Sharia and Human Rights Conflict and Coexistence in Contemporary Muslim Society ini adalah :
· To conduct critical review of the application of Sharia and Human Rights;
· To analyze the conflict and coexistence between Sharia and Human Rights in Contemporary Muslim Society;
· To share perspectives of Sharia and Human Rights in Indonesia.
Seminar internasional yang menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar ini mengundang beberapa pembicara baik dari luar negeri, diantaranya : Prof. Dr. Stefan Koos (Universitat Der Bundeswehr, Munchen, German), Dr. Hisyam Moch. Kamal (IIUI- Malaysia / ICRC), Prof. Dr. Muhammad Munir (Director Shariah Academy IIUI Pakistan / ICRC), Prof. Dr. Van Dijk (Belanda), dan pembicara dalam negeri, diantaranya : Prof. Dr. Hafiz Abbas, MA (Komnas HAM RI), Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA (Director of Graduate School and Professor of Islamic Law / Islamic Political Though UIN Syarief Hidayatullah), Prof. Dr. Atho Mudzhar, MA (Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarief Hidayatullah), Dr. M. Arskal Salim, GP., Ph.D (Fakultas Syariah UIN Syarief Hidayatullah).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Dyah R.A. Daties, SH.,MH., juga diundang sebagai pembicara (speaker) di hari kedua seminar. Dalam paper yang diberi judul : Cairo Declaration on Human Rights in Islam and The New Theoretical Approaches in International Law, Dyah R.A. Daties, SH.,MH., pada intinya mengemukakan bahwa implementasi deklarasi HAM negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Negara-Negara Islam (OKI) sebagai salah satu sumber hukum internasional saat ini selain karena masih mendapat penolakan dari negara-negara sekuler dan ethnosentris, juga disebabkan adanya ambigu dari negara-negara anggota OKI itu sendiri dalam melaksanakan Cairo Declaration on Human Rights in Islam. Bila pendapat ahli-ahli hukum terdahulu meng-klaim bahwa pintu ijtihad, (sebagai sumber hukum ketiga dalam Islam setelah Al Qur’an dan Al Hadist) telah tertutup, maka dalam perkembangan hukum internasional kontemporer, ahli-ahli perbandingan hukum barat seperti Gerber, setelah melakukan penelitian, kemudian menolak klaim tersebut.
Ketika memaparkan paper-nya, Dyah R.A. Daties, SH.,MH, juga menyoroti alasan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menolak Cairo Declaration on Human Rights in Islam adalah menjamurnya gerakan-gerakan Islam radikal (Al Qaeda, ISIS) serta ketidak jelasan dalam penegakan hukum (law enforcement) hak asasi manusia oleh negara-negara anggota OKI. Menurut Dyah R.A. Daties, SH.,MH, saat ini kita, khususnya pemuda-pemudi Islam, terbiasa menerima informasi instant yang dangkal dari artikel-artikel lepas, dengan sumber referensi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, di media sosial. Pemahaman Al Qur’an dan Al Hadist tidak dipelajari secara holistic, melainkan hanya ayat per ayat. Sehingga sangat rentan untuk disalah artikan. Dalam hukum internasional kontemporer, hukum-hukum yang telah ada saat ini dikaji dan dianalisa kembali sejarahnya. Menurut David Kennedy (Global Law and Policy at Harvard Law School) : …the history mentioned here, is the holistic history about how the politic, economy, culture, influence that law. Pendekatan sejarah ini pulalah yang perlu di pelajari pula dalam memahami Sharia Islam. Mengenai lemahnya penegakan hukum penegakan hukum (law enforcement) hak asasi manusia oleh negara-negara anggota OKI, menurut Dyah R.A. Daties, SH.,MH., : Erga omnes obligation from countries member of international organization with the new approaches in international law can be conducted through the consept of acuntability. The aims of accountability are wider than these traditionally recognized as the objectives of states and international organizations. Accountabillity is in essences an instrument to secure control of public power.
Pada akhirnya, seminar internasional Sharia and Human Rights Conflict and Coexistence in Contemporary Muslim Society ini menyimpulkan satu catatan penting bahwa penelitian dan diskusi-diskusi ilmiah tentang Sharia Islam dan HAM ini masih harus terus dilakukan, tidak saja oleh umat Islam maupun lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti UIN Syarief Hidayatullah, tapi juga harus dikaji melalui pendekatan-pendekatan ilmiah lainnya.