Implementasi Sifat-sifat Kepemimpinan dalam Praktek Kepemimpinan Nasional Mampu Mewujudkan Terciptanya Ketahanan Pangan Nasional

Hukum Tata Negara / Hukum Administrasi Negara

 

1.       Pendahuluan

a.       Umum    

Dalam RPJMN 2010-2014, terdapat 11 (sebelas) Prioritas Nasional, salah satu diantaranya adalah Ketahanan Pangan (prioritas ke-5).[1] Dalam rangka mewujudkan terciptanya ketahanan pangan tersebut, diperlukan Kepemimpinan Nasional dalam usaha menjabarkan visi-misi pada serangkaian program, mengalokasikan sumberdaya yang langka, memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan, dan mengkoordinasikan perubahan-perubahan yang terjadi.

Kepemimpinan tidak lepas dari fenomena kemasyarakatan yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada level kepemimpinan nasional, baik pemimpin di sektor formal maupun informal, pada semua strata/jenjang institusi atau organisasi, memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengerahkan ataupun mengarahkan segenap sumber daya nasional dengan dilandasi paradigma nasional.

Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain dari pada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka (Gibson, Ivanchevich, & Donnely, 1995). Hasil studi tentang kehidupan serta karier pemimpin-pemimpin besar yang berhasil telah menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang merupakan kualitas pribadi pemimpin yang esensial dan harus dipunyai oleh setiap pemimpin, sebagai berikut: 1) Integritas; 2) Pengetahuan; 3) Keberanian; 4) Inisiatif; 5) Kemampuan memutuskan; 6) Kebijaksanaan; 7) Keadilan; 8) Dapat dipercaya; 9) Sikap; 10) Tahan menderita; 11) Kegembiraan; 12) Tidak mementingkan diri sendiri; 13) Loyalitas; dan 14) Kemampuan untuk mempertimbangkan.[2]

b.      Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan essay ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan bahwa dengan implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinan nasional mampu mewujudkan terciptanya ketahanan pangan nasional. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada lembaga atau pihak terkait dalam upaya implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinan nasional.

c.       Ruang Lingkup dan Tata Urut

Ruang lingkup dalam penulisan essay ini hanya dibatasi pada  pembahasan   mengenai implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinan nasional yang merupakan suatu pembuktian terhadap hubungannya dengan upaya mewujudkan terciptanya ketahanan pangan nasional. Adapun tata urut penulisan sebagai berikut:

1.      Pendahuluan.

2.      Implementasi Sifat-sifat Kepemimpinan dalam Praktek Kepemimpinan Nasional dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.

3.      Hubungan Implementasi Sifat-sifat Kepemimpinan dengan Ketahanan Pangan Nasional.

4.      Kesimpulan.

d.      Pengertian

1)              Implementasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KUBI) yang disusun oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002), bermakna: pelaksanaan, penerapan.

2)              Kepemimpinan adalah “the ability of an individual to influence, motivate, and enable others to contribute toward the effectiveness and success of the organizations of which they are members” (Robert J. House, 2004). [Terj: “kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk memberikan sumbangan bagi efektivitas dan keberhasilan organisasi dimana mereka adalah anggotanya.”]

3)              Kepemimpinan Nasional adalah kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/sektor profesi, baik di suprastruktur, infrastruktur maupun substruktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang.[3]

4)              Ketahanan Pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalannya. Dalam pasal 1 ayat 17 UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefiniskan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.[4]

 

2.       Implementasi Sifat-sifat Kepemimpinan dalam Praktek Kepemimpinan Nasional dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kepemimpinan bukanlah sebuah posisi ataupun jabatan yang diberikan, melainkan pada sebuah proses pembelajaran dan praktek. Kepemimpinan adalah sebuah proses yang akan membentuk seorang pemimpin dengan karakter dan watak sebagai berikut: jujur terhadap diri sendiri (integrity), bertanggungjawab secara tulus (compassion), memiliki pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication).

Sumber kualitas kepemimpinan yang harus diimplementasikan dalam praktek kepemimpinan sehari-hari tersebut berbeda dari sumber yang menjadikan seseorang menjadi “pemimpin formal” yang resmi (pejabat pemerintah). “Pemimpin” dan “pejabat” merupakan dua konsep yang berbeda dan terpilah, namun saling berkaitan satu dengan yang lain. Seorang “pemimpin” sejati akan melandaskan sikap perilakunya pada sumber-sumber kualitas kepemimpinan tersebut, sementara “pejabat” hanya akan sekadar melandaskan praktek kepemimpinannya pada sumber kewenangan formal, yaitu jabatannya. Namun, seorang pejabat dapat mempelajari dan mempraktekkan kualitas kepemimpinan yang baik, sebagaimana dimiliki oleh “pemimpin.”

Hasil studi tentang kehidupan serta karier pemimpin-pemimpin besar yang berhasil telah menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang merupakan kualitas pribadi pemimpin yang esensial dan harus dipunyai oleh setiap pemimpin. Sifat merupakan bawaan yang mempengaruhi segala tingkahlaku, perbuatan serta tindakan dalam mengambil suatu keputusan. Dengan didasarkan pada pandangan Traits Theory atau Teori Sifat Kepemimpinan, yang memandang pentingnya sifat manusia dalam kepemimpinan, maka sifat-sifat kepemimpinan yang harus diimplementasikan sebagai berikut:

a.       Integritas (Integrity)

John C. Maxwell dalam bukunya Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda, meletakkan integritas sebagai faktor kepemimpinan yang paling penting. Integritas meneguhkan adanya konsistensi antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita perbuat. Integritas sepintas terlihat sepele, namun kegagalan para pejabat pemerintah dan negara dalam menjalankan roda organisasi/instansi karena kurangnya integritas yang berujung pada KKN, meskipun pemimpinnya cakap dalam berpolitik dan bernegara.

Kepemimpinan tidak hanya menyangkut organisasi, tetapi bagaimana sikap dan perilaku pemimpin pada tingkat pribadi. Kepemimpinan dalam diri sendiri dapat dilatih dengan memiliki integritas yang tinggi. Ada tiga kata kunci dalam mengimplementasikan integritas,[5] yaitu : 1) menunjukkan kejujuran; 2) memenuhi komitmen; 3) berperilaku konsisten, yang berarti menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara kata dan perbuatan.

b.      Pengetahuan (Cognizance)

Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan, asas organisasi yang dipimpinnya, serta cara-cara untuk menjalankannya secara efisien, serta mampu memberikan keyakinan kepada orang-orang yang dipimpin dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin, seseorang harus berperan mendorong anggotanya untuk beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai.

Peranan yang perlu ditampilkan oleh seorang pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala; (2) memberi informasi; (3) sebagai seorang perencana; (4) memberi sugesti; (5) mengaktifkan anggota; (6) mengawasi kegiatan; (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan; (8) sebagai katalisator; (9) mewakili kelompok; (10) memberi tanggung jawab; (11) menciptakan rasa aman; dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.

Dalam memposisikan (positioning) dirinya di depan bawahan, seorang pemimpin harus dapat menjadi: (1) atasan atau komandan; (2) bapak; (3) teman. Pada saat seorang pemimpin harus memberikan perintah atah arahan kepada bawahannya, ia harus mampu bertindak selaku atasan atau komandan. Artinya, ia harus dapat memberi perintah yang jelas dan tegas. Kemudian, pada saat anak buah atau bawahannya mengalami kesulitan dan memerlukan perlindungan, sang pemimpin tersebut harus dapat memposisikan dirinya sebagai bapak atau ayah, yang melindungi bawahan sebagai “anak-anaknya.” Selain itu, juga pada momen-momen dimana bawahan memerlukan seseorang untuk curhat (mencurahkan isi hati), sang pemimpin harus dapat menjadi “kawan” atau teman, bahkan sahabat, bagi bawahan.

c.       Keberanian (Courage)

“Keberanian sejati adalah kebajikan tertinggi,” sebagaimana diungkapkan oleh Sir Winston Churchill. Keberanian adalah karakter utama dari seorang pemimpin sejati. Hal itu tercermin dan terlihat dalam perkataan, perbuatan dan tindakan seorang pemimpin. Tidak akan ada terobosan signifikan tanpa keberanian mengambil risiko. Keberanian berarti memiliki kepastian dan keteguhan dalam mengambil keputusan atau bertindak. Namun, keberanian berbeda dengan tindakan sesaat yang tidak terfokus dan tanpa perhitungan. Keberanian ditunjukkan oleh seorang pemimpin setelah melakukan analisis atas suatu situasi, dan mengambil keputusan berdasarkan analisis tersebut. Setelah itu, baru lah seorang pemimpin melaksanakan dengan sepenuh hati keputusan yang telah dibuatnya, apapun risiko yang harus dihadapinya.

d.      Inisiatif (Initiative)

Mengimplementasikan sifat inisiatif (ide untuk menggerakkan). Pemimpin harus mempunyai kemampuan melihat apa yang seharusnya dikerjakan, kemampuan menghadapi situasi tanpa adanya sarana/alat-alat atau cara-cara yang biasa dipakai. Dengan demikian, mereka yang dipimpin benar-benar merasakan bahwa sifat kepemimpinan hadir dalam diri pemimpinnya, yaitu pemimpin yang telah menjadi penggerak bagi mereka. Kualitas inisiatif atau prakarsa biasanya berkaitan erat dengan kreativitas. Seorang pemimpin yang kreatif dan penuh ide, serta berani mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan itu, akan menjadi pemimpin yang mampu menggerakkan seluruh anggota organisasi yang dipimpinnya.

e.       Kebijaksanaan/kebajikan (Wisdom)

Kebijaksanaan (wisdom), atau disebut pula sebagai kebajikan, merupakan kearifan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana. Adalah penting untuk mengimplementasikan sifat kebijaksanaan dalam kepemimpinan, karena berdampak pada hubungan-hubungan maupun pengaruh dalam sebuah organisasi yang dipimpin. Kebijaksanaan menjadi suri teladan bagi bawahan dan orang lainnya. Pemimpin yang bijaksana akan dihormati oleh bawahan bukan karena jabatan atau kedudukannya, melainkan karena kualitas kepemimpinannya.

Faktor yang penting dalam kebijaksanaan adalah kesopanan. Pengaruh kepemimpinan secara spesifik beranjak dari kepribadian pemimpin. Apabila karakter pemimpin positif, maka akan menularkan pengaruh positif, dan sebaliknya, bila karakternya didominasi oleh unsur negatif, maka pengaruhnya tentu akan negatif. Oleh karena itu, dalam praktek kepemimpinan sehari-hari, pemimpin yang memimpin dengan penuh kesopanan, selalu tersenyum, dan mampu mengendalikan diri dari sikap marah yang berlebihan, akan lebih diterima dan diikuti serta perintahnya dijalankan daripada pemimpin yang perilakunya kasar, jarang tersenyum, dan kerapkali bertindak tidak sopan.

f.       Keadilan

Bagaikan bentangan layar, sifat dan sikap adil seorang pemimpin akan menggerakkan seluruh potensi kapal kepemimpinan seseorang menuju arah yang diinginkan. Tanpa berlaku adil, kapal kepemimpinan hanya terombang-ambing di samudera masalah yang begitu luas. Tujuan organisasi akan sulit tercapai karena seorang pemimpin yang tidak adil tidak akan dapat menjadi panutan dan arahan serta perintah-perintahnya tidak akan dilaksanakan oleh anggota organisasi. Padahal, lingkungan internal maupun eksternal organisasi seringkali menghadirkan masalah yang sangat kompleks.

Sifat adil akan selalu menjadi takaran dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, dalam kepemimpinan, sifat adil harus senantiasa terwujud dan diimplementasikan dalam menjalankan roda organisasi. Sifat adil berarti tidak memihak dalam suatu situasi konflik, baik atas alasan demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Sifat adil juga tampak dari pemberian imbalan (reward) dan sanksi (punishment) terhadap bawahan. Pemimpin harus mampu menempatkan kepentingan yang lebih besar dar kepentingan yang sempit. Kualitas pribadi dari sifat adil dan tindakan yang adil ini tampaknya mudah diucapkan, tetapi tidak gampang dipraktekkan.

g.       Kepercayaan (Trust)

          Kepercayaan merupakan landasan kepemimpinan. Kepercayaan orang adalah hal yang sangat penting, dan merupakan suatu modal dasar bagi seorang pemimpin. Kepercayaan orang terletak pada karakter, dan karakter adalah modal sang pemimpin.

          Jenderal H. Norman Schwarzkoff menekankan pentingnya karakter. Schwarzkoff mengungkapkan, bahwa Kepemimpinan adalah kombinasi antara strategi dan karakter, namun jika anda harus kehilangan salah satunya, lebih baik anda tidak punya strategi. Mengapa? Setiap karakter memungkinkan terciptanya kepercayaan. Dan kepercayaan memungkinkan terciptanya kepemimpinan. Jika orang mempercayai kita, mereka akan mendukung kita untuk berhasil. Kepercayaan dapat menuntun pada kesuksesan. Jika orang tidak percaya kepada pemimpinnya, maka akan ditinggalkan oleh anggotanya. Hasilnya adalah kegagalan.

h.      Sikap

Setiap pemimpin perlu menciptakan kesan-kesan yang baik dalam kelakuan, pembawaan dan tingkah laku pribadi pada setiap saat, sehingga berpengaruh terhadap anak buah/bawahan. Bahasa merupakan ukuran untuk menilai seseorang pemimpin. Dengan bahasa dapat juga digunakan untuk menanamkan pengaruh terhadap bawahan. Untuk itu, hendaknya berbicara dengan jelas dan sederhana dengan kalimat yang jelas, positif dan langsung.

i.        Tidak Mementingkan Diri Sendiri (Altruism)

Adalah penting untuk mengimplementasikan sifat tidak mementingkan diri sendiri dalam kepemimpinan, yaitu sikap yang tidak mengambil keuntungan dari suatu situasi demi keuntungan sendiri dengan merugikan orang lain.

Padahal, fenomena yang muncul saat ini, egoisme pribadi atau kelompok telah berkembang menjadi virus ganas yang melahirkan sosok kepemimpinan yang bercorak premanisme dan pameran adu kekuatan. Persoalan-persoalan bangsa yang strategis, serius, dan luas, terkadang tidak lagi dipersepsikan sebagai kepentingan nasional. Bagaikan sebuah kapal yang sedang berlayar yang di tengah laut harus dikuras, dirampok dan semua mengambil bagian sebanyak mungkin dari kapal tersebut untuk dirinya dan kelompoknya.

j.       Sifat Pendukung: Kemampuan Memutuskan, Tahan Menderita, Kegembiraan, Loyalitas serta Kemampuan untuk Mempertimbangkan.

Pertama, kemampuan memutuskan. Seorang pemimpin tidak saja dituntut untuk mampu membuat rencana-rencana dan melaksanakan rencana tersebut, tetapi juga harus mampuan untuk memutuskan segala sesuatu yang perlu. Intinya adalah kemampuan membuat keputusan yang berkualitas.

Kedua, tahan menderita atau tahan uji. Sifat kepemimpinan ini membuat pemimpin tidak lembek, cengeng. Sifat ini akan membawa pada karakter mentalitas seorang pemimpin.

Ketiga, kegembiraan. Senantiasa menumbuhkan kegembiraan dalam kepemimpinan akan menghadirkan perasaan semangat dan sikap optimis dalam menjalankan tugas-tugas organisasi.

Keempat, loyalitas. Loyalitas mengacu pada kesetiaan kepada organisasi, kerelaan berkorban untuk organisasi, dan hal-hal lain yang sifatnya heroik. Loyalitas akan menggerakkan motor-motor organisasi untuk tetap bekerja, meskipun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, kondisi kekurangan, atau kondisi-kondisi buruk lainnya.

Kelima, kemampuan untuk mempertimbangkan. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanan-tekanan, maupun berupa materi, semuanya merupakan fakta yang memungkinkan yang dapat menjadi solusi dalam pengambilan keputusan. Untuk ini, pemimpin perlu berperan: (1) sebagai penggerak (aktivator); (2) sebagai pengawas; (3) sebagai martir; (4) sebagai pemberi semangat/kegembiraan; dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota.

 

3.       Hubungan Implementasi Sifat-sifat Kepemimpinan dengan Ketahanan Pangan Nasional.

Pemimpin nasional tidak saja berperan dalam membuat keputusan dalam alokasi sumber daya yang diperlukan, tetapi juga dalam memberikan arah kemana organisasi/institusi akan dibawa, dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, sehingga mampu mengatasi permasalahan maupun yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu memanfaatkan segala peluang di dalam lingkungan strategis tersebut. Kepemimpinan nasional harus dapat berfungsi mengawal proses pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan oleh anak-anak bangsa di seluruh wilayah Nusantara.

Oleh karena itu, implementasi dari sifat-sifat kepemimpinan yang baik dari seorang pemimpin akan menimbulkan pandangan atau kesan kepada bawahan, bahwa seorang pemimpin tersebut mempunyai sifat yang baik, sehingga menimbulkan kesan yang positif. Sebaliknya, sifat-sifat yang buruk dari seorang pemimpin akan menimbulkan kesan yang tidak baik di mata bawahannya. Pandangan ini berpengaruh dan berimplikasi pada respons bawahan terhadap sikap, tindakan dan keputusan pemimpin.

Jika muncul pandangan atau image positif terhadap pemimpinnya, maka respons bawahan juga akan menjadi positif, karena sikap dan perilaku pemimpin dapat menjadi contoh, sehingga akan diikuti oleh bawahan. Dampaknya, apa yang diperintahkan oleh pemimpin akan dilakukan oleh bawahan dengan sepenuh hati, sehingga tugas-tugas dapat berjalan secara lancar dan tercapai tujuannya. Sedangkan pandangan atau citra (image) negatif terhadap pimpinan akan menuntun bawahan cenderung mengabaikan arahan sang pemimpin tersebut, atau para bawahan itu akan bekerja dengan setengah hati. Akibatnya, fatal bagi organisasi yang dipimpin.

Dalam rangka ketahanan pangan nasional, sebagai bagian dari prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014,  maka kepemimpinan merupakan aspek yang berpengaruh dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam Buku I RPJMN 2010-2014, bahwa sebagian besar sumberdaya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 11 prioritas nasional. Hal tersebut menyiratkan, bahwa kemampuan pemimpin selaku penggerak sumberdaya dan penentu kebijakan memainkan peranan penting dalam keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan nasional.

Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono menegaskan, bahwa dengan beberapa alasan, para pemimpin dengan kepemimpinannya harus dengan gigih terus meningkatkan ketahanan pangan. “… para pemimpin selaku  penentu kebijakan harus selalu ingat dalam menghadapi permasalahan pangan…. Inilah gunanya peran pemerintah disamping mekanisme pasar yang ada.”[6]

Dengan demikian, peranan para pemimpin dan pimpinan pada semua organisasi pemerintahan dalam mewujudkan terciptanya ketahanan pangan nasional, terletak pada implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinannya, sehingga menjadi panutan maupun secara tidak langsung menjadi penggerak bagi sumberdaya organisasinya untuk bekerja lebih baik dalam mencapai tujuan yang diharapkan bersama. Sekadar menyuruh orang lain bekerja dalam suatu sistem tidak lagi memadai, tetapi seorang pemimpin harus mengimplementasikan sifat-sifat kepemimpinan dalam kesehariannya.

 

4.       Kesimpulan

Mencermati pengaruh atau dampak dari implementasi sifat-sifat kepemimpinan sebagaimana diuraikan di atas, maka berhasil tidaknya ketahanan pangan nasional yang telah dicanangkan dalam prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014, sangat dipengaruhi pula oleh praktek kepemimpinan nasional pada semua level organisasi pemerintahan.

Implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinan nasional tersebut mencakup butir-butir sebagai berikut: 1) Integritas; 2) Pengetahuan; 3) Keberanian; 4) Inisiatif; 5) Kebijaksanaan; 6) Keadilan; 7) Dapat dipercaya; 8) Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Disamping itu pula harus memiliki kegembiraan, tahan menderita, kemampuan memutuskan, memiliki loyalitas dan kemampuan untuk mempertimbangkan.

 

Daftar Pustaka

 

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Buku I Prioritas Nasional. Lampiran Peraturan Presiden RI No 5 tahun 2010 tentang RJMN 2010-2014. Jakarta: Bappenas, 2010.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta: Bappenas, 2011.

Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Pertanian, 2010.

Krisnamurthi, Bayu. “Agenda Pemberdayaan Petani dalam Rangka Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional.” http://indonesiaindonesia.com, akses terakhir tanggal 10 Mei 2012.

Lemhannas RI. “Modul-1 Bidang Studi Kepemimpinan.” PPRA XLVIII Lemhannas RI Tahun 2012.

Napitupulu, T.E. Marasi. “Pembangunan Pertanian dan Pengembangan Agroindustri,” dalam Wibowo, R. (Ed). Pertanian dan Pangan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Presiden RI. “Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan.”

Presiden RI. “Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan.”

Presiden RI. Pidato Sambutan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Peresmian Pembukaan Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010 di JCC. Jakarta, 24 Mei 2010.

Republik Indonesia. “Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan.”

Republik Indonesia. “Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.”

 


[1]Lihat “Buku I Prioritas Nasional” RPJMN 2010-2014.

[2] Lihat Pokja Kepemimpinan. “Modul-1 Bidang Studi Kepemimpinan.” PPRA XLVIII Lemhannas RI Tahun 2012, hlm.18-26.

[3]Pokja Kepemimpinan. “Modul-1 Bidang Studi Kepemimpinan”. PPRA XLVIII Lemhannas RI Tahun 2012, hlm. 11.

[4]Telah dimuat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 Ayat (1). Lihat pula definisi yang dimuat dalam FAO, 1996.

[5] Andrias Harefa mengungkapkannya sebagai “maintaining social, ethical, and organizational norms, firmly adhering to code of conduct and ethical principle, dikutip dalam “Modul-1 Bidang Studi Kepemimpinan PPRA XLVIII Lemhannas RI Tahun 2012,” hlm. 17.

[6]Pidato sambutan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Peresmian Pembukaan Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010 di JCC, Jakarta, 24 Mei 2010.

 

 

Tinggalkan Balasan