Optimalisasi Pemberantasan Kegiatan Ilegal Di Sektor Pangan Dapat Meningkatkan Perekonomian Nasional
oleh : Sam Budigusdian
I. Pendahuluan.
Memasuki era pasar bebas dan seiring perkembangan globalisasi, pengelolaan sektor pangan menuntut aspek pengendalian dan pengawasan yang tinggi. Semakin tingginya kebutuhan akan pangan dihadapkan pada terbatasnya ketersediaan pangan, telah membawa masyarakat dunia pada keadaan krisis pangan. Situasi tersebut, ketika dihadapkan pada longgarnya mekanisme pasar serta lemahnya pengendalian dan pengawasan membuat peluang terjadinya berbagai kegiatan ilegal terutama di sektor pangan. Kegiatan ilegal di sektor pangan telah mengancam ketahanan pangan nasional yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian nasional, seperti: penyelundupan, penimbunan, impor ilegal dan berbagai penyelewengan lainnya.
Krisis pangan sudah menjadi isu global yang membutuhkan penanganan serius oleh semua aktor dalam dunia internasional. Adapun beberapa penyebab krisis pangan global adalah penduduk dunia yang kian bertambah, perubahan yang cukup ekstrim di beberapa negara, adanya pembatasan ekspor bahan makanan di pasar internasional dari beberapa negara produsen pangan, kebijakan energi alternatif biofuel yang banyak dikembangkan di negara-negara maju, kekuatan koorporasi besar antara lain melalui land grabbing, kebijakan liberalisasi dan privatisasi.
Pada saat terjadinya krisis pangan global beberapa waktu lalu dan saat harga minyak dunia melonjak naik, begitupula saat menjelang bulan Ramadhan, kegiatan pangan ilegal di Indonesia mengalami pula peningkatan. Mulai dari penimbunan bahan pangan, penyelundupan pupuk bersubsidi, penyelundupan gula, impor beras ilegal, impor sapi ilegal, impor daging secara ilegal, illegal fishing, hingga alih-fungsi lahan untuk kepentingan non-pertanian (lihat data terlampir). Kejadian-kejadian tersebut bahkan masih berlangsung sampai saat ini, terutama di daerah terpencil dan perbatasan, karena para pelaku dapat meraih keuntungan besar akibat selisih harga atau disparitas cukup tinggi dari bahan-bahan pangan yang disubsidi pemerintah.
Maraknya praktek kegiatan ilegal di bidang pangan terutama impor ilegal pangan lebih banyak didorong oleh faktor ekonomi (economic driven), dimana terjadi kesenjangan harga antara negara pengimpor dengan negara pengekspor sehingga berlaku sifat alami perilaku ekonomi, yaitu selama komoditas itu menguntungkan untuk diimpor maka akan terjadi impor baik legal maupun ilegal. Sebagai contoh, Bagaimana mungkin produk dari Sumatra Barat bisa bersaing di Jakarta dengan produk serupa dari luar negeri, kalau ongkos angkut dari Padang ke Jakarta 600 dollar AS per kontainer, sedangkan dari Singapura ke Jakarta hanya 185 dollar AS per kontainer. Bagaimana mungkin jeruk Pontianak bisa bersaing dengan jeruk China, kalau ongkos angkut dari China ke Jakarta lebih murah dari ongkos angkut dari Pontianak ke Jakarta.
Contoh pula pada kasus impor ikan lele dari Malaysia ke Medan dan Batam sudah berlangsung lama, disebabkan ikan Lele di daerah tersebut lebih murah didatangkan dari Malaysia dibandingkan dari Jawa. Penyebabnya, transportasi dari Jawa lebih jauh dan supply ikan Lele dari Jawa sulit karena produksinya juga hanya mampu memenuhi kebutuhan di daerah Jawa. Produksi Lele di tanah air sulit berkembang meskipun permintaan banyak karena harga pakan terlalu mahal. Di Malaysia, subsidi untuk pembudidaya ikan cukup besar sehingga harga produksinya bisa lebih murah. Sama halnya dengan ikan Patin, terjadi impor dari Vietnam dengan nama lain yaitu Dori (banyak di hotel berbintang), karena harga produksi budidaya patin di Vietnam jauh lebih murah karena subsidi Pemerintah dan pakan ikan diproduksi di dalam negeri dengan harga murah.
Perkembangan kegiatan ilegal di sektor pangan saat ini antara lain berakibat pada impor tidak terkendali, ekspor ikan tidak menghasilkan devisa, serta biaya produksi naik akibat maraknya penyelundupan pupuk bersubsidi yang semua berakibat pada terpengaruhnya perekonomian nasional.
Kompleksnya permasalahan pangan merupakan gambaran kurang efektifnya pengelolaaan sektor pangan khususnya dalam aspek pengendalian dan pengawasan. Kondisi demikian membutuhkan penanganan dari aparat Hankam yakni Polri dan TNI, bahkan seluruh elemen masyarakat dalam mencegah dan menindak kegiatan ilegal di sektor pangan dari hulu ke hilir. Polri dan TNI perlu mewaspadai kejahatan pangan tersebut untuk mencegah kerugian bagi rakyat dan negara, termasuk kejahatan korporasi global di sektor pangan yang melakukan tindak eksploitasi dan penipuan terhadap petani lokal, kolusi dengan instansi terkait, serta mengabaikan aspek uji keamanan hayati dan pangan secara komprehensif.[1] Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi adalah Bagaimana mengoptimalisasi pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional?
Pengertian-pengertian yang digunakan dalam essay ini adalah sebagai berikut:
1) Optimalisasi adalah proses, cara, atau perbuatan menjadi lebih baik.[2]
2) Pemberantasan adalah serangkaian proses, cara, atau perbuatan untuk membasmi, melenyapkan, dan/atau memusnahkan sesuatu yang merugikan[3].
3) Kegiatan Ilegal adalah tindakan tidak sah.[4]
4) Sektor adalah lingkungan suatu usaha.[5]
5) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.[6]
6) Pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan adalah serangkaian proses, cara, atau perbuatan untuk membasmi, melenyapkan, dan/atau memusnahkan kegiatan tidak sah di lingkungan suatu usaha yang berkaitan tentang segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.
7) Perekonomian Nasional adalah tindakan (aturan atau cara) berekonomi berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri [7].
II. Pembahasan Pemberantasan Kegiatan Ilegal Di Sektor Pangan Dan Hubungannya Dengan Perekonomian Nasional.
Besarnya kebutuhan akan pangan, menghantar Indonesia pada berbagai kegiatan ilegal di sektor pangan. Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad millenium sekarang ini (Bustanul Arifin, 2005). Dengan penduduk lebih dari 250 juta, menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang besar.
Ketidaksempurnaan mekanisme pasar dan belum terpenuhinya pangan domestik, dan rentetan permasalahan dalam pengelolaan pangan telah menjadikan pemenuhan ketahanan pangan harus dilakukan dengan impor. Sekalipun kran impor dibuka selama ini, namun tetap saja berlangsung berbagai pangan impor yang dilakukan secara ilegal. Akibatnya negara dirugikan puluhan triliun rupiah setiap tahunnya oleh sebab itu diperlukan peran TNI dan Polri untuk melakukan Optimalisasi Pemberantasan Kegiatan Ilegal Di Sektor Pangan Dapat Meningkatkan Perekonomian Nasional.
a. Faktor-faktor yang Mempegaruhi Optimalisasi Pemberantasan Kegiatan Ilegal Di Sektor Pangan
Tidak dapat dipungkiri terdapat banyak produk ilegal yang beredar di pasar Indonesia. Kegiatan ilegal sektor pangan di Indonesia terjadi dari penimbunan bahan pangan, penyelundupan dan/atau penyalahgunaan pupuk bersubsidi, impor ilegal beras, gula, kedelai, sayur dan buah-buahan, daging, illegal fishing, hingga penggunaan bahan berbahaya pada pangan, merupakan realitas yang masih berlangsung sampai saat ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan dalam meningkatkan perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
Pertama, regulasi dan perundang-undangan mulai dari proses pembuatan, pelaksanaan dan pengawasannya. Kebijakan di bidang pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan ilegal pangan dipandang masih sangat kurang efektif. Para pelaku kegiatan ilegal sadar betul bahwa pengawasan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Ditunjang dengan struktur negara kepulauan yang membuat para penegak hukum memiliki banyak kendala dalam melakukan pengawasan. Selama ini berbagai peraturan dan kebijakan yang terkait dengan kegiatan ilegal di bidang pangan melekat pada berbagai sektor, sehingga pengawasan maupun penanganannya sangat sektoral pula. Disamping aparat penegak hukum seperti Polri dan aparat penjaga teritori seperti TNI, untuk mengawasi produk pangan ilegal di pasaran, terdapat Kementerian Perdagangan yang membentuk Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB), Kementerian Keuangan terdapat Direktorat Bea Cukai, Kemudian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat Tim Pengawasan Terpadu BPOM, adapula Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP). Begitupula dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian terkait lainnya.
Kedua, Kompetensi sumberdaya manusia pengawas dan penegak hukum dalam pemberantasan kegiatan ilegal di bidang pangan. Realitas kegiatan ilegal jelas didasari untuk mengeruk keuntungan pribadi/kelompok semata dengan mengesampingkan kepentingan umum. Masih banyaknya oknum-oknum di pemerintahan yang dapat disuap dengan uang telah mengakibatkan secara tidak langsung semakin meningkatkan jumlah pelaku kegiatan ilegal. Para pelaku kegiatan ilegal tidak hanya diberikan kemudahan dalam melakukan aktivitas dan kegiatan ilegalnya, bahkan banyak dari mereka yang juga dilindungi. Oleh karena itu, perlu meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia pengawas dan penegak hukum dalam pemberantasan kegiatan ilegal di bidang pangan.
Ketiga, Sarana dan prasarana serta anggaran dalam upaya pemberantasan ilegal pangan. Infrastruktur pengamanan pasar domestik terutama pada pelabuhan dan perairan laut perlu ditingkatkan. Minimnya infrastruktur pengamanan, misalnya rasio antara armada kapal yang dimiliki oleh Bea dan Cukai, Polisi Perairan, dan TNI AL dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah pelabuhan. Armada laut milik Bea Cukai yang terdiri atas speed boat, armada buru sergap, kapal patroli lokal maupun kapal patroli besar belum mampu men-cover perairan dan pelabuhan di Tanah Air. Kondisi serupa juga terjadi dengan armada Direktorat Polisi Air dan Udara.[8] Tak mengherankan jika daerah-daerah rawan penyelundupan seperti di Selat Malaka tidak mampu lagi ditangani oleh personel di Pangkalan Sarana dan Operasi. Pada era sekarang ini kemampuan kapal penyelundup jauh lebih tangguh, sehingga otoritas kepabeanan dan keamanan semakin terkendala dalam mengawasi pelabuhan dan kawasan yang rawan.
Keempat, Peranserta swasta dan masyarakat dalam pemberantasan ilegal pangan. Indonesia yang telah menjadi negara konsumen kedua di dunia,[9] menjadi pangsa pasar kegiatan ilegal di bidang pangan. Tanpa peranserta swasta dan masyarakat maka praktek ilegal di bidang pangan akan semakin subur. Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, saat memberi himbauan pada jajaran kementerian, juga meminta kalangan pengusaha untuk tidak membiasakan diri melakukan tindakan importasi ilegal karena menyusahkan semua pihak. Para pebisnis diminta memikirkan kepentingan bersama,“Berbisnislah dengan benar, dengan demikian adil bagi semua.”[10]
Kelima, Aksesibilitas dan distribusi hasil pertanian. Masih adanya penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan dihasilkan tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, potensi sumberdaya alam yang berbeda di masing-masing daerah merupakan realitas ketimpangan terhadap aksesibilitas dan distribusi bahan pangan. Distribusi pangan merupakan salah satu subsistem ketahanan pangan yang peranannya sangat strategis, apabila terdapat gangguan distribusi pangan maka berdampak terhadap kelangkaan bahan pangan dan kenaikan harga pangan serta berpengaruh terhadap rendahnya akses pangan masyarakat karena daya beli bahan pangan menjadi menurun. Distribusi pangan ini diharapkan dapat terlaksana secara efektif, efisien dan merata di setiap lokasi berlangsungnya transaksi bahan pangan kebutuhan masyarakat.
b. Konsepsi Optimalisasi Pemberantasan Kegiatan Ilegal di Sektor Pangan
Kemandirian suatu negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya merupakan indikator penting yang harus diperhatikan, karena negara yang berdaulat penuh adalah yang tidak tergantung (dalam bidang politik, keamanan, ekonomi, dan sebagainya) pada negara lain. Ketergantungan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dapat berbentuk ketergantungan dalam pasokan, pengambilan keputusan, teknologi, atau pola konsumsi, dan gaya hidup.
Dengan melihat berbagai persoalan di sektor pangan terutama pada maraknya kegiatan ilegal pangan, maka dibutuhkan kerjasama yang erat antara institusi Polri dan TNI untuk melakukan pengawasan terhadap tindak kejahatan yang dapat mengganggu ketahanan pangan. Pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan dibutuhkan pengawasan berlapis yang melibatkan berbagai pihak untuk mengantisipasi kegiatan ilegal di sektor pangan yang selama ini dipandang masih marak terjadi. Pengawasan berlapis yakni mulai dari jalur distribusi hingga perdagangan ragam produk yang disajikan berbagai pedagang di berbagai wilayah. Karena kejahatan atas bahan pangan di Indonesia terjadi setiap hari.[11] Perlunya pengawasan intensif terhadap kegiatan ilegal pangan serta jalur distribusi ragam produk impor di seluruh pelabuhan, bandara dan pintu masuk di perbatasan. Setelah dinyatakan steril dan layak edar dengan legalitas yang sah, maka produk impor tersebut baru diperbolehkan untuk dipasarkan secara luas ke berbagai wilayah Indonesia.[12] Dari uraian tersebut maka diperlukan strategi sebagai berikut:
Strategi – 1, Mewujudkan peraturan dan kebijakan serta kelembagaan yang efektif untuk penanggulangan kegiatan ilegal di sektor pangan. Kebijakan di bidang pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan ilegal di sektor pangan dipandang masih sangat kurang efektif. Untuk itu upaya yang dilakukan antara lain:
1) Para pemegang kebijakan atau instansi terkait sepanjang rantai pangan (Polri, TNI, Kemenkokestra, Kemenkokeu, Kemendagri, Kemendag, KKP, BIN, Bea Cukai, BPOM RI, Bulog, Kejaksaan dan Pemda) mengajak DPR perlu merapatkan barisan dan memiliki kesamaan komitmen dan political will untuk menyusun peraturan dan kebijakan dalam pemberantasan ilegal di bidang pangan guna memperkuat keamanan pangan nasional dan menetapkan sanksi hukum dengan pemberian hukuman yang berat kepada para pelaku tindak ilegal di sektor pangan.
2) Kementrian dan lembaga terkait (seperti point 1 diatas) membuat peraturan dan kebijakan tentang penyusunan kelembagaan, tata cara koordinasi, dan pelaksanaan pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan secara terpadu.
3) Kesatuan aparat penegak hukum baik TNI, Polri, Bea Cukai, BPOM RI, Kemendag, Kementrian Perikanan dan Kelautan serta Kejaksaan melakukan sinkronisasi dan sinergisasi fungsi-fungsi pengawasan dan pengendalian yang telah ada.
4) TNI, Polri, kementrian terkait, dan BPOM RI mengoptimalkan Sistem Keamanan Pangan Terpadu, melalui metode penentuan prioritas berdasarkan konsep analisis risiko (risk analysis) yang diperlukan untuk mengatasi kegiatan ilegal di sektor pangan serta terbentuknya suatu Task Force /Team lintas kementerian yang memiliki tanggung jawab penuh dalam pemberantasan ilegal di sektor pangan.
Strategi – 2, Meningkatkan jumlah sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi yang bertindak sebagai pengawas dan penegak hukum dalam pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan. Upaya-upaya yang dilakukan, antara lain:
1) TNI, Polri, dan instansi terkait melakukan pendidikan dan pelatihan serta penguasaan teknologi terhadap pengawas, penegak hukum, pelaku usaha, dan masyarakat tentang tata cara penanganan kejahatan ilegal di sektor pangan.
2) TNI, Polri, Kemkes, BPOM RI, Kemeninfo dan Pemda menugaskan petugas dari masing-masing instansi untuk membuat sistem pelaporan kegiatan ilegal di sektor pangan yang sistematis, efektif dan efisien karena penting untuk menyajikan data kasus guna penentuan kebijakan keamanan pangan.
3) TNI, Polri dan intansi terkait melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap petugas yang mengawaki penanggulangan ilegal di sektor pangan demi terciptanya ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
4) TNI dan Polri meningkatkan kualitas aparatur pertahanan (seperti hukum udara, manajemen pertahanan, defense strategic study), dan bidang keamanan (bidang law enforcement, home land security, public order, dan lain-lainya) sehingga membuka wawasan yang luas para anggotanya di sektor pangan baik di kantor pusat mapun tersebar di seluruh wilayah NKRI.
Strategi – 3, Meningkatkan sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dan mampu dalam menunjang upaya pemberantasan ilegal di sektor pangan. Upaya-upaya yang dilakukan, antara lain:
1) Pemerintah melalui kementerian terkait untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan darat dan membangun sarana dan prasarana di pulau terluar sebagai beranda indonesia guna mengakomodir kepentingan operasional pengawasan.
2) TNI, Polri, Bappenas, kementrian terkait, dan Pemda melalui persetujuan DPR dan/atau DPRD melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana berbasiskan teknologi tinggi guna mendukung operasi penangulangan ilegal di sektor pangan baik di darat, laut, dan daerah perbatasan.
3) Pemerintah mengajak DPR memberikan prioritas pendanaan yang mencukupi dan memadai untuk pemberantasan kegiatan ilegal di bidang pangan baik pengembangan sumberdaya manusia, ahli teknologi, serta penyiapan sarana dan prasarana
4) Pemuktahiran sarana dan prasarana penangulangan kegiatan ilegal dibidang pangan sesuai dengan perkembangan kekinian sehingga mempu menjawab tantangan dalam memberantas ilegal di sektor pangan yang dimungkinkan akan mengalami perubahan dimensi dan modus operandi.
Strategi – 4, Meningkatkan peran serta aktif swasta dan masyarakat dalam pemberantasan ilegal di sektor pangan. Upaya-upaya yang dilakukan, antara lain:
1) Pemerintah melalui Kemendag, Kemeninfo, Polri, TNI, Bea Cukai, Kejaksaan dan Pemda, mengajak masyarakat berpartisipasi untuk ikut mengawasi penyelundupan dan juga meminta agar khalayak tidak membeli barang-barang selundupan, yang nyata-nyata merugikan negara.
2) Pemerintah melalui instansi terkait meningkatkan pengawasan ketat jalur dagang makanan dan minuman, seperti Pontianak, Padang, Batam, Medan & Pekanbaru. Berdasarkan lokasi temuan BPOM, jumlah item temuan pangan Tanpa Ijin Edar di daerah tersebut banyak berasal dari Malaysia, China, Thailand dan Jepang. Begitupula pengawasan ketat jalur ikan masuk impor ke Indonesia di daerah perbatasan seperti Batam, Belawan, Entikong.
3) Pemerintah bersama Asosiasi membuat daftar perusahaan eksportir dan importir ikan dengan daftar hitam dan putih (black list dan white list). Perusahaan yang di black list adalah yang melakukan pelanggaran dan jika terbukti melanggar hukum, sedangkan yang masuk white list adalah perusahaan yang mentaati peraturan.
4) Pemerintah melalui kelembagaan terpadu menyelenggarakan pelayanan, pendataan dan pengawasan melalui pemberdayaan masyarakat dengan membentuk kelompok masyarakat anti kejahatan pangan atau Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang beranggotakan 5-10 orang masyarakat; yang secara sukarela menaruh perhatian besar terhadap perlindungan sumberdaya pangan.
c. Korelasi Pemberantasan Kegiatan Ilegal di Sektor Pangan Dapat Meningkatkan Perekonomian Nasional.
Salah satu permasalahan ketahanan pangan di Indonesia adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan bahan pangan. Permintaan yang meningkat merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan. Hal ini disebabkan : pertama, adanya kompetisi dan mekanisme persaingan pasar yang tidak sehat akibat praktek kegiatan ilegal; kedua, stagnasi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian.
Ditambah lagi dengan situasi ekonomi dan keuangan Indonesia yang masih sangat terbatas untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan penegakan keamanan, baik di darat, laut, maupun di udara, juga merupakan faktor yang mempengaruhi ketahanan nasional Indonesia. Faktor lainnya adalah adanya permasalahan perbatasan, baik darat, laut, termasuk dasar laut, dan udara yang mewajibkan Indonesia mau tidak mau harus meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanannya untuk memantapkan ketahanan nasional dalam menjaga keutuhan NKRI.
Jika dicermati secara substansial, persoalan-persoalan yang muncul dalam maraknya kegiatan ilegal di sektor pangan, sesungguhnya bersumber dari pembangunan ekonomi nasional yang belum dapat lepas dari praktek kejahatan ekonomi-politik antara birokrasi pemerintah yang sebagian besar melibatkan para pejabat negara dan para pemilik modal atau pengusaha. Hal tersebut dapat dilihat dari : 1) penggunaan kekuasaan negara untuk mengarahkan alokasi sumberdaya ekonomi untuk kepentingan kelompok tertentu; 2) pertautan kepentingan antara aktor dengan wewenang kenegaraan dengan kelompok ekonomi tertentu dalam mengarahkan alokasi; dan 3) struktur kekuasaan yang timpang dimanfaatkan untuk mendistorsi sumberdaya.
Kondisi demikian, oleh John Perkins (2004) menyebutnya dengan istilah “korporatokrasi”.[13] Istilah korporatokrasi digunakan untuk menggambarkan sebuah kondisi ketika kebijakan-kebijakan politik negara diarahkan untuk melayani kepentingan korporasi besar. Praktek ini telah memberikan “keuntungan” kepada oknum-oknum pejabat pemerintah yang telah didapatkan dari hasil kerjasamanya dengan pengusaha/konglomerat dalam suatu usaha ekonomi yang tidak sehat. Berbagai praktek kolusi dan korupsi tersebut hampir setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik.
Penyelundupan dan sektor ilegal sudah sangat merusak struktur ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia sudah dikuasai ekonomi pasar ilegal, indikasi tersebut dapat dilihat pada terjadinya selisih yang besar antara kapasitas produksi dan tingkat konsumsi dalam negeri, padahal angka impor terus menurun. Para pelaku dapat meraih keuntungan besar akibat selisih harga atau disparitas dari bahan-bahan pangan yang disubsidi pemerintah. Kesenjangan antara indeks produksi industri besar dan industri sedang dengan total konsumsi, termasuk konsumsi rumah tangga semakin besar. Realitas tersebut membuktikan tingginya penyelundupan di Indonesia.[14] Dari gambaran tersebut maka optimalisasi kegiatan ilegal disektor pangan dapat meningkatkan perekonomian nasional
III. Penutup
a. Kesimpulan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk mendapatkan pangan.
Kondisi pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan selama ini yang dirasakan kurang efektif. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka diperlukan penanganan yang efektif dalam memberantas kegiatan ilegal di sektor pangan. Pemberantasan kegiatan ilegal di sektor pangan membutuhkan pengawasan berlapis yang melibatkan berbagai pihak. Pengawasan berlapis yakni mulai dari jalur distribusi hingga perdagangan ragam produk yang disajikan berbagai pedagang di berbagai wilayah. Selain itu, meningkatkan pengawasan intensif terhadap kegiatan ilegal pangan serta jalur distribusi ragam produk impor di seluruh pelabuhan, bandara dan pintu masuk di perbatasan. Hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh: 1) Regulasi dan perundang-undangan mulai dari proses pembuatan, pelaksanaan dan pengawasannya; 2) Kompetensi sumberdaya manusia pengawas dan penegak hukum dalam pemberantasan kegiatan ilegal di bidang pangan; 3) Sarana dan prasarana serta anggaran dalam upaya pemberantasan ilegal pangan; 4) Peranserta swasta dan masyarakat dalam pemberantasan ilegal pangan; dan 5) Aksesibilitas dan distribusi hasil pertanian.
Dengan demikian, maka diperlukan langkah-langkah strategis, antara lain: 1) Mewujudkan peraturan dan kebijakan yang berorientasi pada penangulangan kegiatan ilegal di bidang pangan; 2) Meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia pengawas dan penegak hukum dalam pemberantasan kegiatan ilegal di bidang pangan; 3) Meningkatkan sarana dan prasarana serta anggaran dalam upaya pemberantasan ilegal pangan; dan 4) Meningkatkan peranserta swasta dan masyarakat dalam pemberantasan ilegal pangan. Maka dengan terpenuhinya konsepsi tersebut maka mampu meningkatkan perekonomian nasional.
b. Saran
a. UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan yang saat ini sedang proses diamandemen harus dikawal sehingga menghasilkan UU yang lebih berorientasi pada ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan. Mengingat UU tersebut merupakan produk orde baru yang sifat pemerintahannya sentralistik, sedangkan pasca reformasi manajemen pemerintahan berubah menjadi desentralisasi dengan diterapkannya Otonomi daerah. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut dari pusat ke daerah membawa sejumlah konsekuensi terhadap pengelolaan pembangunan termasuk pengelolaan pangan yang berada dalam wilayah otonom suatu daerah
b. Pemerintah dapat menerapkan bea masuk guna melindungi pasar dan produk petani domestik. Misalnya, sesuai kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Indonesia dapat menotifikasi tarif bea masuk impor komoditas yang dilindungi, Bea masuk beras, gula, dan susu masing-masing 9-160 persen, 40-95 persen, dan 40-120 persen. Namun pemerintah malah menerapkan bea masuk beras dan gula hanya 30 persen dan susu 5 persen lewat aneka perjanjian perdagangan bebas (FTA). Bahkan, bea masuk kedelai dan jagung 0 persen, padahal WTO menetapkan Bea masuk yang dicatatkan 30-40 persen dan 9-40 persen, sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional
c. Pemerintah meningkatkan aksesibilitas dan distribusi hasil pertanian sehingga penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan yang tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, serta potensi sumberdaya alam yang berbeda di masing-masing daerah dapat terpenuhinya kebutuhan pangan secara efektif, efisien, dan merata di setiap lokasi
Bahan Pustaka:
Achmad Suryana, Kemandirian pangan menuju ketahanan pangan berkelanjutan. Jakarta: Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, 2004.
Aji Sularso, 2 Maret 2012. Kerugian Ekonomi Akibat Perdagangan Ikan Ilegal. http://ajisularso.wordpress.com.
Arifin, Bustanul. Pembangunan Pertanian, Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Askan Krisna dalam Harian Pelita, Ekomoni Sesuai Harapan, Pangan Rawan Penyelundupan, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=23988.
Azwar Hadi Nasution, Food Estate : Kejahatan Industri Pangan, 3 Mei 2010.
Berita Bisnis, 28 agustus 2012. Harga Pangan Terus Berfluktuasi, FAO Ingatkan Setiap Negara Punya Stok Minimal Sepekan. http://www.bisnis.com/
Berita Daerah Online, 16 Juli 2012. Menekan Praktik Ilegal Lintas Negara. http://beritadaerah.com, diakses terakhir 29 agustus 2012.
Bisnis KTI Online, 8 Agutus 2012. Gula Selundupan : Polda Kalbar Amankan Gula Impor Ilegal dari Malaysia 6,9 Ton. http://www.bisnis-kti.com, diakses terakhir 29 agustus 2012.
BPOM RI, Prosiding Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Pusat Kewaspadaan Dan Penanggulangan Keamanan Pangan Nasional, BPOM RI, Jakarta, 8 November 2007.
__________, Prosiding Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Penguatan Jejaring Kajian Risiko Kimia Untuk Program Keamanan Pangan Di Indonesia, BPOM RI, Jakarta, 14 November 2008.
__________, Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan, Food Watch, BPOM RI, 2005.
Firman Subagyo dalam Antara News, 12 Juli 2012. Anggota DPR: Ada mafia pupuk di Indonesia.
Kompas Online, 10 agustus 2012. Awas Pangan Berbahaya Masih Beredar, http://regional.kompas.com. Diakses terakhir 29 agustus 2012.
Perkins, John. Confession of an Economic Hit Man. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers Inc, 2004.
PIPIMM. Press Release: Kesiapan Industri dan Konsumen Menyambut Idul fitri, 6 juli 2012
Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 1996, No. 99. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 2. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 34 Tahun 2009 tentang TNI. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 127. Sekretariat Negara. Jakarta.
Skalanews, 12 Desember 2011. BPOM Temukan Produk Pangan Ilegal Senilai Rp1,7 Miliar. http://m.skalanews.com/baca/news. Diakses terakhir 29 agustus 2012
Suara Karya, 2 Juli 2012. Penyalahgunaan Pupuk Bersubsidi Makin Marak.
Suara Merdeka, 3 Mei 2011. Indonesia Negara Konsumtif Kedua di Dunia.
Sukatno, 2012. TOR Kertas Karya Acuan Diskusi Kelompok Bidang Studi Pertahanan Keamanan. Lemhannas RI Angkatan XLVIII, 2012.
Surya Mahendra Saputra, 9 Mei 2012. Pupuk Bersubsidi—Potensi penyelewengan sekitar 7 juta ton.
Syahrul Akmal Latief, Pengamat : Kejahatan Ekonomi Perlu Pengawasan Berlapis, 5 Agustus 2012.
Tempo.co, 6 agustus 2012. Presiden Yudhoyono Minta Sapi Ilegal Diberantas. http://www.tempo.co
TOR Diskusi Kelompok (DK) Keterkaitan Antar Bidang Materi Inti Lemhannas, PPRA XLVIII Lemhannas RI, 2012.
Totok Siswantara dalam Investor Online, 12 Oktober 2011. Membenahi Infrastruktur Pengamanan Laut RI. http://www.investor.co.id, diakses terakhir 29 agustus 2012
[1] Sukatno, 2012. TOR Kertas Karya Acuan Diskusi Kelompok Bidang Studi Pertahanan Keamanan. Lemhannas RI Angkatan XLVIII, 2012.
[2] Lihat kamus bahasa Indonesia online , http://kamusbahasaindonesia.org, diakses pada tanggal 25 Agustus 2012 pada pukul 15:21
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Dimuat dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1).
[7] Ibid., hal 3
[8] Totok Siswantara,12 Oktober 2011. Membenahi Infrastruktur Pengamanan Laut RI. http://www.investor.co.id, diakses terakhir 29 agustus 2012
[9] Lihat Suara Merdeka, 3 Mei 2011. Indonesia Negara Konsumtif Kedua di Dunia.
[10] Pernyataan Presiden RI usai sidang Kabinet di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin, 6 Agustus 2012, sebagaimana dimuat dalam Tempo.co, http://www.tempo.co/read/news/2012/08/06/090421808/Presiden-Yudhoyono-Minta-Sapi-Ilegal-Diberantas
[11] Dr Syahrul Akmal Latief, Pengamat : Kejahatan Ekonomi Perlu Pengawasan Berlapis, 5 Agustus 2012.
[12] Azwar Hadi Nasution, Food Estate : Kejahatan Industri Pangan, 3 Mei 2010.
[13] Lihat John Perkins, Confession of an Economic Hit Man. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers Inc, 2004.
[14] Lihat pula ulasan Askan Krisna dalam Harian Pelita, Ekonomi Sesuai Harapan, Pangan Rawan Penyelundupan, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=23988.