KEBIJAKAN DAERAH TERHADAP
PENGELOLAAN PENAMBANGAN LIAR DI GUNUNG BOTAK
KABUPATEN BURU[1]
Irma. H. Hanafi
Pendahuluan
Pertambangan adalah sebahagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian dan pengelolaan, pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiaatan pascatambang.
Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah maupun keputusan menteri yang mengatur tentang pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Tahun 1970an di Indonesia, perkembangan industri pertambangan meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri. Berbagai komoditi di olah dari pertambangan minyak dan gas bumi, batu bara, timah, emas dan perak, juga bahan galian seperti pasir, batu kali, batu gamping, yang juga diikuti dengan pertumbuhan industri pengelolaan serta pembuatan barang jadi. Dampak yang ditimbulkan dari industri pertambangan sangat beragam tergantung dari jenis komoditi dan ciri penyebarannya. Selain dampak lingkungan, kegiatan pertambangan juga dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan budaya yang dalam eskalasinya dapat menimbulkan gejolak sosial dan kriminalitas[2], terkait dengan masalah hukum khususnya penambangan liar.
Maluku terletak diantara pertemuan tiga lempeng utama pembentuk kerak bumi yaitu lempeng Eurasia (utara), lempeng Indo Australia (selatan), dan lempeng Pasifik (barat), merupakan daerah potensi bagi terbentuknya berbagai cabakan bahan galian mineral, panas bumi, dan cekungan hydrocarbon. Potensi bahan tambang dan energi yang potensial untuk dikembangkan secara komersil yakni emas, tembaga, nikel, batu gamping, belerang, minyak bumi, dan energi panas bumi, terdapat di berbagai daerah di Provinsi Maluku.[3]
Sejak ditemukannya emas di Gunung Botak desa Dafa dusun Wamsaid Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru Provinsi Maluku pada pertengahan tahun 2012, Gunung Botak menjadi salah satu wilayah pertambangan yang didatangi banyak penambang dari berbagai daerah di Indonesia. Belum adanya kesepakatan dan ketegasan mengenai aturan penambangan emas di Gunung Botak oleh pemerintah daerah membuat wilayah Gunung Botak menjadi tempat subur bagi penambang liar. Tingginya tingkat kriminalitas di wilayah pertambangan Gunung Botak membuat banyak permintaan agar wilayah pertambangan Gunung Botak ditutup bagi kegiatan pendulang emas. Saat ini diperlukan adanya kebijakan daerah yang sesuai dengan peraturan nasional terhadap pengelolaan penambangan emas Gunung Botak, sehingga sumber daya alam berupa emas di Gunung Botak dapat meningkatkan kesejahteran masyarakat Buru dan masyarakat Maluku pada umumnya.
Berbagai kepentingan dalam kegiatan pertambangan harus pula memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat yang sejak kemerdekaan telah memiliki hak kepemilikan terhadap lahan yang dikelola sebagai wilayah pertambangan. Negara melalui Pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk menghormati hak-hak yang dimiliki masyarakat hukum adat yang didasarkan pada hak-hak asal usul.[4]
Tambang Emas Pulau Buru di Gunung Botak
Pulau Buru merupakan salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku. Pulau Buru menempati urutan ketiga setelah pulau Halmahera di Maluku Utara dan pulau Seram di Maluku Tengah. Pulau ini terkenal sebagai pulau pengasingan bagi para tahanan politik pada zaman pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto.[5] Letak geografis Kabupaten Buru pada 2º25’ – 3º55’ Lintang Selatan dan 125º70’ – 127º21’ Bujur Timur. Pulau Buru 9.599 Km2, memiliki panjang 140 km dan lebar 90 km dengan puncak gunung tertinggi Kan Palatmada 2.429 m. Dengan tiga pegunungan yang dipisahkan oleh struktur kelurusan lembah. Pada bagian barat tapak Kan Palatmada dengan ketinggian diatas 2000 m, yang dibatasi oleh lembah depresi Sungai Nibe-Danau Rana dan Sungai Wala. Pada blok tengah dengan ketinggian diatas 1000 m yang dibentuk oleh Teluk Kayeli dan Lembah Apu, blok selatan dibentuk oleh Lembah Kalua dengan Gunung Batabual 1.731 m. [6]
Tambang emas di Gunung Botak pulau Buru menjadi harapan baru bagi masyarakat Buru pada khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Buru. Emas adalah unsur kimia dengan nomor atom 79 dan massa atom 196,967 berupa logam dengan titik lebur 1.063° C dan titik didih 2.600° C, emas merupakan logam yang paling lenting dan mudah ditempa, juga konduktor yang baik. [7] Cara penambangan emas tergantung pada keadaan geologi bentuk dan letak. Endapan emas sekunder, ditambang secara sederhana dengan cara terbuka, dengan sistem pendulangan atau dengan tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja, tanpa menggunakan perlatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar. Penambangan endapan emas primer memerlukan modal besar dan padat teknologi.[8]
Penambangan emas yang dilakukan di Gunung Botak pulau Buru oleh masyarakat setempat dan para pendatang masih menggunakan cara yang sangat sederhana. Para penambang menggali lubang fertikal maupun horizontal, 5 sampai dengan 10 meter untuk mengambil batuan yang mengandung emas. Kegiatan penambangan tersebut melalui beberapa tahap antara lain; pemilik lahan atau lubang, penggali lubang terowongan, dan orang yang bertugas memikul atau membawa hasil galian. Aktifitas pada proses ini dapat menghasilkan pendapatan yang cukup bagi para penambang. Sehingga banyak masyarakat yang tergiur untuk melakukan kegiatan penambangan dan meninggalkan pekerjaan mereka yang lama.
Besarnya penghasilan yang di dapat penambang dari kegiatan penambangan emas di Gunung Botak diikuti pula dengan besarnya dampak yang dapat terjadi akibat adanya penambangan emas tersebut. Dalam tulisan ini dampak sosial yang ditimbulkan dari adanya penambangan emas di Gunung Botak dapat dilihat dari beberapa sisi, diantaranya dari sisi ekonomi, kesehatan, kemanan, lingkungan dan hukum.
Dari sisi ekonomi, harga barang melonjak melebihi standar harga yang berlaku. Kajian ekonomi regional propinsi maluku triwulan I – 2012, empat imbas yang timbul akibat ditemukannya tambang emas di Buru, antara lain : Pertama, peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pertambangan. Hasil dari penambangan emas yang menggiurkan dan menghasilkan uang dalam waktu relatif singkat dibandingkan dengan bertani membuat banyak masyarakat yang meninggalkan sawah dan ladang untuk pergi ke area penambangan emas. Kedua, peningkatan upah buruh tani. Adanya tambang emas membuat standar upah buruh meningkat karena buruh membandingkan hasil yang lebih menjanjikan jika bekerja menjadi penambang dibandingkan dengan bertani. Hal ini membuat petani sulit mendapatkan buruh tani dengan upah yang murah. Ketiga, penduduk Buru terancam kekurangan pasokan beras karena produksi yang menurun. Mengacu pada perhitungan, Bulog berencana membeli 4000 ton/tahun untuk didistribusikan ke wilayah Maluku. Namun saat ini kondisi terbalik 180 derajat. Buru menjadi daerah yang kekurangan beras. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Bulog Maluku menyuplai raskin dari Ambon ke Buru. Sejak bulan Januari 2011 sebanyak 1700 ton raskin dari gudang di Ambon sudah dikirim ke Pulau Buru. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya Buru merupakan pemasok raskin ke Ambon yang didistribusikan ke wilayah Maluku. Keempat, terdapat persaingan antara Bulog dan para penambang untuk mendapatkan beras yang terbatas. Bulog Maluku membeli beras dari para petani dengan harga Rp. 6.600,00/kg sedangkan para penambang yang memiliki daya beli di atas rata-rata yakni sebesar Rp. 8.000,00/kg. Menurut catatan Bulog, dari target pembelian sebanyak 4000 ton pada tahun 2012, sampai triwulan I-2012, Bulog mendapatkan 65 ton. [9]
Dari sisi kesehatan salah satunya, virus mematikan: HIV/AIDS teridentifikasi di pulau Buru, empat pekerja seks komersial (PSK) diketahui positif mengidap HIV. Kondisi ini mendapat perhatian serius pemerintah Kabupaten Buru yang langsung melakukan berbagai sosialisasi pencegahan penularan virus tersebut. Pemerintah bersama aparat kepolisian juga melakukan razia di hotel dan penginapan yang ada di Pulau Buru.[10] Limbah mercury yang sudah diluar ambang batas toleransi akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan secara luas terhadap masyarakat Kabupaten Buru, terlebih khusus lagi mereka yang terkontaminasi limbah tersebut.[11] Kesulitan penambang memperoleh air bersih dan penambangan dilakukan berhari-hari tanpa memperhatikan kesehatan, para penambang banyak yang menderita penyakit kulit.
Dari sisi keamanan, sering terjadi bentrokan antar warga asli dan warga pendatang yang menewaskan beberapa penambang. Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di wilayah pertambangan yang penyelesaiannya tidak dilakukan secara tuntas membuat kekhawatiran masyarakat sekitar. Terjadi perkelahian antar orang gunung pemilik tanah ulayat, meningkatnya pencurian di rumah-rumah warga terutama yang memiliki banyak emas, mengakibatkan masyarakat setempat menjadi resah.
Dari sisi lingkungan, daerah Gunung Botak menjadi rawan longsor karena adanya penggalian-penggalian lubang untuk pertambangan. Banyak pohon yang ditebang/dirusak untuk keperluan para penambang membuat tenda dan membuat lubang tambang, daerah yang mulanya merupakan ekosistem hutan berubah menjadi lubang tambang yang ditinggalkan penambang tanpa dilakukan rehabilitasi hal ini sangat merusak lingkungan.
Hilangnya ekosistem hutan yang berganti menjadi daerah pertambangan telah menghilangkan fungsi ekosistem hutan sebagai pertukaran energy (energy circuits), siklus hidrologi, rantai makanan mahluk hidup, mempertahankan keanekaragaman hayati, daur nutrient dan pengendali ketika terjadi pencemaran. Kerusakan ekosistem hutan berdampak pada ketidakseimbangan sistem alam.[12] Sungai yang mulanya bersih menjadi kotor dan tercemar mercury.
Dari sisi hukum tidak adanya aturan hukum yang khusus mengatur kegiatan pertambangan di Gunung Botak, serta tidak adanya prosedur administrasi yang harus dilakukan untuk mengatur kegiatan para penambang tersebut mengakibatkan penambang liar selalu bertambah setiap waktu. Gunung Botak menghasilkan emas, diharapkan emas membawa kemakmuran bagi masyarakat Buru khususnya dan masyarakat Maluku pada umumnya dan bukan sebaliknya.
Penambang Liar dan Kebijakan Daerah
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebasar-besarnya kemakmuran rakyat. Mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.[13] Hak menguasai negara atas bahan galian adalah hak dan kewenangan negara dalam mengendalikan, mengatur dan mengambil manfaat dan hasil atas pengelolaan dan penguasaan bahan galian yang pelaksanaannya harus lebih mengutamakan kebutuhan dan kepentingan nasional, dalam rangka menjaga stabilitas pertahanan, keamanan dan ketahanan ekonomi negara yang didistribusikan secara adil dan proporsional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[14]
Istilah pertambangan liar terjadi karena keluarnya Surat Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi No. 01P/201/M.PE/1986 tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (golongan A dan B ). Di dalam Kepmen tersebut disebutkan bahwa usaha pertambangan rakyat yang dilakukan setelah adanya kuasa penambangan atau kontrak karya dianggap tidak sah dan dapat digolongkan sebagai penambangan liar. Ini artinya pertambangan rakyat yang tidak mendapat kuasa tambang digolongkan sebagai pertambangan liar.[15]
Tiga faktor utama munculnya penambangan liar yaitu : Pertama, faktor ekonomi. Masalah kemiskinan dan tidak ada alternatif sumber pendapatan lain mendorong masyarakat mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dengan menggali bahan tambang secara liar. Hal ini diperparah dengan adanya pelaku ekonomi bermodal yang tergiur untuk mendapat rente ekonomi secara jangka pendek dengan membiayai kegiatan penambangan liar. Kedua, faktor peraturan dan kapasitas aparatur. Tidak ada perangkat aturan dan kebijakan yang tegas, konsisten, dan transparan yang mengatur usaha pertambangan termasuk di antaranya dalam perizinan, pembinaan, kewajiban, dan sanksi. Lemahnya pemahaman aparat pemerintah lokal dalam pemahaman tata laksana penambangan yang benar (good mining practices) dan perilaku aparat yang berusaha mengambil manfaat pribadi atas kegiatan penambangan liar, menjadi faktor penting tumbuhnya penambangan liar. Ketiga, faktor pola hubungan dan kebijakan perusahaan berizin. Hubungan antara penambangan liar dan perusahaan berizin yang dijarah dilandasi oleh rasa curiga dan konflik. Dengan pola hubungan seperti ini dan penerapan kebijakan yang represif untuk mengusir penambangan liar sesegera mungkin, mungkin akan menjadikan penambangan liar sulit diberantas. [16]
Ciri-ciri pertambangan tanpa izin, diantaranya: Pertama, produktifitas rendah, karena kemampuan yang terbatas dalam cara penambangan, lebih banyak disebabkan oleh kesederhanaan cara kerja alat dan hanya ingin memperoleh keuntungan secara cepat. Kedua, mengabaikan lingkungan, disebabkan kemudahan untuk memperoleh emas, umumnya tidak memperhatikan cara-cara penambangan dan pengolahan yang benar. Ketiga, kurang memperhatikan keselamatan kerja, ketidak tahuan mengenai K3 dan teknik penambangan menyebabkan sering terjadinya kecelakaan yang dapat merenggut nyawa penambang. Keempat, tidak memperhatikan konservasi bahan galian. [17]
Melihat faktor penyebab dan ciri-ciri pertambangan tanpa izin diatas, kegiatan penambangan emas yang dilakukan di Gunung Botak memenuhi unsur kedua komponen tersebut untuk dikatakan sebagai pertambangan tanpa izin. Para penambang di Gunung Botak juga dapat disebut sebagai penambang liar karena tidak memiliki kuasa atau izin untuk pertambangan.
Penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu, penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan harus dilakukan berdasarkan pedoman dan standar yang baku agar diperoleh kejelasan dan kepastian bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang mineral dan batubara.[18]
Terhadap kegiatan penambangan emas di Gunung Botak, menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Buru sesuai ketentuan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Minerba pasal 8 yaitu : a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah. b. pemberian Ijin Usaha Pertambangan/IUP dan Izin Pertambangan Rakyat/IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan (pertambangan operasi produksi) di wilayah kebupaten/kota atau laut sempai dengan 4 mil. c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara. d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada wilayah kabupaten/kota. e. penyusunan neraca sumberdaya mineral dan batubara pada wilayah kabupaten/kota. f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha pertambangan secara optimal. h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada menteri dan gubernur. i. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada menteri dan gubernur. j. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang dan. k. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.
Izin Pertambangan Rakyat atau IPR, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, Pasal 67, menyatakan bahwa Bupati dapat memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perorangan maupun kelompok masyarakat atau koperasi, yang mana sebelumnya pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada Bupati. Pasal 72; mengenai tata cara pemberian IPR diatur dengan peraturan daerah kabupaten. Kedua ketentuan ini dapat menjadi dasar pertimbangan pembentukan suatu peraturan daerah di kabupaten Buru yang mengatur tentang masalah pertambangan guna menanggulangi kegiatan penambangan liar.
Pengelolaan penambangan liar di gunung botak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan membuat kebijakan-kebijakan terkait pemberian ijin atas penambangan dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, Pasal 48, setiap usaha pertambangan rakyat pada wilayah pertambangan rakyat dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan izin pertambangan rakyat. Izin pemohon harus memenuhi; a. persyaratan administratif. b. persyaratan teknis. c. persyaratan finansial.
Persyaratan administratif untuk orang perorang : surat permohonan, kartu tanda penduduk, komoditas tambang yang dimohon, surat keterangan dari kelurahan atau desa setempat. Untuk kelompok masyarakat : surat permohonan, komoditas tambang yang dimohon, surat keterangan dari kelurahan atau desa setempat. Untuk koperasi setempat : surat permohonan, nomor pokok wajib pajak, akte pendirian koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, komoditas tambang yang dimohon, surat keterangan dari kelurahan atau desa setempat. Persyaratan teknis berupa surat pernyataan yang memuat: sumuran pada ijin pertambangan rakyat paling dalam 25 (dua puluh lima) meter, menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk satu ijin pertambangan rakyat, tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak. Persyaratan finansial, hanya disyaratkan bagi koperasi setempat.
Selain mengelola tata laksana pemberian izin bagi para penambang, kebijakan-kebijakan pemerintah Buru juga harus memperhatikan keberadaan tanah-tanah ulayat agar kebijakan perizinan yang dilakukan di wilayah pertambangan Gunung Botak tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat adat. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 18 B ayat 2, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Penutup
Untuk menghindari adanya penambangan liar di Gunung Botak, pemerintah daerah Buru dapat membuat suatu aturan khusus mengenai pertambangan yang disusun atas dasar prinsip-prinsip keseimbangan aspek-aspek ekonomi, ekologi, sosial, politik, lingkungan dan hukum. Pemerintah daerah juga dapat mengeluarkan berbagai peraturan baru yang lebih meningkatkan peran dan partisipasi rakyat daerah khususnya para pemegang hak ulayat, yang didalamnya memuat pembagian zona wilayah pertambangan, mencegah terjadinya tumpang tindah kepentingan. Tindakan dan sanksi yang tegas oleh aparat hukum diperlukan terhadap pelaku tindak kriminal yang dilakukan dalam kegiatan pertambangan Gunung Botak.
Daftar Bacaan
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010.
Mangara P. Pohan dan Ridwan Arief, Evaluasi Potensi Bahan Galian Pada Bekas Tambang Dan Wilayah Peti Daerah Balai Karangan Sanggah Kalimantan Barat, Proceeding Pemaparan Hasil-hasil Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan Tahun 2006, Pusat Sumber Daya Geologi .
S.E.M. Nirahua, Penegakan Hukum Terhadap Aktivitas Penambangan Emas Di Gunung Botak, melalui: www.fhukum-unpatti.org,
Ary Wahyono, Pentingnya Komunikasi Antara Stake Holders Dalam Penanganan Pertambangan Tanpa IJIN (PETI), Komunika Vol 9 No 2 2006 51-62. Melalui:
Siallagan, Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus: Desa Cisarua, Desa Malsari, Deasa Kantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor), Institut Pertanian Bogor,2010, melalui:
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Maluku Triwulan I – 2012, Boks 1 Imbas Penemuan Tambang Emas Di Pulau Buru, melalui : http://doc-00-94docuiwer.googleusercontent. com.
Rudianto Ekawan, Mengatasi Penambangan Liar, melalui : http://artikel-tambang.blogspot.com/ 2004/08/mengatasi-penambangan-liar.html .
Gubernur Siapkan 300 Personil TNI/Polri Tutup Paksa Gunung Botak, melalui : http://www.malukuprov.go.id/index.php/component/k2/item/138-gubernur-siapkan-300-personil-tni-polri-tutup-paksa-gunung-botak
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
Undang-Undang No. 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan usaha Pertambangan Mieral Dan Batubara.
Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 Tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara
[1] Tulisan ini diterbitkan dalam sebuah buku KOMPILASI PEMIKIRAN TENTANG DINAMIKA HUKUM DALAM MASYARAKAT (Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013), 2013
[2]Ary Wahyono, Pentingnya Komunikasi Antara Stake Holders Dalam Penanganan Pertambangan Tanpa IJIN (PETI), Komunika Vol 9 No 2 2006 51-62. Melalui: http://books.google.co.id/books?id=cOZMuLJt6q8C&pg= PA62&lpg=PA62&dq=Kebijakan+daerah+tentang+pertambangan+liar&source, diakses pada tanggal 3 Maret 2013
[3]http://www.bkpmd-maluku.com/index.php/komoditi-unggulan/pertambangan, di akses pada tanggal 3 Maret 2013.
[4] S.E.M. Nirahua, Penegakan Hukum Terhadap Aktivitas Penambangan Emas Di Gunung Botak, melalui: www.fhukum-unpatti.org, diakses pada tanggal 3 Maret 2013.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Buru_tpc_1967.jpg, diakses pada tanggal 3 Maret 2013
[6] http://www.burukab.go.id/, diakses pada tanggal 3 Maret 2013
[7]http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2110364-pengertian-emas/#ixzz2MOiYSr7p diakses pada tanggal, 4 Maret 2013
[8]Siallagan, Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus: Desa Cisarua, Desa Malsari, Deasa Kantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor), Institut Pertanian Bogor, 2010, melalui: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27350/Bab%20II%20Tinpus%20H10mbs-4.pdf?sequence=7, diakses pada tanggal 3 maret 2013.
[9]Kajian Ekonomi Regional Propinsi Maluku Triwulan I – 2012, Boks 1 Imbas Penemuan Tambang Emas Di Pulau Buru, melalui: http://doc-00-94-docuiwer.googleusercontent.com. Diakses pada tanggal 4 maret 2013
[10]Data melalui internet, diakses pada tanggal 4 maret 2013
[11]Gubernur Siapkan 300 Personil TNI/Polri Tutup Paksa Gunung Botak, melalui : http://www.malukuprov.go.id/index.php/component/k2/item/138-gubernur-siapkan-300-personil-tni-polri-tutup-paksa-gunung-botak , diakses pada tanggal 4 Maret 2013
[12]Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 193.
[13] Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
[14] Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 25.
[15] Ary Wahyono, Pentingnya Komunikasi Antara Stake Holders Dalam Penanganan Pertambangan Tanpa IJIN (PETI), Komunika Vol 9 No 2 2006 51-62. Melalui: http://books.google.co.id/books?id=cOZMuLJt6q8C&pg= PA62&lpg=PA62&dq=Kebijakan+daerah+tentang+pertambangan+liar&source, diakses pada tanggal 3 Maret 2013
[16]Rudianto Ekawan, Mengatasi Penambangan Liar, melalui: http://artikel-tambang.blogspot.com/2004/08/ mengatasi-penambangan-liar.html . Diakses pada tanggal 9 Maret 2013.
[17] Mangara P. Pohan dan Ridwan Arief, Evaluasi Potensi Bahan Galian Pada Bekas Tambang Dan Wilayah Peti Daerah Balai Karangan Sanggah Kalimantan Barat, Proceeding Pemaparan Hasil-hasil Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan Tahun 2006, Pusat Sumber Daya Geologi, hlm 253.
[18]Penjelasan Undang-Undang No. 55 Tahun 2010 Tentang pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan usaha Pertambangan Mieral Dan Batubara.