Ambon, MalukuPost.com – Pemerintah Negri (Pemneg) Soya gandeng Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Fakhum Unpatti) Ambon menggelar diskusi “Problematika Hukum di Desa”. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis Fakhum ke-67, dan dipusatkan di Kantor Negeri Soya, Rabu (13/09/2023) dan dibuka secara langsung oleh Dekan Fakhum Unpatti Ambon, Rory Jeff Akyuwen.
Kegiatan diskusi adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat lantaran Negeri Soya di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, merupakan salah satu desa binaan Fakhum Unpatti selain juga Negeri Seith, di Kecamatan Lehitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Raja Negeri Soya, John. L. Rehatta dalam sambutannya menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada pihak Unpatti Ambon, khususnya Fakhum yang sedianya dapat menggelar diskusi Problematika Hukum di Desa, yang memang merupakan hal yang sangat penting dan urgensi terutama bagi Negeri Soya sendiri.
“Saya sangat berterima kasih atas dilakukannya kegiatan ini, karena memang Negeri Soya sebagai salah satu negeri adat di Maluku, khususnya di Kota Ambon terkadang sering terkendala dan menghadapi tantangan antara hukum positif yang berlaku di Indonesia dengan hukum adat dalam masyarakat adat yang sudah dijalankan sejak dulu,” ungkapnya.
Dijelaskan Rehatta, adakalanya hukum menjad bahan permainan, karena antara para pelaku hukum yang satu dan para pelaku hukum yang lain, mereka dengan pemikiran serta agumentasinya dalam menafsir hukum, sehingga secara tidak langsung membuat persoalan hukum itu sendiri tidak dapat terselesaikan dengan baik di kalangan masyarakat bawah, kendatipun sudah ada putusan yang berkakuatan hukum tetap atau inkrah.
“Ini banyak terjadi dalam penerapan hukum terkait persoalan-persoalan tanah di Maluku maupun di Kota Ambon, yang mana sebagai salah satu negeri adat yang punya petuanan cukup besar, sering mengalami hal itu. Saya sering berpikir bahwa hukum ini tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah apalagi soal-soal tanah,” ujarnya.
Menurut Rehatta, orang-orang yang mengerti tentang hukum positif yang berlaku saat ini, tapi mereka tidak mengerti dan memahami secara benar tentang hukum adat itu sendiri. Kenapa? Karena sebelum ada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan produk hukum-hukumnya, hukum adat itu sudah ada dan berlaku sampai saat ini dalam kalangan masyarakat adat.
“Sebelum kita kenal hukum agamapun, kita sudah mengenal hukum adat, walaupun hukum adat itu sendiri tidak banyak yang tertulis, namun sangat melekat dan berlaku pasti untuk masyarakat. Sedangkan kalau hukum tata negara atau hukum positif bisa diplintir kiri kanan, sehingga yang benar bisa salah dan salah bisa benar. Itu banyak terjadi dan bisa dilihat saat ini,” tandasnya.
Rehatta juga sangat bersyukur di masa pemerintahannya ada kegiatan yang sangat baik dan benar-benar menyentuh kepentingan masyarakat adat di Negeri Soya, sehingga generasi Soya kedepan dapat memahami hukum itu sendiri, karena maknanya sangat besar sekali.
“Banyak hal yang harus kita pelajari tentang hukum ini. Satu yang saya mau katakan, kita boleh main dengan semua hukum, tapi jangan sekali-kali bermain dengan hukum karma. Jadi apa yang benar katakanlah benar dan yang salah katakanlah itu salah. Jangan diputarbalikan hanya karena kepentingan,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, kegiatan diskusi “Problematika Hukum di Desa” itu melibatkan semua stakeholder di Negeri Soya, diantaranya Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda hingga Tokoh Perempuan dan unsur-unsur terkait lainnya.
Empat narasumber yang dihadirkan, yakni A. D. Bakarbessy dengan materi Problematika Hukum terkait Perspektif Hukum Tata Negara; Arman Anwar dengan materi Problematika Hukum terkait Perspektif Hukum Lingkungan; Sherly Adam tentang Problematika Hukum terkait Perspektif Hukum Pidana; dan Pieter Radjawane dengan materi Problematika Hukum terkait Perspektif Hukum Perdata.
Dinamika diskusi berjalan sangat dinamis ada ada sesion tanya jawab antara peserta dengan para narasumber.(**)
Sumber : MalukuPost