Kedaulatan Negara Indonesia di Udara
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [1] Ruang wilayah negara meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara. Sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan utuh atas wilayah udara, sesuai dengan ketentuan Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, Pasal 1 disebutkan bahwa “every State has complete and exclusive sovereignity over the airspace above its territory.”[2] Pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyebutkan negara Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia. Ruang udara mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu negara, salah satunya dilihat dari aspek integritas wilayah dan keamanan nasional, yang harus di dayagunakan sebaik-baiknya.[3] Sebagai bagian dari kedaulatan suatu negara, ruang udara mempunyai fungsi strategis sebagai aset nasional yang sangat berharga[4] termasuk didalamnya untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Udara merupakan salah satu sumber daya alam dan unsur lingkungan.[5]Udara selain mengandung sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan untuk kemakmuran rakyat, udara juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain misalnya kepentingan politik. Karakteristik sumber daya alam di udara terdiri dari: sumber daya energi (surya dan angin), sumber daya gas, sumber daya ruang. Kekhasan wilayah udara Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara Benua Asia-Australia, serta di dua Samudera Pasifik-Hindia menyebabkan wilayah udara Indonesia menjadi penggerak sirkulasi udara global dan pembentukan iklim dunia yang merupakan keunggulan strategis wilayah udara Indonesia.[6] Tiga aspek yang harus diperhatikan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya, yakni: 1. Aspek keamanan dan keselamatan, 2. Aspek pertahanan negara, dan 3. Aspek lingkungan hidup. Pertahanan dan keamanan negara adalah segala upaya untuk mempertahankan kadaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.[7]
Kegiatan di wilayah udara Indonesia, terlihat dari kegiatan penerbangan melalui angkutan udara. Hampir tidak ada daerah yang tidak bisa dimasuki maskapai penerbangan.[8] Pertumbuhan penumpang angkutan udara di Indonesia dari tahun 2009 s.d. 2012 sebesar 18,31%, di tahun 2013, penerbangan Indonesia telah mengangkut lebih dari 85 juta penumpang ke berbagai daerah.[9] Wilayah udara Indonesia yang luas, dengan banyaknya kegiatan penerbangan berpotensi mengundang kerawanan terjadi kecelakaan udara dan ancaman pelanggaran wilayah udara Indonesia. Ancaman pelanggaran wilayah udara nasional, selain mengganggu keamanan nasional yang berkaitan dengan kegiatan penerbangan, juga berpengaruh terhadap kedaulatan wilayah apabila ditinjau dari aspek pertahanan negara. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada saat penerbangan antara lain; pesawat tidak teridentifikasi terdiri atas pesawat yang dianggap menyimpang dari jalurnya atau pesawat yang dilaporkan beroperasi di daerah tertentu tetapi tidak memberikan identitasnya kepada ATS (otoritas pelayanan lalu lintas udara). Pesawat yang menyimpang bisa dicurigai sebagai pesawat yang di bajak (penerbangan MH370 milik Malaisya).[10]
Beberapa kasus pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat-pesawat komersil dan militer asing, misalnya :[11] terjadi ketegangan antara Indonesia-Australia terkait banyaknya penerbangan gelap (black flight) dan penerbangan tanpa izin. Pesawat-pesawat F-5 Tiger TNI AU mengusir pesawat jet F-18 Hornet milik angkatan udara Australia yang dinilai telah memasuki wilayah udara Indonesia di atas pulau Roti tanpa izin. Tahun 2003, lima pesawat F-18 Hornet AS nyaris menembak pesawat F-16 TNI AU yang sedang melakukan identifikasi atas penerbangan yang di lakukan di barat laut Pulau Bawean, ketika pesawat F-16 TNI AU mengontak pesawat F-18, kedua peswat tersebut tidak ada jawaban, mereka mengunci (lock on) dan bersiap untuk menembak pesawat F-16 TNI AU.
Di Gunung Salak pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet 100 merupakan pesawat penumpang Rusia, menghilang dalam penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Salah satu peran yang dipertanyakan dalam kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet ini adalah peran ATS atau Air Traffic Control Services karena memberi ijin pesawat untuk turun dari 10.000 ft ke ketinggian 6000 ft.
Tanggal 15 Maret 2014, penerbangan MH370 milik Malaysia dinyatakan hilang, banyak media asing yang menyatakan bahwa pesawat tersebut melewati wilayah Indonesia, namun hal ini dibantah oleh Menteri Pertahanan Indonesia[12] Menurut Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, pesawat tersebut tidak terdeteksi radar sipil Indonesia karena zona menengah yang menjadi wilayah terbang penerbangan sipil memiliki lalu lintas udara sangat padat sehingga tidak teridentifikasi saat berpindah jalur, dan radar militer lebih sulit untuk mengidentifikasi pesawat sipil karena data yang ditampilkan sangat banyak.[13]
Pesawat udara Indonesia yang terbang di atas teritorial Indonesia diwajibkan melapor ke menara pengontrol lalu lintas udara yang dikendalikan FIR Singapura sehingga dirasa kurang nyaman bagi pesawat udara Indonesia.[14] Pendelegasian pengaturan lalu lintas udara di wilayah Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kepada otoritas Singapura sejak tahun 1946 hingga sekarang. Penerbang Indonesia yang hendak melintas wilayah udara di Batam harus meminta izin dahulu ke Singapura.[15]
Pengendalian lalu lintas udara, mengoperasikan dua wilayah FIR (flight Information Region), yakni FIR Jakarta dan FIR Makassar, dan masih dibantu FIR Singapura untuk sektor a, b dan c (wilayah di atas Batam, Matak dan Natuna).[16] Terkait dengan pengendalian lalu lintas udara di Indonesia, dalam seminar Internasional Air Power 2014 Klub Eksekutif Persada Purnawira, Kamis 17 April 2014 membahas khusus mengenai pentingnya FIR di kendalikan dan dikontrol oleh Indonesia.[17] Pada tahun 2008, Kosekhanudnas mencatat militer Singapura 18 kali melanggar batas wilayah Indonesia, pelatihan militer negara Singapura di wilayah udara Indonesia khususnya di atas wilayah udara kepulauan Riau tanpa izin negara Indonesia karena FIR di atas wilayah tersebut berada pada kontrol negara Singapura. Pengendalian wilayah udara Indonesia oleh negara lain tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 1 Tentang Penerbangan, Pasal 6 dan Pasal 5 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara salah satunya untuk kepentingan pertahanan negara. Dalam pendahuluan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, ancaman, yang dihadapi Indonesia dapat berupa ancaman militer maupun ancaman non militer, sehingga kekuatan pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Agar pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan dapat terlaksana secara efektif dan efisien, diupayakan keterpaduan yang sinergis antara unsur militer dengan unsur militer lainnya, maupun antara kekuatan militer dengan kekuatan nir militer. Keterpaduan antara unsur militer diwujudkan dalam keterpaduan Tri-Matra, yakni keterpaduan antar kekuatan darat, kekuatan laut, dan kekuatan udara.
[3] Ida Bagus Rahmadi Supancana, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Kedirgantaraan, penerbit CV Mitra Karya, Jakarta, 2003, hlm. 271.
[8] Indra Sutha, Revolusi Pelayaran dan Penerbangan Sejumlah Masalah Transportasi Indonesia, Penertbit: Kasatua Publising, Jakarta, 2005, hlm. 118.
[9] Disampaikan Direktur Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Bambang Tjahjono pada acara “Jakarta Soekarno-Hatta International Airport Capacity Optimization Workshop” yang diselenggarakan Ditjen Perhubungan Udara bekerjasama dengan Konsultan Penerbangan, Egis Avia di Hotel Gran Melia Jakarta, Rabu (2/4/1014).
[10] Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Bagian 170 Peraturan Lalu Lintas Udara, 170.024.
[11] Mufti Makaarim A, Strategi Pengelolaan Dan Pertahanan Wilayah Perbatasan Udara Republik Indonesia: Tantngan Aspek Politik, Yuridis dan Operasional, Disampaikan Dalam Seminar Perumusan Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Perbatasan, Dep. Pertahanan RI, Jakarta, 2008, hlm. 4.
[14] Urgensi Pengaturan Lalu Lintas Ruang Udara Indonesia Guna Memantapkan Stabilitas Keamanan Wilayah Udara Nasional Dalam Rangka Memperkokoh Kedaulatan NKRI http://www.lemhannas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/edisi16/jurnal%20edisi%2016_materi%208.pdf
[15] Chappy Hakim, Wilayah Udara dikelola negara lain diam, apalagi Penyadapan, melalui :http://politik.rmol.co/read/2013/11/12/132983.
[16] TNI AU Akan Kembalikan Kadaulatan Udara Dari Negara Asing, posted oleh Efran Syah, 17 April 2004, melalui : http://www.artileri.org/2014/04/,
[17]http://www.artileri.org/2014/04/, ibid