PERANAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI

Korupsi

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN DAN

PENANGGULANGAN KORUPSI[1]

 

Sherly Adam

 

A.  Pendahuluan

Korupsi merupakan kejahatan yang mendapat perhatian masyarakat luas. Sejak era reformasi, korupsi menjadi kejahatan yang secara terus menerus mendapatkan perhatian untuk mendapatkan penanganan secara serius. Keseriusan untuk memberantas korupsi karena korupsi merupakan kejahatan yang mengurangi hak-hak warga negara dan menimbulkan kesengsaraan dikalangan masyarakat. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat serta mengamputasi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan.

Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara maupun dari segi kualitas tindakk pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.(Evi Hartanti : 2002)

Tindak pidana korupsi juga merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi.  

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya.

Korupsi akan menyuburkan jenis kejahatan lain di masyarakat. Melalui korupsi, masyarakat biasa, pejabat negara, birokrat bahkan aparat penegak hukum sekalipun dapat membengkokkan hukum. Di Indonesia, korupsi sudah harus dilihat sebagai kejahatan yang luar biasa, bersifat sistemik, serta sudah menjadi epidemik yang berdampak luas.(Juniver Girsang : 2012)

Apabila Korupsi adalah sebuah kejahatan luar biasa yang dpat disebut sebagai extraordinary crimes maka upaya pemberantasannya seharusnya bersifat luar biasa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong agar hukum mampu berperan dalam upaya menciptakan kontrol guna memperoleh informasi dan transparansi terhadap perilaku birokrasi yaitu mencoba mengubah birokrasi yang tertutup menjadi terbuka dan transparan. (Mien Rukmini : 2006) 

Diperlukan upaya yang komperehensif untuk menanggulangi korupsi yaitu melalui upaya pengembangan sistem hukum, karena pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan sistematik yang berkaitan erat dengan kekuasaan sebagimana dijelaskan Indriyanto Seno Adji,( Indriyanto Seno Adji : 2001) “Bentuk kejahatan struktural inilah yang memasukkan format korupsi sebagai bagian dari kejahatan terorganisir. Korupsi yang melanda hampir seluruh dunia ini merupakan kejahatan struktural yang meliputi sistem, organisasi, dan struktur yang baik sehingga korupsi menjadi sangat kuat dalam konteks perilaku politik dan sosial.”

Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara. Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah.

Salah satu cara melibatkan masyarakat, mulai dari keluarga, LSM. penyelenggara negara, penegak hukum pencinta anti korupsi adalah dengan mengetahui secara dini bagaimana teknik korupsi (modus operandi) korupsi itu dilakukan. Sehingga menurut pendapat Surachmin dan Suhandi Cahaya, pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa semakin efektif karena orang kebanyakan akan mengetahui gejala-gejala atau indikasi sesuatu perbuatan dalam pengelolaan keuangan negara atau keuangan publik maupun keuangan privat akan menuju kepada perbuatan korupsi. (Surachmin dan Suhandi Cahaya : 2010).

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003), Pendidikan anti korupsi sudah layaknya ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga.

Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara. Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah. Sehingga dalam penulisan ini yang dikaji adalah Peran Keluarga dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Korupsi.

B.  Pembahasan

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan membentuk berbagai macam unit khusus dan mengatur berbagai kebijakan dalam rangka mempersempit kesempatan bagi siapapun untuk melakukan korupsi. Namun setelah lebih satu dekade upaya pemberantasan korupsi, indeks persepsi korupsi yang menggambarkan tingkat korupsi di Indonesia menunjukkan angka yang sangat fantastis. Indonesia masih menempati urutan pertama negara terkorup di kawasan asia tenggara. Ancaman hukuman mati bagi koruptor bahkan saat ini didengungkan namun bila melihat data statistik yang ada, tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi bahkan semakin terang-terangan dari mulai pelayanan masyarakat di tingkat kelurahan hingga tingkat pusat.

Korupsi diibaratkan sebagai mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain dan hal itu juga yang menyebabkan korupsi seakan-akan tidak memiliki ujung pangkal. Untuk memudahkan pemahaman kita agar dapat mengetahui penyebab-penyebab terjadinya korupsi, maka perlu dibuat rumusan yang agar dapat memudahkan kita dalam memahami dan mengerti faktor penyebab korupsi.

1.      Niat dan Kesempatan

Niat akan dilakukan apabila terdapat suatu suasana yang kondusif, sehingga terbuka kesempatan untuk melakukan perbuatan korupsi. Sebaliknya, suasana yang kondusif dapat menimbulkan niat untuk melakukan pebuatan melanggar hukum termasuk perbuatan korupsi.

Niat adalah faktor internal yang ada di dalam hati atau diri seseorang. Faktor tersebut disebabkan karena lemahnya mental seseorang yaitu terdapat ketidakjujuran, tamak dan sombong dalam hati orang tersebut, dan terkait dengan lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selain faktor internal dari diri seseorang, terdapat juga faktor yang ada diluar diri seseorang yang bisa menyebabkan orang tersebut melakukan perbuatan korupsi, yaitu :

a.       Lemahnya peraturan perundang-undangan sehingga banyak celah-celah yang dimanfaatkan para koruptor, sehingga tidak khawatir dijerat oleh hukum dan dikarenakan ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor;

b.      Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berwajib melakukan pengawasan baik pengawasan yang dilakukan di dalam instansi maupun pengawasan yang dilakukan di luar instansi, dan juga lemahnya pengawasan publik; dan

c.       Dimonopolinya kekuasaan oleh para koruptor yang kebanyakan adalah orang-orang yang memimpin atau yang bekerja disebuah instansi pelayanan publik.

Faktor yang menyebabkan celah-celah atau hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan korupsi, yaitu faktor internal dari seseorang (iman dan moral) dan faktor eksternal yaitu dari lingkungan sekitar, aspek politik, aspek ekonomi dan juga sosial budaya, dan juga aspek hukum. Faktor yang paling utama adalah terdapatnya celah untuk melakukan perbuatan tersebut.

2.      Kekuasaan Monopili dan Kewenangan, serta Pertanggungjawaban yang Lemah
Kekuasaan cenderung dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi. Kekuasaan yang absolut akan menimbulkan menjamurnya perbuatan korupsi. Absolutisme tidak akan lahir jika tingkat kesadaran sosial masyarakat tinggi dan secara kritis melakukan berbagai upaya kontrol kekuasaan.

Korupsi akan terjadi jika resiko yang ditanggung itu rendah. Peluang terjadinya perbuatan korupsi akan terbuka lebar jika instrumen hukumnya lemah dan hukum yang ada tidak memiliki sanksi yang tegas terhadap para pelanggarnya. Rendahnya sanksi hukum yang diberikan akan memberikan kesempatan untuk setiap orang melakukan perbuatan korupsi.

3. Pendekatan Jaringan

Jaringan korupsi melibatkan para elit politik yang terdiri dari pimpinan eksekutif, elit partai politk, petinggi lembaga pradilan dan kalangan bisnis.

Sulitnya pemberantasan korupsi, dikarenakan aparat penegak hukum sering berada di situasi yang dilematis, oleh karena itu jaringan korupsi sulit untuk diterobos dari dalam, karena KKN antara pengusaham, politikus dan penegak hukum sangat kuat, dan juga korupsi sulit diberantas dari luar karena para aparat penegak hukum dapat menyediakan penjahat kelas teri untuk dikorbankan.

4. Pilar-Pilar Integrasi Nasional atau Bangsa

Integritas Nasional atau bangsa adalah proses penyatuan kembali kelompok budaya dan sosial kedalam suatu wilayah nasional. Dalam sistem integrasi, aparat dan lembaga harus menjauhkan diri dari sistem pengawasan atas bawah dan sistem ini harus diubah menjadi pengawasan horizontal, yaitu sistem penyebaran kekuasaan dimana tidak adanya kekuasaan yang dimonopoli oleh orang-orang yang berkepentingan.

Beberapa kajian mengenai tindak korupsi menyebutkan sejumlah sebab atau motivasi orang melakukan korupsi. Satu diantaranya adalah tuntutan keluarga. Alasan tersebut menempati urutan pertama disusul alasan tuntutan masyarakat dan alasan sistem. Pada posisi sebagai alasan pertama bagi seseorang melakukan korupsi, keluarga menjadi entitas yang sangat penting dalam tindak korupsi. Ketika keluarga menjadi alasan seseorang melakukan korupsi pada saat itu pula seharusnya keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi.

Bagaimana agar peran penting keluarga ini dapat optimal. Ada beberapa hal yang menjadi prasyarat keluarga memainkan peran dalam pemberantasan korupsi. Saat ini yang menjadi hambatan terbesar dari optimalisasi peran keluarga adalah minimnya pengetahuan tentang korupsi. Diakui atau tidak, masyarakat umumnya mengetahui seseorang terlibat dalam kasus korupsi adalah ketika orang tersebut diberitakan oleh media tersangkau masalah itu. Selama belum ada yang memberitakan hampir semua orang tidak tahu, pun tahu hanya menduga dan tidak berani melaporkan ke yang berwenang karena tidak bisa memberikan bukti yang kuat di mata hukum. Termasuk anggota keluarganya.

Minimnya pengetahuan masyarakat juga menjadi satu sebab tersendiri suburnya korupsi di negeri ini. Masyarakat ternyata lebih menghormati orang yang kaya dibanding orang berprestasi. Mereka bahkan lebih tidak peduli dari mana orang kaya itu mendapatkan kekayaannya. Selama orang kaya itu baik kepada masyarakat, mau menyumbang lebih untuk membangun jalan, membangun mesjid, gereja dan acara-acara seremonial dilingkungannya dengan korupsi sekalipun akan menempati kedudukan terhormat. Hal inilah yang membuat sistem sanksi sosial tidak dapat berjalan semestinya. Sehingga yang korupsipun tenang-tenang saja.

Untuk mengoptimalkan peran masyarakat terutama keluarga dalam pemberantasan korupsi, sangat perlu sekali edukasi mengenai korupsi kepada masyarakat. Ini adalah pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan oleh KPK, di KPK ada komisi bidang pencegahan. Seharusnya bidang inilah yang secara intensif mendidik masyarakat mengenai korupsi, bahaya dari korupsi, mengajarkan bagaimana mengenali dan mengidentifikasi koruptor-koruptor dilingkungannya masing-masing dan mengajarkan bagaimana seharusnya masyarakat bersikap kepada koruptor tersebut. Karena koruptor saat ini banyak yang berlindung dibalik kebaikannya kepada masyarakat disekitarnya padahal pasti hanya sebagian kecil dari yang ia korupsi yang dibagikan ke masyarakat.

Banyak orang yang mengatakan kalau korupsi ini adalah penyakit yang sudah akut, mendarah dan mendaging dalam masyarakat kita bahkan disebut sebagai budaya. Namun yakin ketika masyarakat paham mengenai korupsi, bahaya yang diakibatkannya mereka pasti akan membenci perbuatan korup itu. Maka dari itu memberikan pemahaman yang benar tentang korupsi kepada masyarakat terutama yang awam adalah hal yang mutlak untuk memberantas korupsi. Karena korupsi adalah budaya maka untuk memeranginya mustahil tanpa melibatkan masyarakat secara langsung.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menegaskan, peran keluarga sangat penting dalam pemberantasan korupsi. Tidak hanya istri atau suami, anak dan orang tua juga memegang peranan penting. "Kalau salah satu keluarga melakukan korupsi, siapa yang akan menanggung malu. Semua akan terkena imbasnya, anak, suami, istri, orang tua juga kena". Menurut Busyro, yang paling menonjol adalah peran istri, karena bisa saja suami yang semula anti korupsi, terjerumus karena bujukannya. Sebagai istri menurut Busyro, harus bisa ikut menghalangi, mengingatkan, atau bahkan mencegah jika suaminya akan melakukan tindakan korupsi. (Busyro Moqoddas: 2013)

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003),

Untuk itu didalam keluarga (suami, istri, anak dan orang tua) perlu ditanamkan nilai-nilai anti korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Berikut dibawah ini penjelasan dari tiap-tiap nilai-nilai anti korupsi yang dapat ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga, meliputi :

1.    Kejujuran dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan keluarga, tanpa sifat jujur dalam keluarga diantara suami, istri, anak dan orang tua, tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai dengan rasa kebersamaan dan rasa memiliki satu sama lain  sangatlah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan keluarga. Jika anggota keluarga terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup rumah tangga maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai anggota keluarga tersebut. Sebagai akibatnya anggota keluarga akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap orang tersebut yang terlihat berbuat curang atau tidak jujur.

2.    Nilai kepedulian sangat penting bagi anggota keluarga dan di masyarakat. Apabila anak sebagai salah satu anggota keluarga merupakan calon pemimpin masa depan memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun diluar lingkungan keluarga. Rasa kepedulian seorang anak harus ditumbuhkan sejak anak itu tumbuh dan berkembang dalam keluarga, anak diajarkan untuk peduli kepada ayah, ibu maupun saudara-saudaranya, peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Bentuk kepeduliannya dengan cara tidak berbuat kecurangan bagi orang lain, misalnya  pada saat berada di sekolah tidak mencontek waktu ujian, seorang anak dalam membuat laporan keuangan kelas dengan jujur.

3.    Nilai kemandirian dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana masing-masing anggota keluarga tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut setiap anggota keluarga dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain yang mengerjakan tanggung jawab itu.

4.    Kedisiplinan. Dalam mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer, namun hidup disiplin dalam keluarga dimana setiap anggota keluarga dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya orang tua akan lebih percaya dengan anaknya yang hidup disiplin untuk belajar.

5.    Tanggung jawab. Apabila dalam keluarga setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas masing-masing, misalkan seorang anak diberikan tanggung jawab oleh orang tua dalam mengerjakan pekerjaan rumah rumah, maka anak tersebut melaksanakan tugas itu dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

6.    Sederhana. Gaya hidup yang tidak mewah, menjaga hati dan jiwa dari sifat pamer, iri hati, ingin dipuji, sombong dan lain sebagainya dengan cara tidak melakukan perbuatan yang bisa menimbulkan kata-kata sombong, pamer, iri seperti sering mengonta-ganti mobil.

7.    Keberanian. Untuk mengembangkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan anggota keluarga dibutuhkan kerja keras, melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas dalam mempeoleh sesuatu, belajar dengan sungguh-sungguh dalam mempeoleh apa yang ingin dicapai.

8.    Keadilan. Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya.

Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan cara meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang ada terutama norma agama, karena semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat). Apabila benteng keimanan dan ketakwaan sudah sangat kokoh, serta niat yang telah bulat untuk tidak malakukan hal-hal yang berbau korupsi, maka semua bentuk kejelekan atau keburukan yang ada dan kesempatan untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan perbuatan korupsi akan sulit masuk ke dalam diri kita yang dikarenakan telah tertanam keimanan dan ketakwaan, serta niat yang baik karena Tuhan Yang Maha Esa dan takut kepada-Nya.

Dalam kaitannya dengan Norma Agama, kontrol internal dalam diri pribadi sangat diperlukan agar seseorang tidak melakukan hal-hal yang buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Kontorl internal yaitu kontrol dari dalam diri sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontrol internal seperti beribadah menurut agama masing-masing, menambah pemahaman terhadap korupsi, mengetahui dampak dari perbuatan korupsi, resiko yang harus dihadapi jika melakukan korupsi dan bahaya korupsi bagi diri kita, keluarga kita dan masyarakat luas.

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh masyarakat, mulai dari keluarga, LSM. penyelenggara negara, penegak hukum untuk tidak melakukan tindakan tidak terpuji telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan.Tetapi pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan aspek penyebab dan dampak dari korupsi tersebut. Strategi itu mencakup aspek preventif, detektif, dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus serta konsisten tanpa pandang bulu. Strategi Preventive, diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau memindahkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi, Strategi Represif, dimana penanggulangan secara represif pada dasarnya merupakan tindak lanjut atas penyimpangan yang ditemukan dari langkah-langkah detektif.

 

C.  Penutup

Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku di masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi memiliki dampak yang masif dalam segala bidang, baik dalam penyelenggaraan negara maupn ekonomi masyarakat maka sangat diperlukan peranan dari segala pihak utnuk memeranginya. Keluarga sebagai komponen masyarakat yang akan meneruskan kelangsungan penyelenggaraan negara dan masyarakat dimasa yang akan datang harus dipersiapkan sejak dini untuk memiliki sikap anti korupsi mulai dari lingkungan pendidikannya. Untuk itu didalam keluarga (suami, istri, anak dan orang tua) perlu ditanamkan nilai-nilai anti korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan cara meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang ada terutama norma agama, karena semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat). Memang melihat fenomena korupsi yang ada saat ini sepertinya sangat sulit untuk memberantas korupsi yang menggurita dinegeri ini, namun ini adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia untuk memberantasnya karena pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) .

 

DAFTAR BACAAN

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Cetakan 1, Jakarta, 2001.

Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Juniver Girsang, Abuse Of Power Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, JG Publishing, Jakarta, 2012.

Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung, 2006.

Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi, Untuk mengetahui dan Mencegah, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Busyro Moqoddas: Korupsi Bikin Malu Istri Dan Anak, Reporter : Arie Sunaryo  merdeka.com, Diakses pada Tanggal 12 Maret 2013.

Buku Pendidikan Anti Korupsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2011.

 


[1] Tulisan ini diterbitkan dalam sebuah buku KOMPILASI PEMIKIRAN TENTANG DINAMIKA HUKUM DALAM MASYARAKAT (Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013), 2013

 

Tinggalkan Balasan