PERANAN MASYARAKAT MADANI DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT ASEAN *)
Arman Anwar **)
- Pengantar
Dalam era perkembangan masyarakat ASEAN, baik dalam membangun pilar ekonomi, dan sosial budaya maupun politik dan keamanan, terkandung suatu niat baik yaitu menciptakan komunitas ASEAN yang didasarkan pada norma dan nilai bersama, menciptakan kawasan yang kohesif dan stabil yang didasarkan pada tanggung jawab bersama dan keamanan yang komprehensif serta bersifat dinamis ditengah dunia yang semakin terintegrasi. Keinginan mulia ingan membangaun kawasan ini menjadi kawasan yang kompetitif, meningkatkan pembangunan dan kesejahteran sosial, keadilan dan HAM dalam identitas ASEAN diharapkan dapat mempersempit jurang pembangunan antar negara anggota ASEAN.
Mewujudkan cita-cita mulia ini tentunya membutuhkan kerja keras dan kesiapan civil society pada setiap negara anggota ASEAN. civil society atau juga sering disebut masyarakat madani merupakan konsep masyarakat yang ideal, masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kemajemukan,dan maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Oleh karena itu, M. Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama (M.Dawan Rahardjo. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1999. hal. xxiii). A. Syafii Maarif menyebut masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egaliter, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Persoalannya mempersiapkan atau membentuk masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya
dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya, adalah membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang. Masyarakat madani bukanlah masyarakat yang instan atau sekali jadi, yang hampa dari nilai-nilai, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya pemerintahan yang didasarkan pada nilai-nilai demokrasi (democratic governance) dan masyarakat sipilnya yang mampu mempraktekan nilai-nilai demokrasi (democratic civilian) dalam segala aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai civil security, civil responsibility dan civil resilience. Prakondisi semacam ini sangat dibutuhkan ketika akan memasuki suatu hubungan relasional yang lebih luas dan kompleks seperti masyarakat ASEAN.
- Peluang dan Tantangan dalam Masyarakat ASEAN
Seiring dengan terbukanya peluang yang dapat diambil dalam momentum kerjasama masyarakat ASEAN, suka atau tidak suka kita juga akan diperhadapkan pada tantangan yang harus dihadapi berupa kondisi persaingan perdagangan yang kompetitif antar negera-negara ASEAN. Oleh karena itu, bagi sebagian kalangan masyarakat anggota negara-negara ASEAN yang tidak siap apalagi tidak memahami urgensi dari terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN maka tentu akan timbul persepsi dikalangan mereka bahwa dalam momentum kerjasama dimaksud akan terjadi persaingan/kompetisi yang ketat di sektor perdagangan barang dan jasa dalam pasar tunggal ASEAN, kemudian akan timbul juga kekhawatiran masuknya nilai-nilai budaya asing yang mungkin akan sulit dibendung termasuk juga adanya ke kekhwatiran memanasnya suhu politik dan keamanan di kawasan akibat efek domino dari dampak yang ditimbulkannya. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan dan memang patut diwaspadai. Pasar tunggal ASEAN pasti berdampak pada semakin kompetitifnya persaingan disektor perdagangan dan industri. Kohesifitas budaya dan skala ancaman keamanan di beberapa tempat karena sengketa perbatasan, berpotensi konflik yang dapat menimbulkan kerawanan di kawasan. Untuk itu, maka hanya negera yang stabilitas ekonomi, sosial budaya dan politik serta keamanan yang terjaga baik saja yang akan mampu berkompetisi dan meraup keuntungannya. Potensi luar biasa
yang dapat diraih berupa terciptanya lapangan kerja yang luas pada sarana-sarana produksi dan pelayanan jasa serta industri, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat, mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi. Dan imbas positifnya juga akan terasa pada peningkatan pendapatan ekonomi rakyat karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mengalirnya devisa yang besar bagi negara atau PAD bagi daerah, serta merambah hingga sampai pada perluasan cakupan ekonomi yang dapat meningkatkan daya tarik daerah sebagai tujuan investasi dan pariwisata. Semuanya ini hanya dapat terjadi bilamana pemerintah dikelola dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan mampu mempercepat penyesuaian peraturan-peraturan dan standarisasi domestik yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut. Intinya kerjasama ekonomi masyarakat ASEAN menjanjikan sumber-sumber daya ekonomi dan distribusi kesejahteraan akan lebih dinikmati oleh rakyat. Sebaliknya, negera dan pemerintah daerah yang tidak siap akan tergerus oleh kuatnya arus persaingan dan daya saing melawan berbagai negara dalam merebut pangsa pasar dan daerah produksi. Akhirnya hanya bisa menjadi penonton dan menjadi tamu dirumah sendiri.
Persaingan antar negara pasti memunculkan konflik ‘trade war’ (perang dagang), karena pada satu sisi terdapat negara-negara yang memiliki kemampuan mengelola potensi ekonomi dengan sistem manageman yang profesional dan didukung dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju serta dikelola dengan prinsip efesiensi yang tinggi karena didukung oleh sumber daya masyarakat dan pemerintah yang berkualitas serta pelaku usaha bisnis yang kuat. Negara-negara yang kuat seperti ini akan lebih mampu menangkap peluang pasar sektor perdagangan dan indutri dan mampu meluaskan basis produksi dan jasanya di negara lain. Sementara itu, bagi ada negara-negara yang memiliki potensi pasar yang besar dengan tingkat konsumen yang tinggi, namun sumber daya masyarakatnya lemah dan kesiapan pemerintahnya kurang cerdas dalam mengatur regulasi dan kebijakan perdagangan internasional untuk memproteksi pasar dalam negeri secara baik, ditambah lagi pelaku usahanya yang kurang profesional maka tentu akan menjadi peluang bagi negara-negara yang kuat tadi untuk mendapatkan keuntungan yang besar atas kelemahan tersebut. Kenyatan ini sesuai dengan fakta bahwa ketimpangan di sektor perdagangan dan industri antara negara anggota ASEAN masih memprihatinkan, disparitas di sektor ini menyebabkan tingkat kesiapan masyarakat yang berbeda-beda pula disetiap negara anggota ASEAN. Hal ini nampak ketika memasuki masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).
Kesenjangan ekonomi antar negara-negara ASEAN masih cukup lebar. PDB per kapita Singapura misalnya, 35 kali lipat lebih besar dari Myanmar. Demikianpun layanan kesehatan yang lebih rendah pada beberapa negara ASEAN turut memperlebar jurang kesenjangan tersebut. Apabila diamati pada bidang kesehatan saja menunjukan alokasi anggaran kesehatan masih rendah pada beberapa negara ASEAN. Koordinasi sub-optimal penggunaan dana yang disediakan oleh donorpun masih sangat terbatas, bila dibandingkan dengan persentase keterlibatan modal sektor swasta terhadap total anggaran kesehatan malah cukup siknifikan. Sehingga menunjukan indikator dengan efek yang sangat jelas yaitu terciptanya sektor kesehatan sebagai komoditas ekonomi yang berorientasi profit. Akhirnya biaya kesehatan pada negara-negara tersebut menjadi mahal dan berakibat pada pelayanan kesehatan sulit diakses oleh masyarakat yang kurang mampu.
Terdapat kesenjangan kemakmuran di dalam masyarakat masing-masing negara anggota ASEAN sendiri yang masih cukup lebar. Sebagai contoh di Indonesia saja, 40 orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 10% PDB Indonesia. Oleh sebab itu, menurut laporan dari Institute for Management Development (IMD) bahwa tingkat daya saing ekonomi Indonesia masih berada di bawah negara ASEAN lain, yakni berada di posisi 42. Sedangkan Filipina sukses mengungguli Indonesia di urutan 38. dan posisi tiga negara lain, seperti Singapura berada di peringkat 5, Malaysia 15, dan Thailand 27. Menyadari hal tersebut maka, hanya negara-negara Asean yang memiliki daya saing tinggi dengan menguasai pasar dan memiliki pelaku usaha yang kuat dan efisien serta tingkat kesejahteraan rakyat yang merata yang akan mendominasi era ini.
Realitas seperti ini, bisa jadi membat Indonesia sendiri dalam konteks masyarakat ASEAN (ASEAN Community) bukan pada posisi mendominasi malah justru menjadi obyek dominasi negara ASEAN lain bahkan dari mancanegara. Kalau demikan maka apa yang harus dilakukan oleh Indoesia. Indonesia sebisa mungkin harus berupaya mewujudkan masyarakat madani untuk menghadapi masyarakat ASEAN. Diperlukan persiapan yang matang dengan memperhatikan peluang yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi serta langkah strategi yang harus disiapkan. Sekali lagi, hal ini hanya dapat dijawab bilamana prasyarat sebagai masyarakat madani.terpenuhi lebih dulu oleh Bangsa Indonesia.
- Peranan Masyarakat Madani Dalam Menghadapi Masyarakat Asean
Sebagaimana arti kata madani yaitu madaniyyah (berperadaban) maka sebetulnya peranan masyarakat madani sebagai tipikal masyarakat ideal, sangat penting dalam menghadapi masyarakat ASEAN yang multikultural, dinamis, kompetitif, dan integratif.
Masyarakat madani lebih berkarakter persatuan dan saling bergotong royong, karena itu,elitisme yang merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise harus dieliminir dengan menjaga keseimbangan kepentingan individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial yang terbuka,teratur, dan saling percaya. Kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok bisa tercipta bilamana bekerjasama tidak mementingkan kepentingan atau ego sendiri, mengakui keterkaitan antara satu dengan yang lain melalui peran-masing-masing dan.memperkuat rasa saling mendukung dan membutuhkan dengan mempersempit perbedaan dan lebih menonjolkan persamaan sebagai asset yang berharga.
Desentralisasi kekuasaan harus terbagi merata, dan bekerja sinergis secara transparan dan terkoordinasi sesuai dengan prinsip-prinsip Good Government. Kepentingan-kepentingan pusat dan daerah tidak terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan faham kedaerahan yang berlebihan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial. Demikianpun kepentingan individu dan negara dapat terjembatani bila peran organisasi-organisasi swadaya masyarakat sebagai kekuatan sosial diberi kebebasan agar mereka mampu memberikan masukan-masukan konstruktif terhadap keputusan-keputusan pemerintah. Apalagi terkait dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. Ruang-ruang berekspresi dan berkereatifitas juga harus buka seluas luasnya bagi tumbuhnya kreatifitas masyarakat yang produkstif dalam berbagai ragam perspektif.
Bertoleransi dan berakhlak mulia dalam bertuhan bukan sekedar jargon namun harus diimplementasikan sungguh-sungguh dalam segala aspek kemasyarakatan.Mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan sangat penting dalam rangka menciptakan masyarakat yang religious, damai, dan adil dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
Masyarakat berperadaban tinggi, selalu ditandai dengan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologidenganrajin mengembangkan riset-riset unggulan dan memanfaatkan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut secara bijak dan arif untuk kepentingan umat manusia. Pendanaan dan sumber-sumber finansial harus tersedia memadai untuk mendukung program prioritas dimaksud.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada slogan tanpa makna. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, rambu-rambu tersebut perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani ( DuBois dan Milley, 1992).
Masyarakat madani sejatinya memiliki sikap inklusif dan mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan tetap eksis menjaga identitas sejatinya. Masyarakat madani yang telah mapan akan mudah sekali beradaptasi dengan perubahan dan tantangan serta lebih mampu bertahan dalam iklim keras kemajemukan kultural, kompleksitas persoalan ekonomi yang dihadapi maupun ancaman gangguan keamanan dalam prespektif potensi apa saja. Demikianlah sedikit banyak pemikiran tentang peran masyarakat madani dalam menghadapi masyarakat ASEAN yang penuh harapan dan tantangan.
*) Desiminasi Masyarakat Asean Memaksimalkan Kesiapan Indonesia Pada Pilar Politik dan Keamanan. Penyelenggara Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Ambon, 20 Oktober 2016
**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura