UNPATTI,- Prof. Dr. Juanrico, A. S. Titahelu, S.H., M.H. dikukuhkan sebagai Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Universitas Pattimura dalam Rapat Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Pattimura, Senin, 8 Januari 2024 di Aula Lantai II Gedung rektorat. Pada kesempatan itu Prof. Dr. Juanrico menyampaikan pidato dengan judul “Hakikat Prinsip Persamaan Di Depan Hukum Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia”.
Dalam pidatonya Prof. Juanrico mengatakan, kesetaran dianggap sebagai prinsip hak asasi manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakukan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama, dan dimana pada situasi berbeda dengan sedikit perdebatan diperlukan secara berbeda. kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi.
Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain merupakan hal penting dalam hak asasi manusia. Diskriminasi terjadi ketika setiap orang diperlakukan atau memiliki kesempatan yang tidak setara seperti inequality before the law, inequality of treatment, inequality or education opportunity dan lain-lain.
Diskriminasi kemudian dimaknai sebagai `a situation is discriminatory of inequal if like situations are treated differently or different situation are treated similarly (sebuah situasi dikatakan diksriminatif atau tidak setara jika situasi sama diperlakukan secara berbeda dan/atau situasi berbeda diperlukan secara sama). Prinsip non diskriminasi (non-discrimination) kemudian menjadi sangat penting dalam hak asasi manusia. Diskriminasi memiliki dua bentuk yakni, diskriminasi langsung dan diskriminasi tidak langsung.
Hukum internasional dan hukum nasional telah memberikan jaminan terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak fundamental yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada manusia, kemudian diakomodir melalui Peraturan Perundang-undangan yang mengedepankan prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law). Dengan prinsip persamaan ini, para pelaku atau terduga teroris disetarakan dengan lain, jadi hakikatnya adalah kesetaraan, sementara hakikat yang paling dalam adalah keadilan. Untuk itu, tugas dan tanggungjawab penyidik dalam melakukan tindakan upaya paksa terhadap terduga atau tersangka juga harus memberikan perlindungan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya hak-hak asasi yang dikatagorikan sebagai non-derogable rights ( hak-hak asasi yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apapun).
Prof. Juanrico berharap, kepada penyidik ketika melakukan upaya paksa terhadap terduga/tersangka terorisme jangan hanya berdasar kepada kewenangan atau otoritasnya semata yang selalu mengabaikan hak-hak asasi manusia dan penerapan prinsip persamaan didepan hukum tetapi harus berdasar kepada instrument hukum internasional dan hukum nasional serta aturan pelaksana sebagai pedoman dan landasan yuridis dalam melakukan upaya paksa, sehingga terduga atau tersangka terorisme tidak ada yang merasa hak konstitusional warga negaranya dirugikan oleh penyidik ketika melakukan tindak upaya paksa karena diperlakukan sesuai dengan perintah peraturan perundang-undangan dan prinsip persamaan didepan hukum ( equality before the law).
Dalam sambutan Rektor Prof. Dr. Fredy Leiwakabessy, MP berharap, Prof, Juanrico, Titahelu mampu menyusun berbagai program dan pemikiran terkait pencegahan terorisme dan radikalisme di kampus, sekitar kampus maupun dimasyarakat.
“Hukum tidak hidup di ruang yang hampa, hukum hidup pada masanya, sedangkan tiap masa ada hukumnya. ad Augusta Per Angusta”
Sumber : Humas Unpatti