The Legal Protection To The Author Form Free Internet Downloading

Hukum Keperdataan

The Legal Protection To The Author Form Free Internet Downloading

Oleh : Theresia Nolda Agnes Narwadan[1]

 

 

abstract

This paper aimed to understand the factors inhibiting legal protection for song creators from free internet downloading and causes for difficulties in punishing downloading songs from internet. Eventhough Indonesia has the copyright’s act since 1912, but until today the infringement of song copyrights to be on increase. People can get all the songs which they want to hear from internet downloading. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) shown that the authors lose a lot of money because of free internet downloading. According to Asosiasi Rekaman Indonesia-ASIRI’s estimate that Indonesia was lose Rp 462.000.000.000,- a year because of free internet downloading.

The factors inhibiting legal protection, for song creators from free internet downloading include creators’ lack of understanding on their own economic rights, and the lack of appreciation in free internet downloading. The dispute resolution faces difficulties in deciding the punishment, for free song downloading from internet, since the police have no accurate understanding on the Act No 19/2002 about Copyrights. In addition, the creators must be more active to file their complaints, despite the fact that the infringement of song copyrights is categorized as ordinary delict in the Act No 19/2002, whenever they find out that their songs are offered for free download without their written permission.

Song creators must play more active role as they are supposed to know better the originality of their creation.

 

 

PENDAHULUAN

 

            Dunia maya memang telah mengubah kebiasaan banyak orang, yaitu orang-orang yang dalam kehidupannya terbiasa menggunakan internet. Berbelanja, mengirim surat pribadi, mengirimkan surat lamaran kerja, berkirim foto, mencari informasi, melakukan pembicaraan jarak jauh, tidak ubahnya seperti sedang menelpon, membuat rancangan bangunan oleh arsitek, berkonsultasi tatap muka (yaitu masing-masing pihak muncul gambarnya pada layar komputer dengan kamera), menonton film, mendengarkan lagu-lagu, dan lain-lain. Praktis pada saat ini hampir semua kegiatan yang dapat dilakukan di dunia nyata (real world), dapat dilakukan di dunia maya (virtual world).

            Data atau suatu karya cipta dalam website di internet yang menarik, dengan mudah dapat didownload (diunduh), akan tetapi sering kali tidak disadari bahwa mendownload suatu data atau karya cipta tanpa persetujuan dari penciptanya, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.

            Boleh saja seseorang mendownload suatu data atau karya cipta dari internet, akan tetapi bagaimanakah syaratnya? Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta) pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan di dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.[2] Perlindungan hak cipta atas suatu karya, dapat diberikan apabila karya cipta tersebut mempunyai bentuk yang nyata. Artinya karya tersebut diwujudkan dalam bentuk tertentu yang dapat didengar, dibaca, atau dilihat.

            Dengan kata lain ide memahat, ide menulis, ide menyanyi, ide menggambar bila tidak dituangkan dalam wujud tertentu, misalnya dalam bentuk patung, kertas, compact disk, sketsa, dan lain-lain, maka ide tersebut tidaklah mendapat perlindungan dari Undang-undang Hak Cipta. Kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam cara pengumuman suatu karya cipta. Sebagai contoh, seorang Pencipta lagu yang ingin lagu ciptaannya dikenal di dunia luas, maka sarana yang efisien adalah melalui internet, karena berbiaya murah dan memiliki jangkauan yang luas. Maksud dari pengumuman tidak lain adalah untuk membuat masyarakat tahu, sehingga menarik konsumen untuk membeli lagu ciptaannya tersebut. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika website (penyedia informasi di internet) atau situs di internet, terus bertambah dari waktu ke waktu. Maraknya pemasangan website di internet, baik untuk tujuan komersial maupun non komersial, ternyata membuka peluang terjadinya pelanggaran hak cipta. Terlebih dengan semakin canggihnya teknologi informasi, peluang tersebut menjadi semakin besar.

            Sebuah website umumnya terdiri dari homepage (penampilan informasi dari suatu organisasi, perusahaan, ataupun personal di world wide web internet, untuk berbagai tujuan baik komersial maupun non komersial). World wide web (www) sendiri adalah kumpulan homepage di internet. Dokumen-dokumen tersebut saling berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk satu kesatuan. Jika yang membuat website tersebut adalah perusahan rekaman, atau penyanyi terkenal, maka homepage nya akan berisikan album-album yang telah dipasarkan. Umumnya dilengkapi dengan lagu-lagu, lirik lagu, sampul compact disk, serta video klip dari lagu-lagu yang telah dikenal oleh masyarakat.

            Undang-undang Hak Cipta juga mengatur mengenai batas-batas tertentu yang membebaskan seseorang dari pelanggaran hak cipta. Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta, memperkenankan pihak lain untuk mengambil suatu karya cipta milik seseorang, namun itupun mempunyai syarat-syarat tertentu. Bila digunakan hanya untuk keperluan bahan rujukan yang bersifat sangat terbatas, dengan tetap menyebutkan sumbernya dan bukan untuk kepentingan komersial, itu tidak ada masalah. Sebagai contoh, digunakan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan kritik tinjauan suatu masalah, dan sebagainya[3].

            Sepanjang belum diperoleh izin dari Penciptanya, maka karya cipta tersebut masih menjadi milik Penciptanya. Jangka waktu kepemilikan hak cipta berupa lagu atau musik dengan atau tanpa teks, bervariasi di tiap-tiap Negara. Di Indonesia, masa berlakunya selama hidup Pencipta ditambah dengan 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia, seperti yang diatur dalam Pasal 29 Undang-undang Hak Cipta[4].  

            Dengan demikian, kembali pada pembuatan homepage yang berisi lagu-lagu di internet, maka bukan hak seseorang untuk membuat homepage tersebut, tanpa mendapat persetujuan dari Penciptanya. Seseorang tidak dapat berdalih, bahwa homepage yang bersangkutan justru membantu Pencipta untuk mempromosikan lagu-lagu seorang Pencipta.

            Sejak tahun 1986 oleh Presiden RI, telah dibentuk Tim Keppres 34 yang saat itu dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara. Tim Keppres 34 ini bertujuan untuk membangun sistem Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan menyelesaikan permasalahan yang timbul di bidang hak atas kekayaan intelektual dengan menggunakan tiga komponen, yaitu: peraturan perundang-undangan, sistem pengadministrasian, dan penegakan hukum.

            Untuk peraturan perundang-undangan, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pemerintah telah berusaha menunjukkan keseriusannya dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul di bidang hak atas kekayaan intelektual, khususnya hak cipta. Disisi lain walaupun sesungguhnya perlindungan atas hak cipta di Indonesia telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1912 dengan diterbitkannya Auteurswet, kemudian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 juga telah berlaku selama kurang lebih 12 tahun, akan tetapi dalam kenyataan yang kita jumpai sehari-hari, pembajakan lagu di Indonesia justru makin meningkat, terlebih pembajakan lagu dengan modus penawaran untuk mendownload secara gratis melalui internet.[5]

 

 

 

PERMASALAHAN

Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka dirumuskanlah permasalahan: Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta atas lagu yang didownload secara gratis di internet?

 

 

 

 

PEMBAHASAN

            Sebelum kita membahas, alangkah baiknya jika kita memahami sepintas tentang konsep-konsep dasar:

1.      Hukum: di dalam bahasa Belanda, hukum adalah rechs artinya undang-undang atau hukuman, sedangkan di dalam bahasa Inggris, hukum adalah law. Rechs berangkat dari konsep rechtsstaat yang lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan law berangkat dari konsep rule of law yang berkembang secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriterianya masing-masing, bahwa rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law dan berkarakteristik administratif, sedangkan the rule of law bertumpu atas hukum yang disebut common law yang berkarakteristik judicial.[6]  Pada saat ini belum ada satu definisi tentang hukum yang sama dari berbagai pakar, karena begitu sulitnya untuk mendefinisikan hukum yang memuaskan bagi semua pihak. Namun demikian, akan dicoba untuk menyampaikan definisi hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Menurut E. Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut: hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

2.      Hak cipta: hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku.[7]

3.      Pencipta: adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya, melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas, dan bersifat pribadi.[8]

4.      Pemegang hak cipta: adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.[9]

 

A.    Faktor-Faktor Yang Menghalangi Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Atas Lagu Yang Didownload Di Internet

1.      Pencipta dalam melaksanakan transaksi jual beli lagu lebih menyukai perjanjian lisan, dibanding dengan menggunakan perjanjian tertulis

Pencipta lagu lebih menyukai penggunaan perjanjian lisan, dengan kwitansi sebagai alat bukti pembayaran, dibandingkan dengan menggunakan sebuah perjanjian tertulis, karena mereka beranggapan penggunaan kwitansi lebih sederhana.  Mereka tidak perlu membaca berlembar-lembar kertas (kontrak), selain itu mereka kerap merasa bingung mengartikan klausula-klausula yang tercantum di dalam kontrak.

            Di sini terlihat bahwa pemahaman dari Pencipta lagu itu sendiri tentang hak ekonomi mereka masih kurang. Mengapa? Karena kwitansi hanya akan mencantumkan keterangan bahwa telah diterima sejumlah uang sebesar Rp xxx dari Tuan Y, guna pembayaran lagu ‘Z’. kwitansi tersebut diberi tanggal, dibubuhi materai secukupnya, dan ditandatangani.

            Sementara kontrak tidak hanya akan mencantumkan keterangan bahwa telah diterima sejumlah uang sebesar Rp xxx dari Tuan Y guna pembayaran lagu ‘Z’, namun kontrak juga akan memuat secara rinci mengenal segala sesuatu yang diinginkan para pihak yang bersangkutan. Misalnya: identitas para pihak; judul lagu; pencipta lagu; bentuk perbanyakan lagu tersebut; jenis musik; perlunya mendapatkan izin dari pemegang hak cipta, jika produser bermaksud mengedarkan kembali lagu ciptaan dari pemegang hak cipta tersebut ke dalam judul album lain seperti album seleksi atau sejenisnya; sebagai imbalan atas izin yang diberikan oleh pihak pemegang hak cipta, maka pihak produser berkewajiban untuk melakukan pembayaran kepada pihak pemegang hak cipta, dengan salah satu cara baik dengan pembayaran sekaligus lunas pada saat perjanjian ini ditandatangani atau dengan royalti; penyelesaian sengketa; serta hal-hal lain yang ingin diatur di dalam kontrak tersebut.

            Keuntungan menggunakan kontrak bagi pencipta adalah, pencipta dapat mengetahui secara terperinci mengenai hak dan kewajiban mereka, serta akibat hukum jika mereka tidak memenuhi kewajibannya, atau jika hak mereka dilanggar. Hal ini dialami juga oleh Tuan A, pencipta lagu berjudul Tuhan. Lagu berjudul Tuhan miliknya telah dijual oleh Tuan A sebagai Pencipta sekaligus pemegang hak cipta atas lagu Tuhan, kepada produser sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) pada tahun 1973, dengan sistem flat pay (sekaligus lunas).

            Awal tahun 2013, Tuan A mengetahui bahwa lagu Tuhan karyanya, telah ditawarkan untuk didownload secara gratis oleh www.xxx.com. Penawaran untuk mendownload lagu ini menjadi nada dering telepon selular, secara gratis dilakukan www.xxx.com atas izin dari Produser yang pada tahun 1973 telah membeli lagu Tuhan dari Tuan A. Tuan A menganggap bahwa penjualan lagu Tuhan kepada pihak produser A yang dulu dilakukannya pada tahun 1973, hanyalah untuk perbanyakan dalam bentuk kaset saja. Memang sebelum menjual lagu Tuhan, Tuan A sudah sering melakukan jual beli lagu dengan pihak produser. Kebiasaan yang terjadi selama itu, lagu-lagu Tuan A yang dijual kepada produser dengan cukup menggunakan kwitansi sebagai alat bukti, hanya diedarkan dalam bentuk kaset. Maka ketika Tuan A menjual lagu Tuhan, Tuan A juga beranggapan bahwa lagu tersebut hanya akan diedarkan dalam bentuk kaset.

            Awalnya lagu berjudul Tuhan milik Tuan A diedarkan dalam bentuk kaset. Dalam perkembangannya, produser ingin membuat sebuah album kompilasi. Salah satu lagu dalam album kompilasi tersebut adalah lagu Tuhan. Awal tahun 2013 pihak produser member izin kepada www.xxx.com

 untuk menawarkan  download lagu Tuhan sebagai nada dering secara gratis kepada pengguna internet yang tertarik. Penawaran untuk mendownload lagu Tuhan sebagai  nada dering secara gratis dilakukan dengan tujuan agar pengguna internet tertarik, sehingga mau membeli album kompilasi yang diedarkan oleh produser.

            Pihak Tuan A, sebagai pemegang hak cipta lagu Tuhan mengirimkan surat protes kepada produser. Tuan A menganggap dirinya tidak pernah memberi izin kepada produser untuk menawarkan download lagu Tuhan secara gratis di internet, atau untuk mengizinkan pihak lain melakukan hal tersebut.

            Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa: “jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.” Di sini penjual memiliki kewajiban menyerahkan barang, dan pembeli memiliki kewajiban membayar harga pada waktu yang ditentukan.

            Dalam jual beli lagu berjudul Tuhan, produser telah membayar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah), kepada Tuan A. Oleh karena itu, Tuan A berkewajiban untuk menyerahkan lagu Tuhan ciptaannya kepada  produser. Akan tetapi, penyerahan lagu Tuhan bukan berarti bahwa Produser lantas berhak melakukan apa saja atas lagu Tuhan secara ekonomis. Kebiasaan pada tahun 1970 an jual beli lagu dilakukan secara lisan, dengan kwitansi sebagai alat bukti pembayaran. Selain itu pada tahun 1970 an, kebiasaan yang ada jual beli lagu diperuntukkan hanya untuk satu judul album saja. Album kompilasi tidak populer pada jaman itu.

            Walaupun jual beli lagu Tuan A dilakukan secara lisan. Produser sebagai pembeli seharusnya menghormati kebiasaan yang berlaku disaat itu. Hal ini juga selaras dengan Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, namun juga yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan Undang-undang.

            Kebiasaan adalah suatu peristiwa yang terjadi berulang-ulang dalam hubungan sejenis. Jadi harus ada perilaku dalam peristiwa serupa, selalu dilakukan. Peristiwa yang dilakukan berulang – ulang, suatu waktu dapat menimbulkan tekanan yang menimbulkan kesadaran, bahwa jika seseorang menghadapi situasi seperti itu, demikianlah seharusnya seseorang berlaku. Dengan demikian sesuai dengan Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, kebiasaan mengikat penduduk dalam wilayah dimana kebiasaan tersebut berlaku. Terlepas dari apakah penduduk yang bersangkutan menghendakinya atau tidak, bahkan seandainya penduduk yang bersangkutan tidak tahu adanya kebiasaan itu.

            Jadi ketika pihak Produser pada awal tahun 2000 hendak membuat sebuah album kompilasi, dan salah satu lagu dalam album kompilasi tersebut adalah lagu berjudul Tuhan, kemudian untuk keperluan promosi, pihak Produser memberi izin pihak lain untuk menawarkan download lagu Tuhan secara gratis kepada pengguna internet, maka terlebih dahulu pihak Produser harus meminta izin kepada Tuan A sebagai Pencipta, sekaligus pemegang hak cipta dari lagu berjudul Tuhan.

            Pihak produser juga harus meminta izin terlebih dahulu kepada Tuan A jika dikaitkan dengan pembatasan hak cipta. Pembatasan yang dimaksud di sini adalah hal apa saja yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta, dan hal apa saja yang tidak termasuk dalam pelanggaran terhadap hak cipta.

            Undang-undang Hak Cipta telah menentukan ciptaan – ciptaan yang tidak dilindungi hak ciptanya. Terhadap hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara; peraturan perundang-undangan; pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah; putusan pengadilan; keputusan badan arbitrase atau keputusan badan sejenis lainnya, setiap orang dapat memperbanyak, mengumumkan atau menyiarkan, tanpa memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dan terhadap hal-hal demikian tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Selanjutnya juga tidak ada hak cipta terhadap ciptaan yang sudah lewat masa berlakunya. Masa berlaku hak cipta adalah selama hidup pencipta, ditambah dengan lima puluh tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Untuk ciptaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir, ditambah dengan lima puluh tahun sesudahnya.

            Pembatasan penggunaan hak cipta selanjutnya menentukan pula bahwa di samping sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. Kepentingan yang wajar dari Pencipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.

            Dari paparan di atas terlihat bahwa lagu berjudul Tuhan tidak termasuk di dalam kategori ciptaan-ciptaan yang tidak dilindungi hak ciptanya. Di samping itu, jangka waktu perlindungan atas lagu tersebut juga belum habis masa berlakunya. Maka jika pihak ketiga ataupun Produser ingin  menawarkan download lagu berjudul Tuhan baik secara gratis maupun berbayar, pihak tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada Tuan A sebagai pemegang hak cipta.

            Pihak ketiga juga harus meminta izin terlebih dahulu kepada Tuan A selaku pemegang hak cipta, jika dikaitkan dengan hal pengalihan hak cipta. Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta menyebutkan bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak cipta dapat dipindahtangankan, dilisensikan, atau dijual oleh pemilik atau pemegang hak cipta.

            Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk mereproduksi karya ciptaannya. Hal ini sangat tergantung dari tipe material karya cipta tersebut. Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian karena pewarisan, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

            Dalam jangka waktu tertentu dan dengan tujuan tertentu, seseorang dapat menikmati atau menggunakan hak milik orang lain. Caranya dengan mengadakan perjanjian lisensi antara pemberi lisensi (licensor), dengan penerima lisensi (licensee). Atas dasar itu, penerima lisensi mempunyai hak untuk menikmati manfaat ekonomis dari suatu hak milik orang lain, yang telah dilisensikan pemberi lisensi kepadanya.

            Lisensi hak cipta dilakukan dengan atau berdasarkan surat perjanjian lisensi, yang berisi pemegang hak cipta memberikan hak khusus kepada orang lain, untuk menikmati manfaat ekonomis suatu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, surat perjanjian lisensi hanya bersifat pemberian izin, atau hak untuk dalam jangka waktu tertentu, dengan syarat tertentu menikmati manfaat ekonomis suatu ciptaan, yang dilindungi oleh hak cipta di seluruh wilayah Republik Indonesia.

            Pelaksanaan lisensi hak cipta disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi, yang jumlah atau besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Perjanjian lisensi tersebut wajib dicatat di Direktorat Jenderal HaKI, agar dapat berlaku bagi pihak ketiga. Artinya pencatatan perjanjian lisensi pada Direktorat Jenderal HaKI merupakan suatu keharusan. Perjanjian lisensi yang belum dicatatkan di Direktorat Jenderal HaKI, tidak mengikat atau tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

            Tuan A tidak pernah menghibahkan, atau memberikan lisensi kepada pihak lain atas lagu berjudul Tuhan miliknya. Oleh karena itu, jika pihak Produser ingin menawarkan download lagu Tuhan secara gratis kepada pengguna internet, maka pihak Produser terlebih dahulu harus meminta izin kepada Tuan A sebagai pencipta, sekaligus pemegang hak cipta dari lagu berjudul Tuhan.

 

 

2.      Pencipta merasa enggan untuk mendaftarkan lagu karya cipta mereka ke Direktorat Hak Cipta, karena menurut mereka pendaftaran ciptaan belumlah menjamin lagu karya cipta mereka tidak akan dibajak lagi

Fungsi pendaftaran ciptaan pada stelsel deklaratif titik beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap hak yang didaftarkan tersebut, sampai orang lain dapat membuktikan sebaliknya. Dengan rumusan lain, pada sistem deklaratif sekalipun hak cipta itu didaftarkan, Undang-undang hanya mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara yuridis harus dibuktikan lagi, jika ada orang lain yang menyangkal hak tersebut. Selama orang lain tidak dapat membuktikan secara yuridis bahwa itu adalah haknya, maka si pendaftar dianggap sebagai satu-satunya orang yang berhak atas ciptaan yang terdaftar dan setiap pihak ketiga harus menghormati haknya sebagai hak mutlak.

Dalam sistem pendaftaran hak cipta menurut perundang-undangan hak cipta Indonesia, disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif artinya bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta. Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa Undang-undang Hak Cipta Indonesia menganut sistem pendaftaran deklaratif.

Hal ini dikuatkan pula oleh pasal 36 Undang-undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa, “pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan”.[10] Pendaftaran hak cipta, tidak berarti secara substantif Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bertanggung jawab atas kebenaran karya cipta tersebut. Ketentuan ini sangat penting karena boleh jadi sebagian kecil dari karya cipta itu benar hasil ciptaan pencipta, tetapi sebagian lagi ditiru dari karya cipta orang lain. Dalam keadaan seperti ini, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak memasukkan ini sebagai bagian yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sistem pendaftaran deklaratif, tidak mengenal pemeriksaan substantif, yaitu pemeriksaan terhadap obyek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut. Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.

Pendaftaran hak cipta itu sendiri, sebenarnya tidak diharuskan karena tanpa didaftarkanpun, hak cipta seorang pencipta telah dilindungi oleh Undang-undang. Hanya saja ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sulit pembuktiannya dalam hal terjadi pelanggaran hak cipta, jika dibandingkan dengan hak cipta yang didaftarkan. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Hak Cipta, yang mengemukakan kecuali jika terbukti sebaliknya, maka yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam Direktorat Hak Cipta.[11]

Dari penjelasan umum tersebut dapat disimpulkan bahwa pendaftaran itu, bukan menjadi syarat untuk sahnya (diakuinya) suatu hak cipta, melainkan hanya untuk memudahkan suatu pembuktian bila terjadi sengketa. Itu artinya orang yang mendaftarkan hak cipta untuk pertama kalinya tidak berarti sebagai pemilik sah, karena bilamana ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa itu adalah haknya, maka kekuatan hukum dari suatu pendaftaran ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Untuk itu pemegang hak cipta dapat mengajukan ganti rugi, meminta penyitaan, menyerahkan seluruhnya atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari pelanggaran hak cipta, menghentikan kegiatan pengumuman, perbanyakan, pengedaran dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan tersebut dapat diajukan melalui pengadilan niaga.

Hal yang terpenting dari pendaftaran ini adalah dengan pendaftaran, diharapkan dapat memberikan semacam kepastian hukum. Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan, dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta, tata cara pendaftaran hak cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

 

B.     Sulitnya penyelesaian secara pidana atas sengketa lagu yang didownload secara gratis di internet

Dalam Undang-undang hak cipta pasal 72 ayat (1) menyatakan bahwa: barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah).

Sesungguhnya ketentuan pidana telah ada, namun setiap hari dengan mudah kita juga menjumpai situs-situs yang menawarkan download lagu secara gratis tanpa meminta izin terlebih dahulu dari pencipta lagu tersebut. Apakah denda harus ditambah, ataukah pidana penjara harus diperberat terlebih dahulu baru para pelaku pembajakan lagu jera?

Di dalam pergaulan hidup senantiasa terdapat kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda antara seorang yang satu dengan seorang lainnya, maka tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan tersebut, jangan sampai ada kepentingan yang diabaikan, sehingga dalam penjagaan kepentingan tersebut harus dicari jalan penengah, kemudian dicari kompromi yang adil dan bijaksana. Ketika hukum sudah tidak mampu lagi melindungi kepentingan – kepentingan, dan ketika hukum sudah tidak mampu lagi memberikan jalan tengah dari perselisihan yang terjadi dalam masyakat hanya ada dua kemungkinan yang dapat dijadikan solusi yaitu mengganti hukum baru yang mampu melindungi kepentingan masyarakat yang bergerak dinamis, atau meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum. 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Buku:

Anwar chairul, Hak Cipta Pelanggaran Hak Cipta Dan Perundang-undangan Terbaru Hak Cipta Indonesia, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 1999;

            Damian eddy, Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2002;

            Irawan candra, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2011;

            Lutviansori arif, Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010;

            Santoso agus, Hukum Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2012;

            Sutedi adrian, Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Undang-undang:

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

 



[1]Disampaikan dalam kegiatan International Conference on Electronic-Commerce Law

[2] Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta

[3] Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[4] Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[5] www.kompas.com/berita, diakses tanggal 5 November 2014

[6] Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Agus Santoso, hal 79

[7] Pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[8] Pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[9] Pasal 1 angka 4 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[10] Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

[11] Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

Tinggalkan Balasan