BEBERAPA MASUKAN DALAM RANGKA MEMBOBOTI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG DAERAH KEPULAUAN[i][1]
Oleh : M.J.Saptenno
- PENGANTAR
Keinginan untuk adanya sebuah Undang-Undang tentang daerah kepuluan atau apaun namanya merupakan sebuah realita yang harus dipenuhi. Daerah-daerah yang berciri atau karakter khusus kepulauan yang merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus mendapat perhatian serius pemerintah, karena secara konstitusional terdapat jaminan yang kuat.
Berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pembangunan dan pemerintah selama ini belum sepenuhnya mengakomodir berbagai kebutuhan masyarakat pada wilayah-wilayah yang berciri kepulauan atau berkarakter khusus, sehingga sering dirasakan adanya ketidakadilan .
Secara teoretis pemerintah atau negara mengakui eksistensi wilayah-wilayah yang berciri kepulauan, dimana perlakuan khusus terhadap eksistensi masyarakat termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam dan wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban tertentu, patut mendapat perhatian serius untuk diatur dalam sebuah produk hukum yang representatif.
Sebagai satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, tuntutan untuk mendapat perlakuan yang khusus merupakan hak yang sudah tentu merupakan cerminan dari prinsip keadilan dan pemerataan pembangunan yang berdimensi luas, dimana dalam arak-arakan pembangunan tidak boleh ada wilayah-wilayah yang tertinggal.
Dalam kepelbagian dengan karakter masing-masing atau karakter khusus , harus ditempuh kebijakan khusus pula, sehingga sasaran pembangunan bisa tercapai dan masyarakat dapat menikmati hasil hasil pembangunan secara adil .
- BEBERAPA POKOK PIKIRAN SEBAGAI MASUKAN
- Teori dan Problematika Provinsi Kepulauan
Sebenarnya kajian teoretik yang menjadi landasan utama dalam upaya menata wilayah-wilayah negara yang berkarakter khusus adalah teori pengelolaan atau manajemen dan teori wewenang serta teori penguasaan wilayah atau teritori tertentu, yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, pemerataan, harmonisasi dan sinkronisasi. Artinya pemerintah harus mampu mengelola wilayah negara yang luas dan memiliki berbagai karakter khusus secara adil, sehingga tidak menimbulkan berbagai problem dalam implementasi penyelenggaraan pemerintahan.
Hal tersebut sudah tentu harus dikiuti dengan sejumlah hak dan kewajiban dari semua komponen pengelolaan, sehingga dapat menimbulkan harmonisasi dan sinkronisasi yang bermanfaat bagi sebuah negara hukum dengan Ideologi Pancasila.
Pilar-pilar yang merupakan komitmen nasional yakni Pancasila, UUD Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika, merupakan landasan kehidupan berbagangsa dan bernegara yang tidak bisa ditawar.
Dengan demikian problmetika Provinsi Kepulauan sebenarnya dapat dicermati dari berbagai kebijkan pemerintah yang timpang tanpa mempertimbangkan secara matang prinsip dan kebutuhan masyarakat yang hidup pada wilayah-wilayah dengan karakter khusus tersebut. Kebijakan-kebijakan pemerintah sudah tentu harus dapat merealisasikan komitmen nasional yang terumus dalam empat pilar tersebut, sehingga tidak hanya secara retorika tetapi butuh aksi nyata yang dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Problem utama yang menjadi pemicu lahirnya sebuah Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan atau Provinsi Kepulauan atau nama lain adalah keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Kerangka Regulasi
Secara umum sudah cukup baik namun perlu mendapat koreksi terhadap beberapa hal yang mungkin saja belum sempat terpikirkan.
Khusus untuk Bab II tentang Asas dan Tujuan, sebenarnya dalam teori pembentukan Undang-Undang, bab ini tidak perlu dirumuskan secara normatif dalam sebuah pasal tertentu. Dikatakan demikian karena perumusan yang demikian sebenarnya hanya pajangan saja tanpa bisa diimplementasikan. Asas, cukup dirumuskan pada bagian penjelasan umum atau penjelasan pasal demi pasal saja.
Asas-asas itu harus tercermin dalam rumusan norma pada pasal-pasal tertentu sesuai dengan proporsinya, bukan dirumuskan dalam satu pasal tertentu. Begitu pula dengan tujuan cukup dirumuskan pada bagian penjelasan, sehingga bisa dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh .
Bab IV Tentang kewenangan dan Kewajiban. Pertanyaannya adalah apakah kewenangan sama dengaqn Hak. Mastinya diatur juga secara rinci tentang hak dan kewajiban serta wewenang, Daerah Kepulauan harus memiliki hak hak tertentu sebagai daerah otonom. Jika tidak maka bagaimana mungkin daerah tersebut dapat mengelola sumberdaya alam termasuk pengelolaan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku.
Bab V Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam.
Jika dicemati ternyata hanya dirumuskan norma tentang pengelolaan saja sedangkan pemanfaatan sumberdaya alam belum diatur dengan jelas dan tegas dalam pasal-pasal tertentu.
Hal inilah yang dipertanyakan sehingga pola pemanfaatannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum nasional dan sistem hukum adat dengan kearifan lokalnya.
- Argumentasi Filosofis, Sosiologis dan Yuridis
Secara filosofis laut dan pulau-pulau tidak bisa dilepaspisahkan karena mempunyai keterkaitan ekologis yang menyatu, sehingga masyarakat memandangnya sebagai satu kesatuan yang utuh dimana sistem pengelolaan dan hak serta kewajiban untuk menjaga dan melestarikan merupakan tanggungjawab semua komponen masyarakat termasuk pemerintah atau penguasa.
Bagi kelompok masyarakat tertentu laut dipandang tidak terpisah dari daratan namun laut dipandang sebagai daratan yang berair (Masyarakat Kepulauan Key Kebupaten Maluku Tenggara ) . Hal ini mengandung makna filosofis yang dalam bahwa antara laut dan darat, mempunyai hubungan ekologi dalam suatu ekosistem dan tidak dapat dipandang secara terpisah.
Secara ontologis pandangan ini benar, karena kearifan berpikir masyarakat adat dalam memandang hubungan antara laut dan darat sebagai satu kesatuan, sudah tentu berimpilikasi pada sistem pengelolaan sumberdaya alam dalam siklus tertentu yang saling pengaruh mempengaruhi.
Dengan demikian laut menjadi bagian yang harus diperhitungkan dalam berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang memilih untuk hidup pada wilayah yang berkarakter khusus itu.
Pandangan masyarakat yang hidup pada wilayah dengan karantek khusus ini sudah tentu didasarkan pada nilai-nilai, prinsip-prinsip dan norma yang hidup dalam masyarakat dan telah mengakar dalam seluruh aktivitas masyarakat.
Secara epistimologi, kerangka berpikir masyarakat ini mempunyai landasan yang kuat. Artinya sebagai satu kesatuan yang utuh maka seluruh aspek patut mendapat perhatian dan pertimbangan dalam mengambil berbagai kebijakan, sehingga tidak memberikan ruang bagi terjadinya penyimpangan yang dapat merusak tatanan kehidupan sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai ideologis yang sebagai instrumen pemersatu.
Kajian dari aspek aksiologi sudah tentu kebijakan yang benar dan didasarkan pada prinsip-prinisp serta realitas masyarakat dengan ciri khususnya akan memberikan manfaat atau nilai tertentu yang bermuara pada keadilan, pemertaaan dan kesejahteraan dalam kehidupan bersama sebagai bangsa.
- Definisi Daerah Kepulauan
Mengenai definisi daerah kepulauan ternyata agak kurang konsisten dengan penjelasan umum. Sebaiknya dirumuskan secara lebih lengkap dan menjurus pada karakter khusus sebagai wilayah kepulauan. Jadi diusulkan untuk dapat dirumuskan ulang sebagai berikut : Daerah Kepulauan adalah daerah otonom yang memiliki karakter khusus yakni wilayah laut lebih luas dari wilayah darat, terdiri dari pulau-pulau yang membentuk gugusan palau sebagai satu kesatuan geografi, ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
- Arah, Jangkauan dan Ruang Lingkup
Arah RUU ini harus mampu mengatur berbagai persoalan terkait lainnya misalnya masalah perbatasan antar wilayah, kerjasama antar daerah, perbatasan dengan negara tetangga. Disamping itu perlu diperhatikan eksistensi masyarakat adat dengan hak-hak pengelolaan atas sumberdaya alam terutama pada wilayah laut yang merupakan satu kestuan dengan wilayah darat.
- Pola Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Pola pengelolan dan pemanafatan sumberdaya alam di daerah kepulauan harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum nasional yakni Kesinambungan, Keterpaduan , Terkendali dan Berkelanjutan dan sebagainya. Disamping itu harus tetap memperhatikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kearifan lokal yang terdapat dalam Hukum Adat dan adat istiiadat yang hidup dalam masyarakat adat.
- Kewenangan yang harus diberikan kepada Daerah Kepulauan.
Bagi daerah kepulauan kewenangan yang diberikan adalah kewenangan umum dan kewenangan khusus sesuai dengan karakternya sebagai wilayah kepulauan. Kewenangan umum sudah dirumuskan dalam RUU ini, sedangkan kewenangan khusus misalnya mengelola sumber-sumber dana khusus sebagai konpensasi dari pemerintah pusat, wewenang untuk membangun hubungan kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum nasional. Kewenangan khusus untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah laut antar kabupaten/kota diwilayah laut, sengketa dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sebagainya
8.Mekenisme Pembiayaan Khusus yang sesuai bagi Daerah Kepulauan.
Mekanisme yang ditawarkan dalam rangka pembiayaan khusus , harus melalui APBN dimna pemerintah daerah kepulauan menghitung berbagai kebutuhan masyarakat secara menyeluruh sesuai dengan kondisi geografis laut dan pulau, dengan bertumpu pada prinsip laut adalah daratan yang berair sehingga luasnya dihitung sama sebagai satu kesatuan wilayah yang tidak terpisahkan.
9.Pola Pembangunan Ideal di Daerah Kepulauan.
Pola pembangunan yang ideal di daerah Kepulauan adalah Pola Partisipatif dan pemberdayaan masyarakat secara terpadu dan menyeluruh dengan mengaju pada model pembangunan terbalik, dimana wilayah belakang harus dibangun dengan infrastruktur yang memadai minimal sama dengan wilayah-wilayah bagian depan yang sudah maju. Prinsip membangun desa negara maju harus menjadi dasar dalam membangun daerah kepulauan.
Jadi pertumbuhan ekonomi pada wilayah-wilayah yang dianggap jauh dan tertinggal dipacu dengan menyiapkan berbagai ifrastruktur yang memadai dan masyarakat diberdayakan sesuai potensi wilayah masing-masing. Pembangunan berbasis potensi masyarakat, harus menjadi landasan bagi pembangunan daerah kepulauan .
10. Partisipasi Masyarakat.
Partisipasi masyarakat sebenarnya terkait dengan hak-hak masyarakat untuk :
a. mengetahui
b.memikirkan
c. menyatakan pendapat
d.mempengaruhi pengambilan keputusan
e. mengawasi pelaksanaan keputusan.
Terkait dengan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan Daerah Kepulauan, harus dirumuskan secara berjenjang sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan pembangunan khusus di Daerah Kepulauan. Masyarakat pada wilayah kepulauan harus berpartispasi dalam setiap tahapan pembangunan berdasarkan hak hak sebagaimana disebutkan di atas.