DAMPAK PERJANJIAN INDONESIA-RUSIA TENTANG KERJASAMA DI BIDANG SARANA PELUNCURAN PESAWAT RUANG ANGKASA DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARGA NEGARA INDONESIA
Oleh: Irma Hanafi
Negara Indonesia memiliki potensi yang tidak dimiliki oleh negara lain dalam pegembangan teknologi ruang angkasa. Potensi tersebut berupa garis katulistiwa yang membentang di atas wilayah negara Indonesia kurang lebih sebesar 13 persen, sehingga Indonesia tercatat sebagai negara yang garis katulistiwanya terpanjang di dunia, menjadikan Indonesia sebagai tempat yang ideal untuk peluncuran roket yang mengangkut satelit. Pada tanggal 20-24 April 2003, Presiden RI dan Presiden Rusia, menandatangani Deklarasi Kerangka Kerja Hubungan Persahabatan dan Kemitraan antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia dalam Abad ke-21 (Declaration on the Framework of Friendly and Partnership Relations in the 21 st Century) serta sejumlah kesepakatan lain, diantaranya kerjasama teknologi ruang angkasa.[1]
Dalam rangka pembentukan kerjasama ruang angkasa untuk maksud-maksud damai, Indonesia dan Rusia mengadakan beberapa kali perundingan. Perundingan berhasil mencapai kesepakatan ad-referendum terhadap teks Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Russian Federation on Cooperation in Field of Exploration and Use of Outer Space for Peaceful Purposes. Salah satu implementasi Agreement tersebut adalah bahwa proyek peluncuran satelit komersial di Biak
akan melibatkan penggunaan barang-barang teknologi tinggi, termasuk roket berkelas besar. [2]
Beberapa alasan mengapa Biak dipilih sebagai tempat peluncuran satelit oleh pemerintah Rusia selain berada di bawah garis katulistiwa adalah bahwa pulau Biak jauh dari pusat pemukiman, ruang udara diatasnya tergolong jauh dari jalur lintasan penerbangan komersial yang ramai.[3] Biak adalah pulau yang seluruhnya karang sehingga landasan pacu bandara Frans Kaisiepo Biak sangat kuat, merupakan salah satu landasan pacu terkuat di Indonesia yang mampu manahan beban hingga 400 ton. Peluncuran satelit dengan menggunakan air launch system, merupakan sistem peluncuran satelit melalui udara yang dilakukan dengan pesawat terbang sehingga memerlukan landasan pacu yang kuat, seperti yang dimiliki bandara Kaisiepo Biak.[4]
Berhubungan dengan kegiatan peluncuran satelit, pada sidang ke-43 Sub Komite Hukum, Komite PBB tentang Penggunaan Antariksa untuk Maksud Damai telah berhasil menyepakati beberapa hal yang dapat menjadi dorongan bagi perkembangan hukum ruang angkasa internasional, seperti draft resolusi Sidang Umum PBB sebagai upaya untuk mendorong aplikasi konsep negara peluncur (launching states) yang terdapat dalam Registration Convention dan Liability Convention.[5]
Tanggung jawab atas kegiatan peluncuran diatur lebih rinci dalam Pasal II Liability Convention 1972, dalam pelaksanaannya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Liability Convention 1972 terdapat sedikit pengecualian yang ditegaskan dalam pasal VII Liability Convention 1972 yang menyatakan bahwa :
“ The provision of this Convention shall not apply to demage caused by a space object of a launching State to:
a) nationals of that launching State
b) foreign nationals during such time as they are participating in the operation of that space object from the time of its launcing or at any stage thereafter until its descent, or during such time as they are in the immediate vicinity of a planned launching or recovery area as the result of an invitation by that launching State.”
Konvensi ini mengatur mengenai masalah pertanggungjawaban atas kerugian dari kegiatan ruang angkasa. Pihak yang dapat mengajukan ganti rugi adalah: negara bukan peluncur yang wilayahnya maupun warganegaranya menderita kerugian termasuk badan hukum maupun perorangan.[6]
Dalam kerjasama Indonesia-Rusia, Negara Indonesia dikategorikan sebagai negara peluncur, maka dampak hukum dari kerjasama Indonesia Rusia adalah sesuai dengan ketentuan Liability Convention Pasal VII bagian (a), bahwa ketentuan-ketentuan konvensi tidak berlaku terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh suatu obyek ruang angkasa dari negara peluncur terhadap warga negara dari negara peluncur. Hal ini dapat menimbulkan masalah, yakni bagaimana perlindungan hukum terhadap warga negara Indonesia sendiri apabila mengalami kerugian akibat dari adanya kegiatan peluncuran satelit Rusia tersebut. Karena sampai saat ini, Indonesia belum memiliki aturan-aturan hukum menyangkut pelaksanaan kegiatan-kegiatan ruang angkasa, khususnya aturan-aturan hukum menyangkut peluncuran satelit. Keadaan ini dapat mengakibatkan kekosongan hukum apabila kegiatan peluncuran satelit dilakukan di wilayah Indonesia.
Untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian yang dapat dialami oleh warga negara Indonesia dari kegiatan peluncuran satelit Rusia di Biak, dan juga untuk mengantisipasi masalah-masalah hukum yang mungkin akan ada akibat dari kegiatan peluncuran satelit tersebut, negara Indonesia dalam hal ini pemerintah perlu melakukan upaya hukum dalam rangka melindungi warga negaranya sendiri dari akibat kerugian yang mungkin dialami warga negaranya.Pemerintah harus pula melihat tingkat keuntungan dan kerugian dijadikannya Indonesia sebagai tempat peluncuran setelit negara lain sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan, mengingat masih banyak wilayah Indonesia selain Biak yang strategis untuk dijadikan tempat peluncuran satelit.
Kerjasama Indonesia-Rusia berupa Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Russian Federation on Cooperation in the Field of Exploration and Use of Outer Space for Peaceful Purposes, yang terdiri dari 16 pasal dan annex menyangkut kekayaan intelektual dan informasi bisnis terbatas. Enam belas pasal tersebut terdiri dari:
a. Pasal 1, tujuan
b. Pasal 2, tentang dasar hukum
c. Pasal 3, tentang badan berwenang dan organisasi pelaksana
d. Pasal 4,5, tentang lingkup dan bentuk kerjasama
e. Pasal 6,7, tentang persetujuan terpisah dan pendanaan
f. Pasal 8,9, tentang dan pertukaran informasi
g. Pasal 10, tentang perlindungan terhadap keamanan kekayaan dan teknologi
h. Pasal 11,12, tentang tanggungjawab dan kepabeanan
i. Pasal 13,14, tentang pengendalian ekspor dan bantuan untuk kegiatan personil
j. Pasal 15,16, tentang penyelesaian sengketa dan ketentuan penutup.
Tujuan dari perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah Rusia sesuai ketentuan pasal 1 dalam perjanjian ini, yaitu untuk membentuk dasar hukum pengorganisasian kerjasama yang saling menguntungkan dalam bidang tertentu dari kegiatan bersama terkait dangan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa serta penggunaan peralatan dan teknologi ruang angkasa untuk maksud-maksud damai, utamanya melalui: [7]
a) Penelitian ilmiah dan kegiatan bersama dalam perancangan, pengembangan, produksi, pengujian dan pengoperasian paralatan ruang angkasa.
b) Saling bertukar teknologi, pengetahuan khusus, peralatan, dan sumber-sumber material yang relevan.
c) Kegiatan komersial dan kegiatan lain yang berhubungan dengan peluncuran pesawat ruang angkasa.
d) Membuat persetujuan-persetujuan turunan menyangkut kegiatan sebagai pelaksanaan terhadap persetujuan.
Masalah pertanggungjawaban, diatur dalam pasal 11perjanjian Indonesia-Rusia. Dalam masalah pertanggungjawaban, ketentuan dari perjanjian Indonesia-Rusia menyatakan bahwa, para pihak berdasarkan asas timbal balik, wajib melepaskan setiap tanggung jawab dan klaim-klaim kompensasi terhadap satu sama lain dan karenanya masing-masing pihak tidak akan mengajukan setiap klaim terhadap pihak lainnya, badan berwenang dan organisasi pelaksananya dari pihak lain tersebut untuk kerusakan yang berakibat pada orang-orang di antara personilnya atau barang-barang miliknya sehubungan dengan partisipasi orang-orang tersebut dan penggunaan harta benda tersebut dalam kegiatan bersama berdasarkan persetujuan ini, oleh pihak lain, badan berwenang dan organisasi-organisasi pelaksananya.[8]
Dampak Positif
Kerjasama Indonesia-Rusia dengan menggunakan air launch system merupakan agenda nasional serta menjadi program bersama rakyat Indonesia,[9] yang diharapkan dapat menjadi sumber penerimaan bagi pemerintah Indonesia sekaligus dapat menghasilkan nilai tambah secara ekonomis melalui pembangunan dan pengoperasian air launch system di Biak. [10]
Kerjasama Indonesia-Rusia dengan menggunakan air launch system merupakan suatu usaha jasa kegiatan bisnis yang dapat dikategorikan sebagai proyek perintisan yang berteknologi tinggi, memiliki faktor resiko yang cukup tinggi dan memerlukan modal yang besar. Dengan adanya kegiatan kerjasama Indonesia-Rusia pada gilirannya akan membawa lepasnya Indonesia dari ketergantungan terhadap negara lain dalam penggunaan jasa peluncuran satelit.
Indonesia mendapatkan patner di bidang teknologi ruang angkasa yang kompeten, yang mana teknologi tersebut diawasi ketat penyebarannya. Indonesia dengan kegiatan ini mendapat akses ke ruang angkasa. Dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi peningkatan posisi tawar Indonesia di antara negara-negara di dunia yang masuk dalam kategori space country. [11]
Bagi pemerintah daerah Biak akan memperolah keuntungan yang besar karena nilai investasi yang tinggi dari pembangunan saran dan prasarana peluncuran pesawat ruang angkasa Biak melalui penerimaan anggaran dari sektor pajak berupa pajak tenaga ahli, dan retribusi.[12] Peningkatan pendapatan pajak menunjang peningkatan pendapatan daerah guna palaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah khususnya Biak.
Dampak Negatif
Perlu dikhawatirkan adalah bahwa kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa Rusia menggunakan air launch system, yang beraktifitas pada saat peluncuran yaitu pesawat, bisa terdapat kemungkinan bahwa pesawat akan mengalami kebocoran pada tanki bahan bakar saat terbang dan meledak di udara.[13] Bila kepingan pesawat yang berisi muatan roket dan satelit menimpa warganegara Indonesia baik secara fisik maupun materi. Ketentuan Pasal VII bagian (a) Liability Convention 1972, menjelaskan bahwa ketentuan Liability Convention 1972 tersebut tidak berlaku terhadap warganegara dari negara peluncur. Dengan demikian tanggungjawab internasional terhadap kerugian yang terjadi akibat adanya kegiatan ruang angkasa. Liability Convention 1972, tidak dapat diberlakukan bagi warganegara Indonesia sebagai negara peluncur.
Convention Chicago 1944, sebagai perjanjian internasional yang mengatur mengenai kegiatan pesawat di ruang udara tidak dapat di berlakukan pula walaupun kegiatan peluncuran satelit Rusia tersebut menggunakan pesawat udara, hal ini berkaitan erat dengan ketentuan di dalam Pasal 3 bagian (a) Convention Chicago 1944, yang menjelaskan bahwa Chicago Convention ini berlaku hanya bagi pesawat udara sipil, dan tidak berlaku bagi pesawat udara negara. Sementara pesawat udara Antonov yang di gunakan dalam peluncuran satelit Rusia adalah pesawat dari negara Rusia, Pesawat Antonov mempunyai registrasi di Federasi Rusia, oleh karena itu flag carrier dari pesawat adalah Federasi Rusia.[14]
Dampak Hukum
Dampak hukum lain dari kegiatan kerjasama Indonesia-Rusia adalah terjadi kekosongan hukum karena Indonesia sebagai negara peluncur, sesuai dengan ketentuan Pasal VII bahwa ketentuan Liability covention 1972 tidak dapat di berlakukan terhadap kerugian yang di timbulkan oleh suatu objek ruang angkasa dari negara peluncur terhadap warga negara dari negara peluncur tersebut. Dengan tidak adanya pengaturan hukum nasional terhadap kegiatan ruang angkasa di Indonesia, terutama ketiadaan pengaturan hukum mengenai kegiatan peluncuran di wilayah Indonesia berdampak pada tidak adanya perlindungan hukum terhadap kerugiaan-kerugian yang menimpa warganegara Indonesia.
Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Indonesia
Negara Indonesia belum memiliki pengaturan hukum nasional yang mengatur tentang kegiatan ruang angkasa. Dengan demikian terhadap warga negara Indonesia yang mengalami kerugian akibat adanya kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa dari wilayah Indonesia dapat diberlakukan ketentuan hukum nasional Indonesia.
Sesuai ketentuan pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dalam prespektif tersebut maka, warga negara Indonesia yang mengalami kerugian akibat adanya kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa dapat melakukan penuntutan berdasarkan hukum acara perdata Indonesia dan tuntatan tersebut dapat disampaikan melalui lembaga pengadilan nasional.
Guna mencegah terjadinya masalah lingkungan yang dapat merugikan warga negara Indonesia dalam kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa di pulau Biak, pihak Indonesia maupun pihak Rusia sebagai penyelenggara kegiatan peluncuran wajib memperhatikan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan dengan melakukan analisis mengenai dampak lingkungan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2009. Analisa dampak lingkungan dapat dijadikan sebagai salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang harus dimiliki sebelum dilakukannya kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa di Biak.
Terhadap warga negara Indonesia khususnya masyarakat adat Biak yang merasa tersisih dari tanahnya sendiri karena perpanjangan bandara Kaisiepo Biak ke arah barat guna pembangunan sarana peluncuran pesawat ruang angkasa, mengakibatkan sebahagian masyarakat adat Biak harus dipindahkan ke tempat lain, perpindahan tersebut wajib memperhatikan kepentingan masyarakat adat sebagai warga masyarakat asli Biak yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya. Perpindahan masyarakat adat Biak selayaknya memperhatikan adanya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua, khususnya ketentuan pasal 43 ayat (1) dan pasal 43 ayat (4), agar tidak merugikan masyarakat adat itu sendiri sebagai warga negara Indonesia yang juga mengharapkan adanya perlindungan hukum. Pasal 43 ayat (1), menyatakan bahwa Pemerintah propinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Selanjutnya Pasal 43 ayat (4), mengatakan bahwa penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
Guna memberikan perlindungan hukum terhadap warga negara Indonesia apabila terjadi kerugian akibat adanya kegiatan peluncuran pesawat ruang angkasa Rusia, di dalam isi perjanjian kerjasama Indonesia-Rusia memungkinkan adanya ketentuan terpisah sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) bahwa Persyaratan ketentuan termasuk di dalamnya ketentuan hukum untuk melaksanakan program dan proyek kerjasama spesifik harus di buat dalam persetujuan terpisah, dalam bentuk tertulis. Selanjutnya ketentuan Pasal 6 ayat (2) Perjanjian Indonesia Rusia mengatakan bahwa para pihak harus, apabila perlu dan dengan mempertimbangkan kewajiban-kewajiban internasional dari masing-masing negara, menandatangani persetujuan terpisah dalam bentuk tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
Hazairin Pohan, Kebijakan Luar Negeri RI Di Kawasan Eropa Tengah Dan Timur, Makalah pada Briefing Calon Kepala Perwakilan RI, Jakarta, 2004.
Hazairin Pohan, Indonesian-Russian Strategic Partnership Relations in the 21 st Century, Paper pada Seminar P2P LIPI, Jakarta, 2006.
Aryo Wisanggeni Genthong, Peluncuran Roket Orang Biak Dapat Apa, melalui http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg04052.html
Laporan Delegasi RI Ke Sidang ke43 Sub Komite PBB, Wina, Austria, 29 Maret, 8 April 2004
I.B.R. Supancana, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perjanjian Internasional Di Bidang Kewilayahan, BPHN Dep. Kehakiman Dan HAM RI, 2001.
Naskah Penjelasan Urgensi Ratifikasi Persetujuan Antara Pemerintah RI dan Pemerintah Rusia.
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Alfred Sitindjak, Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Peluncuran Wahana Antariksa dari Wilayah Udara Indonesia, Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan, Vol. 2. No. 2, Penerbit LAPAN, Jakarta, 2004.
Kresno Putro, Analisis Segmen Pasar Sistem Peluncuran Satelit dengan Pesawat Udara, Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan, Vol. 4. No. 1. LAPAN, Jakarta, 2007.
[1] Hazairin Pohan, Kebijakan Luar Negeri RI Di Kawasan Eropa Tengah Dan Timur, Makalah disampaikan pada Brieafing Calon Kepala Perwakilan RI, Jakarta, 2004, hlm 4 – 5.
[2] Hazairin Pohan, Indonesian-Russian Strategic Partnership Relations in the 21 st Century, Paper pada Seminar P2P LIPI, Jakarta, 2006, hlm 11.
[6] I.B.R. Supancana, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perjanjian Internasional Di Bidang Kewilayahan, BPHN Dep. Kehakiman Dan HAM RI, 2001, hlm. 99.
[7] Pasal 1, Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Kerjasama di Bidang Eksplorasi dan Pemanfaatan Antariksa untuk Maksud Damai.
[8]Pasal 11, bagian 1.Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Kerjasama di Bidang Eksplorasi dan Pemanfaatan Antariksa untuk Maksud Damai.
[9] Biak Dipastikan Jadi Lokasi Peluncuran Satelit Rusia, melalui: http://www.antara.co.id/view/?i=118915454.
[10] Alfred Sitindjak, Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Peluncuran Wahana Antariksa dari Wilayah Udara Indonesia, Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan, Vol. 2. No. 2, Penerbit LAPAN, Jakarta, 2004, hlm. 11.
[11] Kresno Putro, Analisis Segmen Pasar Sistem Peluncuran Satelit Dengan Pesawat Udara, Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan, Vol. 4. No. 1. Penerbit LAPAN, Jakarta, 2007, hlm 51
[12]Dominggus A. Mampioper, Satelit Biak Untuk Siapa, melalui: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pill=26&dn=20070923222055.
[13] Kepala Pusat, Analisis, Informasi Kedirgantaraan Badan Antariksa.
[14] Mardianis Op. cit, hlm 9