RESOLUSI NO. 808 DEWAN KEAMANAN DAN IMPLEMENTASI HAM OLEH PBB (Studi Kasus Yugoslavia)

Hukum Internasional

RESOLUSI NO. 808 DEWAN KEAMANAN

DAN IMPLEMENTASI HAM OLEH PBB

(Studi Kasus Yugoslavia)

 

Oleh : Irma Hanafi

 

Daniel Webster berpendapat bahwa keadilan adalah kepentingan manusia yang paling luhur di bumi ini. Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya, diperjuangkan oleh orang dengan gigihnya, dinantikan oleh orang dengan penuh kepercayan, dan orang akan menentang apabila keadilan tidak diberikan atau apabila keadilan tidak ada.[1]       

Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa mencegah Perang Dunia ke-2 tidak melenyapkan keyakinan yang sering dikemukakan, bahwa hanya oleh suatu bentuk organisasi negara-negara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Negara-negara sekutu , pada tahun 1941, menamakannya “The United Nations” dan pada tahun 1943 Deklarasi Moskow mengakui “perlunya mendirikan suatu organisasi internasional public yang dapat bekerja dalam waktu segera, yang didasarkan atas prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara yang cinta damai, besar maupun kecil, untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional”.

Suatu rencana pasti bagi sebuah organisasi diperbaharui dalam beberapa tahap, di Teheran tahun 1943, di Dumbarton Oaks tahun 1944, di Yalta tahun 1945 dan akhirnya dalam Konferensi San Fransisco tahun 1945 dimana 50 pemerintah, dengan dasar proposal Dumbarton Oaks yang dipersiapkan oleh empat negara sponsor, bersama-sama menyusun Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa.[2]

Dalam Piagam PBB 1945, berawal dengan penegasan kembali suatu kepercayaan terhadap hak asasi manusia, terhadap martabat dan nilai pribadi manusia pada hak-hak asasi yang sama dari laki-laki dan perempuan serta dari bangsa-bangsa yang besar dan kecil. Piagam menyatakan bahwa tujuan PBB antara lain “untuk mengembangkan hubungan-hubungan antar bangsa yang bersahabat  yang berdasarkan penghormatan terhadap prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat…dan untuk mencapai kerjasama internasional…dalam mencanangkan serta mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan terhadap kebebasan yang fundamental bagi semua tanpa membedakan ras, bahasa, agama…Dan dalam dua pasal kunci semua anggota “ berjanji untuk bertindak bersama dan sendiri-sendiri dengan bekerjasama dengan organisasi ini.”[3]

Hak asasi manusia merupakan suatu tuntutan kemanusiaan. Saat ini hak asasi manusia telah menjadi sebuah konsep hukum tertulis. Inggris dikenal adanya Magna Charta 1215 dan Bill of Rights 1689, di Amerika Serikat ada Virginia Bill of Rights 1776 dan Declaration of Independence 1776, dan di Afrika dikenal adanya African Charter on Human and People Rights. Lebih lanjut Perserikatan Bangsa Bangsa menetapkan Universal Declaration of Human Rights 1948.

 Di dalam deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa diakui bahwa manusia adalah individu yang menyandang status sebagai subjek hukum internasional disamping negara. Secara umum berdasarkan banyaknya deklarasi dan kovenan yang berkenaan dengan hak asasi manusia yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa Bangsa, yang dikenal dengan tiga generasi hak asasi manusia.[4]

Hak asasi manusia dibicarakan dalam organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam parlemen nasional, pers, untuk menekankan kepentingannya atau untuk mengecam pemerintah-pemerintah yang tidak memperhatikannya. [5] UNESCO, bersama-sama dengan organisasi-organisasi internasional yang lain, universal dan regional, banyak menaruh perhatian pada konsep-konsep hak asasi manusia.[6]

Berdasarkan mandatnya untuk memelihara perdamaian, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa membentuk pengadilan kejahatan internasional yang pertama melalui Resolusi No 808, Februari 1993 yang menyatakan bahwa “pengadilan internasional harus diselenggarakan untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional yang dilakukan di wilayah bekas Yugoslavia sejak 1991”[7]

Pembentukan mahkamah kejahatan internasional setelah usai perang dingin ini salah satunya menghasilkan International Criminal Tribunal for fomer Yugoslavia ( ICTY) .

Pembentukan ICTY ini merupakan hasil dari evaluasi masyarakat internasional melalui Dewan Keamanan PBB terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi di bekas Yugoslavia, namun pembentukan pengadilan internasional ini tidak mendapatkan dukungan dari Yugoslavia baru yang terdiri dari Serbia dan Montenegro.Berdasarkan uraian penjelasan di atas penulis dalam penulisan ini akan membahas dikeluarkannya Resolusi 808 Dewan Keamanan sebagai bagian dari implementasi hak asasi manusia oleh PBB.

PBB dan Hak Hak Asasi Manusia

Terdapat beberapa organ dan lembaga PBB yang tanggungjawabnya masuk ke dalam bidang hak asasi manusia yang umum, antara lain: Majelis Umum yang merupakan organ pleno PBB dan mempunyai kewenangan yang luas menurut Piagam untuk mempertimbangkan masalah hak asasi manusia; Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), dalam bidang hak asasi manusia badan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan asasi untuk diserahkan ke Majelis Umum; Komisi Hak Asasi Manusia dengan Sub Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan bagi Minoritas.[8]

Piagam PBB memuat beberapa ketetapan menganai HAM. Mukadimahnya menetapkan tekad rakyat PBB untuk menyatakan kembali keyakinan pada HAM, pada martabat dan nilai manusia, persamaan hak antara pria dan wanita, dan persamaan antara negara besar dan negara kecil. Pasal 1 (3) Piagam PBB mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap HAM dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama.

 Berdasarkan Bab XI piagam berjudul kerjasama ekonomi dan sosial internasional, pasal 55 Piagam PBB menetapkan bahwa dengan tujuan menciptakan keadaan yang stabil dan sejahtera, yang diperlukan untuk hubungan perdamaian dan persahabatan antara bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan terhadap asas-asas persamaan hak dan hak menentukan sendiri dari rakyat, maka PBB memajukan:

a.       Tingkat hidup yang lebih tinggi, pekerjaan yang cukup bagi semua orang, dan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi, kemajuan sosial dan pembangunan.

b.      Pemecahan masalah-masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, kesehatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu; serta kerjasama internasional di lapangan kebudayaan dan pendidikan; dan

c.       Penghormatan hak asasi manusia seantero jagad demikian pula pengejawantahannya serta kebebasan-kebebasan dasar bagi semua, tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.

. Pasal 56 menyatakan bahwa semua anggota berikrar akan mengambil tindakan bersama dan sendiri-sendiri…bagi tercapainya tujuan-tujuan yang diuraikan dalam pasal 55.[9]

Berdasarkan mandatnya untuk memelihara perdamaian, Dewan Keamanan membentuk pengadilan kejahatan inetrnasional yang pertama melalui Resolusi No. 808 dan 827. Pengadilan Nuremberg adalah pengadilan yang dibentuk hanya oleh empat negara pemenang Perang Dunia II, sedangkan pengadilan Den Haag adalah organ tambahan Dewan Keamanan PBB yang membutuhkan kerjasama semua negara.[10]

International Criminal Tribunal for fomer Yugoslavia ( ICTY) dibentuk melalui Resolusi Dewan keamanan PBB pada tahun 1993 guna menginvestigasi, menuntut, mengadili individu-individu yang bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional selama konflik bersenjata sejak tahun 1991.

ICTY berkedudukan di Den Haag. ICTY masih diperlukan sampai saat ini disebabkan karena restorasi atas perdamaian dan keamanan dalam wilayah Yugoslavia mensyaratkan adanya keadilan bagi para korban, dan mereka yang selamat dari kejahatan yang terjadi. Yurisdiksi materi dari ICTY  meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan yang hanya apabila dilakukan di dalam suatu konflik bersenjata yaitu kejahatan yang dilakukan di wilayah Yugoslavia sejak 1991. ICTY juga mengatur tanggungjawab komandan baik yang bersifat aktif maupun pasif (crimes by omission) dan mempunyai primacy terhadap pengadilan nasional. Peradilan in absentia tidak dimungkinkan dengan asas individual criminal responsibility, maka tidak dimungkinkan penuntutan pidanan terhadap negara, organisasi dan asosiasi. Perkembangan berbagai kasus di dalam ICTY saat ini terus berlangsung di Den Haag.[11]

Fakta-Fakta Hukum Kasus Yugoslavia

            Dimasa kepemimpinan Presiden Tito Repoblik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup popular dimata internasional karena Tito dianggap sebagai pemersatu bangsa Yugoslavia. Bulan Mei 1980 Presiden Tito meninggal dunia dan tidak ada pengganti yang kuat seperti Presiden Tito yang dapat memimpin Yugoslavia.           

Tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memploklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya, disusul Repoblik Bosnia pada Maret 1992. Pemisahan ini didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa dan akhirnya mendapat pengakuan masyarakat internasional, padahal pemerintah Yugoslavia berkeras untuk mencegah pemisahan kedaulatan tersebut sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Dengan adanya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Repobik Serbia dan Repoblik Montonegora membentuk Repoblik Federasi Yugoslavia pada 27 April 1992, namun tidak mendapat pengakuan internasional.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melalui perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengorbankan pertemuran diantara pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali korban.

Untuk mencegah lebih banyak korban berjatuhan kembali di wilayah Yugoslavia maka PBB mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyak faktor-faktor luar yang mempengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya membuat kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di wilayah aks Yugoslavia.  [12]               

Perang sipil di Yugoslavia dimulai pada tahun 1991. Perang ini dimulai ketika pasukan Serbia membom Vukovar dan Dubrovnik. Pada Mei 1992 saat Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Serbia, kekejaman yang dilakukan Serbia sudah mencapai tingkat yang tidak pernah dialami Eropa sejak Perang Dunia ke II. Embargo senjata yang dilakukan hanya sedikit berpengaruh, diterapkan pada semua pihak, yang justru lebih menguntungkan pasukan Serbia yang lebih siap. [13]

Yugoslavia dikenakan sanksi oleh Dewan Keamanan karena tidak mengindahkan delapan resolusi yang telah dikeluarkan Dewan Keamanan sejak 25 September 1991 sampai tanggal 25 Mei 1992, terutama dengan memburuknya situasi di Bosnia-Herzegovina dan tempat-tempat lain di Yugoslavia yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional, penyerangan terhadap anggota Pasukan Perdamaian PBB (UNPROFOR) termasuk anggota Palang Merah Internasional (ICRC), pelanggaran guncatan senjata, pengusiran warga negara yang bukan Serbia.

Pimpinan Republik Federasi Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara besar yang berhasil melemahkan negaranya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan untuk merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan untuk memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia adalah melalui perundingan dengan tetap menghormati kepentingan dan legitimas dari ketiga suku bangsa di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar dan dengan menggunakan ultimatum sulit untuk diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak adil terhadap Yugoslavia bertujuan untuk memaksa Yugoslavia mengikuti kebijakan Eropa pada umumnya.

Tanggal 25 September 1991, Dewan Keamanan mengenakan sanksi ekonomi pada Yugoslavia antara lain: melarang impor bahan-bahan mentah dan produksi barang-barang lainnya dari Yugoslavia serta kegiatan apapun yang ditafsirkan dapat meningkatkan eksportnya serta penjualan dan pemasokan dengan menggunakan kapal laut/udara bagi bahan-bahan tersebut.; menghentikan dana bantuan termasuk sumber-sumber ekonomi dan keuangan negara tersebut; mengurangi tingkatan staf diplomatik dan konsuler dari perwakilan Yugoslavia di luar negeri.; melarang keikutsertaan atlit Yugoslavia baik dalam kelompok maupun secara perorangan dalam pecan-pekan olah raga internasional.[14]

Amerika Serikat kemudian mengusulkan digelarnya pengadilan kejahatan perang. Dewan Keamanan PBB memulai dengan menunjuk suatu Komisi Para Ahli yang diketuai oleh Profesor Cheriff Bassiouni untuk menyelidiki pelanggaran hukum kemanusiaan inetrnasional. Tanggal 26 Januari 1993 dikeluarkan sebuh laporan sementara yang isinya menggambarkan perselisihan etnis, pembunuhan masal, penyiksaan, perkosaan dan perampokan serta penghancuran property budaya, agama dan pribadi.

Akibat laporan Komisi Para Ahli yang ditunjuk Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 22 Februari 1993, PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan 808, yang mengidentifikasikan situasi tersebut sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan nasional, dan memutuskan untuk membentuk pengadilan internasional yang akan membantu menciptakan perdamaian dengan cara menghentikan kejahatan perang dan menghukum pelakunya. Kemudian pada bulan Mei, PBB mengeluarkan Resolusi 827,yang mengadopsi laporan Sekertaris Jenderal PBB untuk menetapkan dasar dan prosedur legal lembaga baru tersebut.

Laporan Komisi Ahli diatas berfungsi sebagai mandat pengadilan, yang dimulai dengan menggambarkan Resolusi 808, dibatasi ruang lingkup dan tujuannya, keputusannya tidak terkait dengan pembentukan yurisdiksi kejahatan inetrnasional secara umum, ataupun pada pembentukan pengadilan kejahatan internasional. Laporan tersebut menerima metode umum pembentukan suatu badan penuntut dan pengadilan melalui negara-pihak, baik melalui Majelis Umum maupun sebuah konferensi khusus yang akan membuat suatu traktat yang dapat ditandatangani dan diratifikasi.Tahun 1993 PBB membentuk International Criminal Tribunal for fomer Yugoslavia ( ICTY) untuk mengadili para penjahat perang dan telah mengadili 79 orang.

Dasar Hukum Resolusi 808 Dewan Keamanan

Piagam PBB mencatat pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sebagai tujuan utama organisasi dan menguraikan dua cara pokok kearah pencapaian tujuan, yaitu langkah kolektif untuk mencegah atau menghilangkan ancaman perdamaian serta menindas tindakan-tindakan agresi dan pelanggaran-pelanggaran perdamaian dan penyesuaian atau penyelesaian perselisihan-perselisihan internasional dengan cara damai. Tanggungjawab utama bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan dibebankan pada dewan keamanan (pasal 1 ayat 1 Piagam PBB). [15]

Wewenang yang diberikan kepada Dewan Keamanan terdapat dalam Pasal 24 Piagam PBB yang menyatakan bahwa untuk menjamin agar PBB dapat menjalankan tindakannya dengan lancar dan tepat, maka anggota-anggota memberikan tanggungjawab utama kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan menyetujui agar supaya Dewan Keamanan dalam  menjalankan kewajiban-kewajiban bagi pertanggungjawaban ini bertindak atas nama mereka.

Dikaitkan dengan konflik di Yugoslavia, guna mencegah terjadinya konflik menjadi lebih besar dan mengarah pada terciptanya ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional untuk itulah Dewan Keamanan mengambil alih usaha perdamaian dalam konflik Yugoslavia. Situasi gawat darurat membenarkan adanya tindakan yang didasari Bab VII Piagam PBB, yaitu jika Dewan Keamanan menetapkan situasi yang dianggap akan mengancam perdamaian. Pengadilan mendapat  mendapatkan legitimasinya dari kenyataan bahwa pengadilan merupakan cara untuk menjaga atau memulihkan keamanan dan perdamaian internasional. Sebagai standard operation procedure bagi kedaulatan negara, masa aktifnya sebagai pengadilan ad hoc dibatasi sampai pada pemulihan perdamaian di wilayah bekas Yugoslavia.

Pasal 39 Piagam PBB, Dewan Keamanan akan menentukan ada tidaknya sesuatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan akan menganjurkan atau memutuskan tindakan apa yang harus diambil sesuai dengan pasal 41 dan pasal 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.

Pasal 41 Piagam PBB, Dewan Keamanan akan memutuskan tindakan-tindakan apa di luar penggunaan kekuatan senjata, yang harus dilaksanakan agar keputusan-keputusannya dapat dijalankan, dan dapat meminta kepada anggota-anggota PBB untuk melaksanakan tindakan-tindakan itu ialah pemutusan seluruhnya atau sebahagian hubungan-hubungan ekonomi, termasuk hubungan kereta api, laut, udara, pos, telegraf, radio dan alat-alat komunikasi lainnya, serta pemutusan hubungan diplomatic. Pasal ini tidak sama sekali tidak membahas menyangkut pengadilan internasional, namun kekuasaannya sangat luas termasuk juga pembebanan tanggungjawab criminal pada individu yang tindakan agresinya dapat dicegah oleh adanya kemungkinan hukuman.

Walaupun Pasal 2 (7) Piagam PBB melarang PBB melakukan intervensi terhadap masalah yang ada di dalam yurisdiksi suatu negara, namun prinsip ini tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan langkah-langkah yang didasari bab VII dari Piagam PBB. Karena dalam hal ini tujuan utama dari intervensi yang dilakukan adalah untuk menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan dan untuk menghukum para pelaku, juga yang menjadi korban adalah etnis mayoritas dalam wilayah tertentu. Bantuan kemanusiaan yang dapat ditentukan antara lain membantu dalam proses penentuan nasib sendiri.

Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 25 Piagam PBB, semua negara anggota PBB menyetujui untuk menerima dan melaksanakan keputusan dari Dewan Keamanan sesuai dengan piagam. Dengan demikian dapat diarahkan bahwa keputusan itu bukan saja harus dipatuhi tetapi juga harus dilaksanakan karena ketentuan itu mengikat secara hukum. Bukan hanya bagi semua negara anggota PBB tetapi juga bagi negara yang bukan anggota PBB. Keterikatan negara bukan anggota PBB itu tercermin di dalam Piagam PBB sendiri.

Kewajiban yang diberikan kepada negara anggota PBB menurut Pasal 25 tersebut pada hakekatnya merupakan konsekuensi langsung sebagai kewenangan yang telah diberikan kepada Dewan Keamanan sesuai dengan Pasal 24 yaitu semua negara anggota menyetujui bahwa Dewan Keamanan di dalam mengembang tanggung jawab utamanya (primary responsibility) untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional bertindak atas nama semua negara anggota. Karena itu Resolusi No 808 yang di keluarkan Dewan keamanan adalah sesuatu yang wajar untuk dilaksanakan pada negara yang sedang mengalami konflik kemanusiaanseperti Yugoslavia.

Menurut hukum pidana internasional, unsur-unsur internasional dari suatu kejahatan pidana adalah; kejahatan yang mengancam secara langsung terhadap perdamaian dan keamanan internasional; kejahatan yang mengancam secara tidak langsung terhadap perdamaian dan keamanan internasional; kejahatan yang mengguncang perasaan kemanusiaan.

Konflik Yugoslavia memenuhi unsur-unsur sebuah kejahatan internasional yang dengan demikian penyelesaian dari konflik tersebut dapat diselesaikan menurut hukum internasional dalam hal ini ketentuan-ketentuan internasional yang ada di dalam PBB, khususnya wewenang Dewan Keamanan.

Pasal 1 Statuta Pengadilan Den Haag memberikan kuasa untuk menuntut orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran serius terhadap hukum humaniter inernasional yang dilakukan di wilayah bekas Yugoslavia sejak 1991. Pengertian kejahatan kemanusiaanadalah tindakan-tindakan di luar batas kemanusiaan yang amat serius dan dilakukan sebagai bagian dari serangan yang luas dan sistematis terhadap warga sipil berdasarkan alasan politis, etnis dan agama. Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan pada masa damai maupun pada masa perang (pasal 7 Statuta Roma)

Kejahatan perang yaitu pelanggaran terhadap hukum atau aturan perang, salain hal-hal yang digambarkan dalam hukum kemanusiaan internasional mencakup metode illegal dari peperangan yang dilakukan terhadap pihak musuh atau warga sipil dalam konflik bersenjata, baik internasional maupun internal (pasal 8 Statuta Roma)

            Mengkaji pengertian defenisi di atas dan menganalisa konflik yang terjadi di wilayah Yogoslavia yang mengakibatkan banyaknya rakyat sipil mati sia-sia, dapatlah dikatakan bahwa apa yang terjadi pada wilayah bekas Yogislavia ini telah terjadi kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional, sudah selayaknyalah para individu yang telah melakukan hal tersebut dapat dihukum.Dan pengadilan yang kejahatan internasional yang diadakan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan No. 808 dapat dijalankan berdasarkan tujuan pencapaian keamanan dan perdamaian internasional dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia antara lain hak bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap keleluasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat; bebas dari serangan terhadap kehormatan nama baik; dan hak atas perlindungan hukum terhadap serangan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, RosdaKarya, Bandung, 2008.

 

2.      Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia Di Dunia Yang Berubah, Penerjemah A. Rahman Zainuddin,  Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2005.

 

  1. D.W. Bowett. Q.C. LL.D, Hukum Organisasi Internasional, (Terjemahan     Bambang Iriana Djajaatmadja), Sinar Grafika, 1991.

 

  1. Geoffrey Robertson QC, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Perjuangan Untuk Mewujudkan keadilan Global, editor Suhartono, Komisi HAM, Jakarta, 2002.

5.      Ian Brownlie, Hak-hak Rakyat Dalam Hukum Internasional Modern, Dalam HAM Masyarakat Dunia Isu dan Tindakan, Terjemahan A. Setiawan Abadi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993.

 

  1. James Barros, PBB Dulu Kini dan Esok, terjemahan D.H. Gulo, Bumi Aksara, Jakarta, 1984.
  2. Muladi, Peradilan HAM Dalam Konteks Nasional Dan Internasional
  3. Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

  1. Rescoe Pound, Tugas Hukum, diterjemahkan oleh Muhammad Radjah, Bhratara, Jakarta, 1965.

 

  1. Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni, Bandung, 1997.

 

  1. Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994.
  2. T. Mulia Lubis, HAM dalam Masyarakat Dunia Isu dan Tindakan, Yayasan Obor, Jakarta 1993.

 

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

http://id.wikipedia.org/wiki/Disintegrasi_Yugoslavia

 



[1] Rescoe Pound, Tugas Hukum, diterjemahkan oleh Muhammad Radjah, Bhratara, Jakarta, 1965, hlm 9.

[2] D.W. Bowett Q.C. LL. D, Hukum Organisasi Internasional, Op.cit, hlm 30

[3] T. Mulia Lubis, HAM dalam Masyarakat Dunia Isu dan Tindakan, Yayasan Obor, Jakarta 1993, hlm 24.

[4]  Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, RosdaKarya, Bandung, 2008, hlm 152

[5] Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia Di Dunia Yang Berubah, Penerjemah A. Rahman Zainuddin,  Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2005, hlm xix.

[6] Ian Brownlie, Hak-hak Rakyat Dalam Hukum Internasional Modern, Dalam HAM Masyarakat Dunia Isu dan Tindakan, Terjemahan A. Setiawan Abadi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993, hlm 88.

[7]Geoffrey Robertson QC, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Perjuangan Untuk Mewujudkan keadilan Global, editor Suhartono, Komisi HAM, Jakarta, 2002, hlm 351.

[8]Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994, hlm  94 – 97.

[9] Scott Davidson, Ibid, hlm 90.,

[10]  Geoffrey Robertson QC, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Perjuangan Untuk Mewujudkan keadilan Global, Op.cit, 2002, hlm 351

[11] Muladi, Peradilan HAM Dalam Konteks Nasional Dan Internasional

[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Disintegrasi_Yugoslavia

[13] Geoffrey Robertson QC, Ibid, 355.

[14] Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni, Bandung, 1997, hlm 15

[15] James Barros, PBB Dulu Kini dan Esok, terjemahan D.H. Gulo, Bumi Aksara, Jakarta, 1984, hlm 6 

Tinggalkan Balasan