INOVASI ARSITEKTUR LEMBAGA PERBANKAN DI WILAYAH KEPUALUAN

Pembangunan Hukum Di Maluku

INOVASI ARSITEKTUR LEMBAGA PERBANKAN

DI WILAYAH KEPUALUAN[1]

 

Oleh : Ronald Saija

 

Pendahuluan

Pengembangan wilayah Maluku sebagai salah satu wilayah kepulauan dengan gugusan pulau yang tersebar dan berbatasan dengan Negara tetangga, diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau. Oleh karena itu, arah kebijakan dan strategi pengembangan wilayah Maluku di tahun 2013 tentunya membutuhkan upaya-upaya sinergi pusat dan daerah serta antardaerah maupun upaya-upaya reformasi birokrasi untuk mendukung pembangunannya.

Perkembangan perekonomian wilayah Maluku tumbuh dengan laju moderat. Dengan potensi sumber daya alamnya yang relatif belum berkembang, masih terbuka peluang bagi wilayah ini memacu pertumbuhan ekonomi lebih pesat. Tantangan dalam percepatan pertumbuhan wilayah ini adalah pengelolaan sistem distribusi dan rantai pasokan wilayah khususnya bahan pangan dan energi mengingat karakter wilayah Maluku berupa kepulauan yang rawan mengalami inflasi pada saat kondisi cuaca buruk (glombang tinggi). Selain itu, wilayah Maluku juga masih memiliki permasalahan terkait dengan rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya pada bidang lembaga perbankan. Bank adalah bagian dari system keuangan dan system pembayaran suatu Negara pada era globalisasi dewasa ini. Dalam hal ini, bank merupakan bagian dari system keuangan, mengingat sebagai salah satu factor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan terhadap bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya.

Implementasi transformasi ekonomi yang tengah digulirkan konsepnya pada saat ini, menurut peranan wilayah Maluku yang lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Transformasi ekonomi yang dikembangkan melalui konsep percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia serta dituangkan dalam koridor ekonomi Indonesia. Kinerja perbankan Provinsi Maluku pada triwulan IV-2012 menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan kredit. Aset perbankan daerah di Maluku mencapai Rp14,59 triliun atau mengalami pertumbuhan 47,08% pada triwulan laporan. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meningkat mencapai Rp8,60 triliun atau tumbuh sebesar 19,90%. Sedangkan Kredit mencapai angka Rp6,16 triliun dengan pertumbuhan 24,03%. Loan to Deposit Ratio (LDR) hingga level 71,55%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,87%. Dari sisi kelembagaan, terdapat penambahan satu kantor cabang pembantu bank swasta nasional pada triwulan IV-2012. Struktur perbankan daerah Maluku pada triwulan IV-2012 masih dikuasai oleh bank pemerintah di urutan teratas (68,28%), diikuti oleh bank swasta (24,79%), dan Bank Perkreditan Rakyat (6,93%). Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Maluku menunjukkan kinerja cukup baik. Pada triwulan laporan, DPK mencapai Rp 8,60 triliun atau tumbuh sebesar 19,90%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 24,42%. Jika dirinci lebih jauh maka giro memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan laporan yaitu sebesar 34,22%, disusul oleh tabungan sebesar 20,27%, dan deposito sebesar 9,93%. Sedangkan jika dilihat menurut jenis bank maka pertumbuhan penghimpunan DPK pada triwulan IV-2012 terutama disumbang oleh pertumbuhan bank pemerintah sebesar 20,37%, bank swasta sebesar 20,51%, dan bank swasta sebesar 5,73%.

Bank Indonesia sebagai inisiator telah menerbitkan peraturan  dan ketentuan, agar industri perbankan dapat mengimplementasikan aktivitas usahanya secara prudent yang menace pada standar nasional serta memperhatikan hak-hak nasabah. Industri perbankan Maluku masih didominasi oleh bank pemerintah yang memiliki keunggulan modal dan jaringan kantor. Bank pemerintah yang sudah sejak lama hadir di Maluku sehingga memiliki akumulasi aset yang besar sejalan dengan ekspansi yang menjangkau hampir seluruh wilayah Maluku. Sedangkan bank swasta dan BPR terkonsentrasi pada Kota Ambon dan Kota Tual dengan jaringan kantor yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bank pemerintah. Meskipun demikian, pada triwulan laporan asset perbankan swasta dan BPR mengalami peningkatan.

Penghimpunan dana oleh perbankan melalui produk-produk giro, tabungan, dan deposito membuat memberikan kontribusi yang nyata pada pertumbuhan DPK. Di samping itu, terkait dengan makin berkembangnya teknologi informasi membuat masyarakat membutuhkan jasa perbankan untuk bertransaksi secara cepat dan aman misalnya transfer uang melalui ATM, internet banking, dan SMS banking. Hal menjadi salah satu penyebab pesatnya pertumbuhan kegiatan penghimpunan DPK, karena untuk dapat menggunakan jasa tersebut, seseorang wajib memiliki rekening bank.

Menurut jenis simpanan, tabungan masih menyumbang pangsa terbesar terhadap total DPK perbankan Maluku dengan 54,50%, disusul oleh deposito sebesar 25,45%, dan giro sebesar 20,05%. Dari struktur ini terlihat bahwa preferensi masyarakat secara umum dalam menyimpan dana di perbankan berturut-turut adalah likuiditas, profitabilitas, dan transaksi bisnis. Sebagai perwujudan dari salah satu tugas pokok Bank Indonesia sebagai bank sentral yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, maka Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku menyelenggarakan aktivitas pengelolaan Sistem Pembayaran (SP) baik tunai maupun non tunai. SP tunai tercermin dari aktivitas inflow dan outflow melalui perputaran kas KPw BI Provinsi Maluku. Sedangkan SP non tunai direpresentasikan oleh aktivitas kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS).

Pergeseran orientasi ekonomi langsung semakin cepat, sehingga memerlukan penyesuaiann paradigma atau kita tidak lagi dapat merespon perubahan secara terarah dan terkordinasi. Tanpa disadari, kehadiran inovasi dari arsitektur lembaga perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat bermakna bagi  perkembangan industri  lembaga perbankan di wilayah kepulauan Maluku agar lebih efektif dan efisien serta mampu merespon tantangan ke depan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat memberikan permasahan sebagai berikut: Sejauhmana inovasi arsitektur lembaga perbankan di wilayah kepulauan Maluku dapat merespon tantangan di masa depan?

 

PEMBAHASAN

Kreasi dapat dikatakan merupakan sumber daya yang tidak terbatas, namun mewujudkan suatu inovasi (kreasi) atau ide hingga dapat diterima di pasar sangat memerlukan semangat dan kapasitasnya dalam memprosesnya, dimana ketahanan dan komitmen pelaku usaha diasah dan diuji. Pemrosesan akan meibatkan pihak-pihak, tentunya yang berkepentingan terhadap wujud dari kreasi yang dimaksud. Secara formal menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru untuk menerapkan ilmu penetahuan dan teknologi yang ada ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi dapat dikatakan merupakan mobilisasi pengetahuan dan ketrampilan teknis serta pengalaman dalam menciptakan proses dan hasil yang baru.

Kegiatan bank yang dilakukan sehari-hari baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat tidak terlepas dari berbagai kesalahan. Kesalahan ini dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, agar dunia perbankan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh dunia perbankan. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia.

Dalam hal pembinaan dan pengawasan tersebut Bank Indonesia menetapkan kriteria kesehatan bank yang meliputi aspek kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.  Dalam hal ini, Bank Indonesia telah menetapkan beberapa peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, serta melaksanakan pengawasan bank dan dapat mengenakan sanksi terhadap bank. Adapun pengaturan dan pengawasan bank yang diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, pelaksana kebijakan moneter, dan lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan. Agar terciptanya perbankan yang sehat, maka sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, dapat berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penulis memberikan pendekatan yang harus dilakukan dengan menerapkan kebijakan untuk memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi), menerapkan prinsip kehati-hatian bank (Prudential Priciple), dan menerapkan pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan interen yang dibuat sendiri dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.

Pada kenyataannya Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, hukum harus mampu mengintegrasikan sehingga benturan-benturan kepentingan dapat ditekan. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan yang diberlakukan untuk membatasi serta melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

Oleh karena itu, eksistensinya bukan hanya harus dijaga oleh para pemilik bank, melainkan juga oleh masyarakat nasional dan global. Dengan perkataan lain, kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang dilakukan pada bank secara khusus maupun masyarakat luas pada umumnya.  Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, maka masyarakat luaspun berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut. Adapun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur yang paling pokok dari eksistensi suatu bank sehingga terpelihara rasa percaya masyarakat kepada perbankan.

Dalam hal ini, arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang telah terkandung dalam visi Arsitektur Perbankan Indonesia yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien untuk menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan perkataan lain, Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi kebutuhan yang mendesak bagi sektor perbankan di Indonesia guna memperkuat fundamental industri perbankan. Pada masa krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia tahun 1997 telah menunjukkan bahwa  industri perbankan nasional belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh dengan didukung oleh infrastruktur perbankan yang baik sehingga pada dasarnya masih terus diperkuat dalam mengatasi gejolak internal maupun eksternal. Dengan kondisi belum kokohnya fundamental perbankan nasional merupakan tantangan bagi industri perbankan secara universal, serta bagi Bank Indonesia selaku otoritas pengawasnya.

Dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan saat ini Bank Indonesia melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pengawasan berdasarkan kepatutan (Complience Base Supervision/CBS) dan pengawasan berdasarkan risiko (Risk Base Supervision/RBS). Dengan adanya pengawasan berdasarkan risiko (Risk Base Supervision/RBS), bukan berarti kita mengesampingkan pengawasan berdasarkan kepatutan (Complience Base Supervision/CBS), namun merupakan upaya untuk sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan.

Selanjutnya, belum adanya arah kebijakan secara formal yang dikemukakan kepada masyarakat tentang arah dan strategi perbankan ke depan dapat menyebabkan munculnya ketidakjelasan mengenai pengembangan perbankan jangka panjang. Sebelum munculnya Arsitektur Perbankan Indonesia, maka telah banyak pertanyaan yang muncul tentang bagaimana struktur perbankan Indonesia ke depan? Bagaimana strategi pengembangan perbankan syariah jangka panjang? Bagaimana peningkatan pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah beserta penguatan kelembagaan Bank Perkreditan rakyat?.

Selain itu, belum memadainya infrastruktur pendukung perbankan serta banyaknya masalah mengenai perlindungan nasabah yang belum terakomodasi yang mendapat perhatian besar dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan industri perbankan.  Dalam hal ini, adanya kebutuhan untuk memiliki arah dan strategi pengembangan perbankan pada jangka panjang sudah menjadi trend umum dan telah dipergunakan di Malaysia, Thailand, Singapura dan Hongkong. Hal ini menunjukkan keberadaan blue print perbankan sudah menjadi kebutuhan yang tidak terhindari serta perlu disusun untuk memenuhi kebutuhan industri perbankan nasional.

Selanjutnya berpijak dari kebutuhan akan blue print perbankan nasional dan kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan telah berjalan sejak tahun 1998, maka bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai suatu kerangka menyeluruh ke arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut tidak terlepas dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangunkan kembali perekonomian yang terpuruk  melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres Nomor 5 tahun 2003, dimana Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

Selanjutnya, dalam mencapai visi Arsitektur Perbankan Indonesia, maka Bank Indonesia telah menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai adalah:

a.       Struktur perbankan domestik yang sehat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, dan serta mendorong pembangunan ekonomi nasional;

b.      Sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif sesuai dengan standar Internasional;

c.       Industri perbankan yang kuat serta berdaya saing tinggi dan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko;

d.      Pengelolaan perusahaan yang baik dalam situasi eksternal perbankan nasional;

e.       Memiliki infrastruktur yang lengkap guna terciptanya industri perbankan yang sehat; dan

f.       Adanya perlindungan konsumen.

Selain itu, bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan Arsitektur Perbankan Indonesia selama beberapa tahun terakhir, maka Bank Indonesia  merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang terkandung dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. Menyadari pentingnya fundamental perbankan yang lebih kuat serta dapat meningkatkan daya tahan sistem perbankan terhadap fluktuasi perekonomian, maka sejak beberapa tahun terakhir Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia.  Dalam hal ini, menurut penulis bahwa Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program restrukturisasi perbankan.

Demikianlah inovasi Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai yakni menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan yang efektif, yaitu:

1.   Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan;

2.   Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif  yang dimotivasi pada standar Internasional;

3.   Menciptakan industri perbankan yang kuat serta memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko;

4.   Menciptakan pengelolaan perusahaan yang baik atau ‘Good Coorporated Governance’ untuk memperkuat situasi internal perbankan nasional;

5.   Dapat mewujudkan infrastruktur yang lengkap guna mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat; dan

6.   dapat mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

Untuk dapat mewujudkan perbankan wilayah kepauluan yang lebih kokoh, maka perbaikan perlu diimplementasikan di berbagai bidang terutama untuk merespon tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun belakangan ini, sebagai berikut:

1.         Pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah

Kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini masih mengindikasikan pertumbuhan kredit yang cukup tinggi, sehingga sulit untuk dicapai jika perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya. Hambatan dalam hal permodalan bank, penyaluran kredit dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagian bank untuk menyalurkan kredit, karena kurangnya kemampuan manajemen risiko dan keahlian pokok perbankan yang relatif masih lemah, serta biaya operasional yang masih relatif tinggi.  Hal tersebut masih merupakan tantangan tersendiri bagi masing-masing organisasi bank.

2.      Struktur perbankan yang belum optimal

Perkembangan jumlah bank dan struktur perbankan  Indonesia sejak tahun 1980-an bukan didasarkan pada skema untuk mewujudkan struktur yang ideal. Dalam hal ini, bank-bank minoritas perlu mendapatkan perhatian selain jumlahnya yang relatif banyak, bank minoritas kecil juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan bank mayoritas besar namun memiliki kemampuan operasional, menajemen risiko dan good corporate governance yang relatif terbatas.

 

3.      Pemenuhan kebutuhan layanan perbankan yang masih kurang

Sektor perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling dominan berkembang di Indonesia. Hal ini tidak berarti bahwa semua kebutuhan jasa keuangan masyarakat dapat terpenuhi, tetapi sebenarnya masih lemahnya pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut yang ditandai dengan adanya berbagai keluhan tentang kurang adanya akses terhadap kredit serta tingginya suku bunga kredit dan banyaknya praktek penyediaan jasa keuangan informal. Apabila ditinjau dari optik masyarakat cukup beralasan, sebab kredit korporasi dan UKM sudah mulai berkembang, sedangkan tingkat penetrasi kredit masih relatif rendah. Sejalan dengan perubahan sosial dan politik pada masyarakat, maka hal ini makin penting bagi masyarakat pengguna jasa keuangan terutama sektor perbankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan menyangkut masalah ekonomi dari pelayanan jasa keuangan serta adanya antisipasi terhadap efek, di samping meningkatkan peran jasa perbankan.

4.      Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan

Dalam sistem pengawasan bank yang perlu ditingkatkan dan disempurnakan, sebab masih terdapat beberapa prinsip kehati-hatian yang belum diterapkan secara baik, dimana koordinasi pengawasan yang masih perlu ditingkatkan, kemampuan sumber daya manusia akan pengawasan yang belum optimal, implementasi penegakkan hukum (law enforcement) pengawasan yang belum efektif, dan masih lemahnya pengawasan terkonsolidasi secara Internasional. Dengan kata lain, pengawasan bank merupakan bidang yang sangat dinamis dan luas cakupannya, juga peningkatan kualitas pengawasan merupakan salah satu upaya yang patut dilaksanakan secara kontinyu oleh Bank Indonesia.

5.      Kapabilitas perbankan yang masih lemah

Dari sisi internal terutama corporate governance dan core banking skill masih merupakan ukuran yang dapat dijadikan sebagai pedoman masih lemahnya kapabilitas perbankan terutama antisipasi dan pengelolaan risiko operasinal. Dalam hal ini, pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian termasuk pengelolaan risiko, akan semakin menunjukkan pentingnya penciptaan sistem pengendalian internal yang berkualitas dan tepat.

6.      Perlindungan nasabah yang harus ditingkatkan

Fundamentalium dari kegiatan usaha perbankan maupun jasa lembaga keuangan secara global adalah kepercayaan. Oleh karena itu, yang menjadi biang permasalahannya maupun tantangan bagi perbankan dan masyarakat untuk secara bersama-sama menciptakan standar dalam membentuk mekanisme pengaduan nasabah dan keterbukaan informasi produk perbankan. Dalam hal ini, sistem edukatif pada masyarakat tentang jasa dan produk yang ditawarkan oleh perbankan perlu diupayakan sehingga masyarakat dapat memahami risiko dan keuntungan yang dihadapi dalam menggunakan jasa dan produk perbankan tersebut.

7.      Perkembangan teknologi informasi

Menurut penulis, semakin beragam risiko pengelolaan lembaga keuangan dengan adanya kemajuan teknologi informasi sehingga menambah tantangan yang harus dihadapi pada sektor perbankan. Dalam hal ini, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan semakin pesat perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank, sehingga risiko-risiko yang muncul menjadi lebih besar dan beragam.

Dengan demikian, peningkatan efektivitas pengaturan serta pemenuhan standar pengaturan yang termotivasikan pada International best practices adalah hal yang sangat penting. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan bank Indonesia telah sejajar dengan Negara-negara lain dalam penerapan International best practices. Sedangkan dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam  dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya

 

Penutup

Untuk dapat mewujudkan perbankan wilayah kepauluan yang lebih kokoh, maka perbaikan perlu diimplementasikan di berbagai bidang terutama untuk merespon tantangan-tantangan yang dihadapi lembaga perbankan dalam beberapa tahun terakhir. Berkaitan dengan itu, maka disarankan

1.        Diharapkan bank-bank minoritas perlu mendapatkan perhatian selain jumlahnya yang relatif banyak, bank minoritas kecil juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan bank mayoritas besar namun memiliki kemampuan operasional, menajemen risiko dan good corporate governance yang relatif terbatas.

2.        Diharapkan pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian termasuk pengelolaan risiko, akan semakin menunjukkan pentingnya penciptaan sistem pengendalian internal yang berkualitas dan tepat.

3.      Diharapkan dalam perkembangan teknologi informasi yang telah menyebabkan semakin pesat perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank, sehingga dapat menekan risiko-risiko yang muncul menjadi lebih besar dan beragam.

 

 

DAFTAR BACAAN

 

Abdulkadir Muhammad, SH dan Rilda Muniarti, SH., M.Hum, 2004, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung

Abdulkadir Muhammad., 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti

Dahlan Siamat., 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta

Ronald Saija, 2012, Paradigma Kontemporer Arsitektur Lembaga Perbankan di Indonesia, Jakarta : Mitra Sahabat

Thomas Suyatno., dan kawan-kawan, 2005, Kelembagaan Perbankan, Edisi III, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. bandingkan Prof. G. M. Verryn Stuart, Bank Politik

 


[1] Tulisan ini diterbitkan dalam sebuah buku KOMPILASI PEMIKIRAN TENTANG DINAMIKA HUKUM DALAM MASYARAKAT (Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013), 2013

 

Tinggalkan Balasan