PENEGAKAN HUKUM PERIZINAN DAN INVESTASI DI KOTA AMBON

Hukum Tata Negara / Hukum Administrasi Negara

PENEGAKAN HUKUM PERIZINAN DAN INVESTASI DI KOTA AMBON

Victor J. Sedubun

 Otonomi daerah pada hakikatnya merupakan penyerahan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan utama kebijakan otonomi daerah ialah mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat agar dapat lebih cepat, efektif, dan efisien dalam melakukan aktivitas ekonominya termasuk dengan membuka kesempatan bagi para calon investor –baik asing maupun dalam negeri– untuk menanamkan modalnya di Daerah. Keberhasilan Pemda dalam melaksanakan kebijakan tersebut akan diukur dan dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas ekonomi penduduk dan banyaknya investasi masuk ke Daerah.

Tugas pokok pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dibagi atas 2 (dua), yaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus dipatuhi masyarakat, sedangkan tugas memberi pelayanan kepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya.

Dalam rangka pembangunan di daerah serta untuk mempersiapkan era perdagangan bebas dan globalisasi, juga sekaligus untuk menggali PAD, hampir semua Pemda meletakkan harapannya pada kegiatan penanaman modal. Salah satu bentuk kebijakan di bidang penanaman modal adalah dengan menarik keterlibatan sektor swasta, baik dalam negeri maupun asing. Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari reinventing government, yang menyatakan bahwa posisi pemerintah adalah lebih efektif dalam aspek pengaturan (steering) dan dan mengurangi perannya sebagai penyedia langsung dari pelayanan (rowing) jika posisi swasta cukup ada dan mampu menggantikan peran pemerintah selaku penyedia pelayanan.

Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Untuk itu persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Apabila dikatakan bahwa izin dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, penataan dan pengaturan izin ini sudah semestinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.

Realitas pelayanan perizinan di berbagai wilayah di Provinsi Maluku belum dapat dikatakan optimal karena masih mengalami berbagai penyimpangan, mulai dari inkonsistensi waktu dan diskriminasi. Kecenderungan orientasi Pemda untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dengan hanya mengejar peningkatan PAD dan sikap yang melihat investor sebagai sumber penghasilan daerah menyulitkan tercipta sistem pelayanan perizinan yang optinal tersebut. Pemberian izin investasi tidak lagi didasarkan pada hakekat izin itu sendiri. Perizinan pada dasarnya adalah mekanisme pengendalian yang berisi seperangkat larangan suatu kegiatan masyarakat sampai masyarakat memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan. Namun hal tersebut belum berjalan secara optimal, karena dengan alasan teman, kolega atau imbalan tertentu, Pemda seringkali menukarkan pemberian izin dengan sumber daya lainnya yang belum dimiliki oleh oknum birokrat.

Berdasarkan PP No. 45 Tahun 2007, Pemda diberikan kewenangan untuk menempuh kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan investasi di daerah. Kebijakan tersebut dapat ditempuh dengan memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor, yang diatur dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana arahan di atas, maka paling tidak daerah harus menuangkan dalam kebijakan ekonomi daerah. Pemda berperan dalam menciptakan suasa peluang usaha seluas-luasnya melalui regulasi perizinan usaha yang bersifat transparan, serta pemberian insentif dan/atau kemudahan, yaitu pemberian dari Pemda, antara lain dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana, dana stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian izin dengan tidak keluar dari hakekat itu sendiri.

Demikian juga dengan pelaksanaan pembangunan Hotel Amaris di jalan Diponegoro. Pembangunan tersebut didasarkan atas IMB yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Ambon, sesuai Perda No. 8 tahun 2001. Menurut Perda tersebut, pendirian bangunan harus juga memperhitungkan ketertiban dan kenyamanan masyarakat, termasuk di dalamnya menciptakan kenyataman dan ketertiban, bukan saja bagi pengunjung, tetapi juga bagi pengguna jalan lainnya. Pembangunan yang dilaksanakan harus menyediakan lahan untuk fasilitas parkir. Basement tidak difungsikan sebagai lahan parkir.

Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, tidak dilakukan pengawasan oleh Pemkot selaku pemberi izin. Pemkot bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan izin yang diberikan. Ketika terjadi penyimpangan tersebut izin tersebut, Pemkot berwenang dan berkewajiban untuk memberikan teguran bahkan berhak untuk menarik kembali izin yang diberikan. Dalam kenyataannya, peruntukan basement sebagai lahan parkir sesuai izin yang diberikan tidak dilaksanakan melainkandijadikan sebagai restoran cepat saji. Mengapa basement dijadikan lahan parkir? Menurut pendapat penulis, hal ini disebabkan karena pengawasan terhadap pelaksanaan izin tidak berjalan optimal. Pengawasan izin dilakukan sejak diterbitkannya izin tersebut, sehingga dapat meminimalisasi terjadi pelanggaran terhadap izin tersebut. Padahal dalam Keputusan Wali Kota Ambon Nomor 218 Tahun 2002, Pasal 16 ayat (3) disebutkan bahwa Kepala Daerah memberikan izin penggunaan bangunan dan peruntukan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Izin Mendirikan Bangunan. Ini berarti bahwa sebelum bangunan itu digunakan harus mendapatkan izin dari wali kota sesuai dengan peruntukan bangunan itu sebagaiaman ditetapkan dalam IMB yang diterbitkan.

Dengan alasan untuk tidak menghambat investasi, Pemkot membolehkan proses pembangunan tersebut dilanjutkan dengan catatan akan meriew  izin yang dikeluarkan. Pertanyaan berikut yang muncul adalah: apakah suatu izin dapat direview?

Dalam teori perizinan tidak pernah dikenal adanya review terhadap suatu izin. Izin yang diberikan harus dilaksanakan sesuai tujuan/peruntukan dikeluarkan izin tersebut. Idealnya, kebijakan hukum suatu daerah dalam membuka peluang berinvestasi seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum investasi dan tujuan pembangunan nasional. Disini peran Pemda/Pemkot dalam pelaksanaan investasi akan menjadi kunci yang sangat menentukan. Mekanisme pengaturan yang bijaksana dan hati-hati dalam mengeluarkan dan mengawasi pelaksanaan suatu izin harus dilakukan oleh Pemkot Ambon.

Berkaitan dengan kasus hotel Amaris di atas, menurut hemat penulis, Pemkot Ambon harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan izin yang diberikan agar ketika terjadi penyimpangan, pemegang izin harus mendapat teguran. Apabila teguran tersebut tidak diindahkan maka Pemkot berhak untuk mencabut izin yang diberikan. Adalah langkah yang keliru apabila Pembkot membiarkan penyimpangan itu terus terjadi dan memberikan alasan bahwa izin tersebut akan direview, karena dalam hukum perizinan tidak dikenal adanya review. Setelah mencabut izin yang terdahulu, Pemkot dapat menerbitkan izin baru yang membolehkan tindakan yang telah dilakukan dengan tetap menujukkan kewibaan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Izin inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk melanjutkan pembangunan yang sementara dilaksanakan.

Pemot Ambon harus menentukan pilihannya antara melaksanakan penegakkan terhadap hukum perizinan dalam kapasitasnya dan menjaga kewibawaannya sebagai sturen terhadap pelaksanaan investasi yang melanggar perizinan atau tetap melaksanakan suatu proyek pembangunan dalam kaitan realisasi investasi dengan konsekuensi terjadi pelanggaran terhadap hukum perizinan dan menurun kewibawaannya di mata investor.

Tinggalkan Balasan