ASPEK SPIRITUAL PROSES PELANTIKAN KEPALA PEMERINTAH NEGERI DIMALUKU

Pemerintahan Dan Hukum Adat

ASPEK SPIRITUAL PROSES PELANTIKAN

KEPALA PEMERINTAH NEGERI DIMALUKU[1]

 

Mailod Latuny

Pendahuluan

Pada dasarnya masyarakat Maluku merupakan komunitas manusia  yang hidupnya tidaklah lepas dari ikatan adat dan kebudayaan. Mereka  hidup dalam tatanan sosial yang diliputi oleh berbagai norma dan aturan yang berfungsi mengatur serta mengendalikan kehidupan masyarakat yang ada didalamnya. Seperti apa yang dikatakan oleh Sitompul bahwa “setiap manusia yang terhimpun dalam satu kelompok sosial selalu tidak terlepas dari ikatan adat yang berlaku dalam kelompok manusia itu[2].

Dalam masyarakat Maluku telah ada suatu kepercayaan yang disebut sebagai agama suku yang didalamnya terdapat kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib yang diyakini dapat mempengaruhi nasib seseorang, baik atau buruk tergantung dari sikapnya sendiri yang dinyatakan melalui tindakan-tindakan yang meliputi ketaatan terhadap aturan-aturan yang ada.

Aturan-aturan yang telah digariskan serta diturunkan oleh para Tete-Nene Moyang (Nenek Moyang) itu ada dalam adat. Di dalam adat terdapat banyak bentuk dan nilai-nilai yang dianggap sakral. Bentuk-bentuk dan nilai-nilai ini tercermin dalam prilaku yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat baik dalam bentuk adat istiadat, kepercayaan maupun sosial kemasyarakatan.

Dalam kehidupan masyarakat Maluku, aturan dan nilai- nilai dalam adat tetap dipertahankan sebagai warisan Tete-Nene Moyang dan karena itu secara terus-menerus ia diwariskan kepada keturunan berikutnya (anak cucu). Mengingat adat itu sendiri merupakan sarana persatuan yang merangkum semua lapangan kehidupan untuk menciptakan kondisi hidup yang harmonis pada masyarakat Maluku, adat masih terus dihormati dan ditaati, hal ini jelas terlihat pada masih kuatnya kepercayaan kepada arwah-arwah Tete-Nene Moyang dan kekuatan-kekuatan gaib yang berhubungan dengan tempat-tempat tertentu. Sehingga ada kepercayaan dalam diri mereka bahwa orang yang mengikuti semua tuntutan adat secara sempurna dalam kehidupannya akan memperoleh keselamatan hidup. Pemikiran ini terbentuk dari adanya kepercayaan atau pengakuan bahwa kekuatan gaib yang dimiliki adat dapat menentukan nasib manusia. Dengan demikian manusia Maluku dapatlah dikatakan manusia adatis karena kehidupan kesehariannya tidak terlepas dari praktek-praktek adat dan selalu diwariskan secara turun-temurun.

Untuk mewariskan adat kepada generasi berikutnya tidak hanya dapat dilaksanakan dengan hanya menceritakan dari mulut ke mulut, tetapi selebihnya harus disimbolkan ke dalam nama-nama tertentu atau benda-benda, itu akan dapat membantu masyarakat menjadi loyal kepada adat itu sendiri.

Dengan demikian saya akan mencoba menulis tentang ASPEK SPIRITUALITAS DARI PROSES PELANTIKAN KEPALA PEMERINTAH NEGERI DI MALUKU, yang merupakan bagian dari unsur/ praktek adatis.

 

 

 

 

 

Pembahasan

1.        Proses Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri

Sebelum berbicara tentang proses pelantikan kepala pemerintah negeri perlu kita lihat proses-proses yang terjadi sebelumnya. Berdasarkan PERDA No 13 Tahun 2008 yang mengatur Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pelantikan serta Pemberhentian Raja (Kepala Pemerintah Negeri), serta tradisi kebudayaan (adat-istiadat) yang sudah menjadi bagian hidup sejak zaman dahulu kala.

Dimana masyarakat Maluku didalam memilih kepala pemerintah Negeri dilaksanakan secara demokratisasi dan diangkat berdasarkan mata rumah[3]/ soa[4] Parintah. Dilaksanakan secara demokratisasi artinya ada beberapa calon yang disulkan kemudian dipilih lewat pesta demokrasi yang dilaksanakan di negeri tersebut. Diangkat berdasarkan mata rumah/ soa parintah, proses ini masih berlaku dibeberapa negeri di Maluku, dimana kepala pemerintah negeri itu diangkat dari dalam mata rumah/ soa parintah, karena mata rumah/soa tersebut sudah sejak zaman dahulu kala memimpin negeri tersebut dan merupakan tradisi yang telah berakar sejak turun-temurun di dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat tersebut.

Ketika se-seorang yang diusulkan ataupun diangkata menjadi kepala pemerintahan negeri berarti orang tersebut dianggap layak dan mampu untuk menjadi seorang pemimpin dengan memiliki kredibilitas dan tanggung jawab yang besar terhadap totalitas kehidupan masyarakat, bahkan secara adat ada orang-orang tertentu yang sudah dipersiapakan sejak kecil bahakan memiliki tanda-tanda tertentu sebagai seorang pemimpin, yang kelak akan memimpin.

Setelah proses pemilihan telah mendapat keputusan yang sah (Penetapan), maka dilanjutkan dengan proses pelantikan kepala pemerintah negeri. proses pelantikan ini terdiri dari dua, yaitu:

a.    Pelantikan secara adat

b.    Pelantikan secara pemerintahan

Walaupun didalam pelaksanaanya ada negeri-negeri yang melaksanakan kedua-duanya tetapi ada pula yang hanya melaksanakan salah satu proses tersebut. Kenyataan yang sering terjadi ketika akan tiba waktunya pelantik Kepala Pemerintah Negeri, maka negeri yang akan melaksanakan pelantikan tersebut mengundang negeri-negeri yang lain yang merupakan negeri Pela[5] dan Gandong[6] bahakan negeri-negeri yang bertetangga, untuk menyaksikan dan merayakan bersama-sama. Apabila proses pelantikan itu dilakukan secara adat dahulu maka, ketika matahari terbenam sehari sebelum tanggal pelaksanaan pelantikan, para Tua-tua Adat[7] telah berkumpul di Rumah Tua[8] dari Mata Rumah/Soa parintah sambil melakukan ritual-ritual adat sambil menantikan pukul 00.00 WIT untuk menuju ke tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti negeri lama, Pintu masuk negeri, dll, untuk dilakukan Pasawari[9] sampai matahari terbit dengan maksud mengundang roh-roh (arwah) leluhur agar hadir didalam proses pelantikan tersebut. kemudian kembali ke Rumah Tua, sebelum menuju ke Baileu, ketika keluar dari rumah tua paswari dilakukan didepan rumah tua dan pasawari juga dilakukan ketika tiba didepan pintu baileu kemudian masuk ke dalam baileu untuk dilakukan proses pelantikan secara adat,pelantikan secara adat ini dilakukan dengan maksud untuk meminta kepada arwah teta-nene moyang/ leluhur agar senantiasa menyertai sang kepala pemerintahan dan memberikan kekuatan-kekatan kepada raja untuk menyelenggarahkan pemerintahan. setelah proses pelantikan secara adat selesai, apabila dilangsungkan dengan proses pelantikan secara pemerintahan. Maka proses ini akan berlangsung di kantor negeri, yang dilaksanakan oleh pejabat pemerintah setempat Kepala Daerah atau yang mewakili tetapi ada juga yang langsung melakukan proses pelantikan secara pemerintahan di dalam baileu. Dalam pengambilan sumpah sebagai kepala pemerintahan negeri, raja didampingi oleh pemuka agama. Setelah proses pelantikan secara pemerintah selesai, proses selanjutnya yaitu pengukuhan yang dilaksanakan di Rumah Ibadah. Setelah itu acara resepsi/syukuran selanjutnya berlangsung di rumah raja atau rumah tua[10]

 

2.        Aspek Spiritualitas

Dari uraian yang telah dipaparkan pada bagian-bagian tersebut di atas tergambar dengan jelas bahwa kepala pemerintahan negeri yang dilantik secara pemerintahan bertujuan untuk memberikan legalitas secara hukum kepada raja agar dapat menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sisi adat kepala pemerintahan yang dipilih ataupun diangkat bukan orang yang biasa-biasa saja, tetapi sesorang yang dipilih atau diangkat adalah orang yang benar-benar dianggap mampu, bahkan melebihi itu orang tersebut dianggap secara adat memiliki kekuatan tertentu yang dapat memimpin, mengatur, menghukum dan meilindungi anggota masyarakatnya.

Kepala pemerintahan negeri/ Raja adalah orang yang dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural yang berasal dari roh-roh tete-nene moyang, disebabkan karena ketika proses pelantikan dialakukan secara adat roh-roh tete-nene moyang diundang agara senantiasa menyertai kepemimpinan dari raja tersebut. sebab menurut M. Brownlee bahwa komunitas masyarakat yang ada ini tidak boleh menyimpang dari pantangan-pantangan, kepercayaan dan hikmat dari masa lampau.[11]

Ketika raja bertita/ menyampaikan sesuatu tidak ada satu orang-pun yang dapat melawannya karena apabila ada yang mencoba melawan titanya maka orang tersebut akan dihukum bukan hanya dengan hukuman yang nyata tetapi bisa juga hukuman yang disebabkan oleh hal-hal yang terjadi diluar akal pikiran manusia.

Raja dianggap mampu untuk menyelesaikan setiap masalah yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat menjadi loyal dan taat melakukan setiap perintah raja. Bahkan adapula masyarakat yang ketika memanen hasil perkebunan mereka sebagiannya dipersembahkan kepada raja.

Dengan demikian aspek spiritual dari proses pelantikan kepala pemerintahan negeri/ raja adalah pemimpin yang memiliki peranan penting didalam kehidupan masyarakat, dan dapat dikatakan bahwa raja itulah tuhan yang berada di dunia.

 

3.        Kajian Teologi Kristen

Dalam Alkitab telah banyak mengurai, bahkan menjelaskan begitu banyak tema-tema teoligis yang berbicara tentang ’Raja” sabagai bahan referensinya I Raja-Raja 1: 1-53 yaitu tentang ”Hari tua Daud dan soal penggantinya, serta Salomo diurapi menjadi raja” dan I Raja-raja 2. Tahkta serta kebijaksanaan yang dimiliki oleh Daud maupun Salomo itu merupakan janji Allah yang digenapi kepada mereka karena menaati setiap aturan-Nya yang tertulis di dalam Kitab Musa.

Hal ini berarti ketika raja yang dianggap berkuasa memiliki kekuatan-kekuatan supranatural yang berasal dari keberadaan roh-roh tete-nene moyang adalah sesuatu hal yang sangat bertentangan dengan doktrin kekristenan bahkan pula dengan agama-agama lain karena yang dianggap berkuasa atas totalitas kehidupan manusia hanya Allah atau dalam sebutan orang Maluku Upu Langite/ Upu Ume ”Tuhan Langit/ Tuhan Bumi.
Tete-nene moyang hanyala merupakan bagian dari totalitas ciptaan Allah, bahkan kedudukan antara tete-nene moyang dengan kita dalam konsepsi penciptaan adalah merupakan hasil ciptaan Allah. Yang sama-sama mencari keselamatan.

Keberadaan tete-nene moyang di dalam kehidupan manusia hanyalah sebagai orang yang dikenang, dihormati bukan disembah atau dipercayai karena dapat memberikan kekuatan untuk memimpin, menghukum, melindungi bahkan memberikan jalan keluar terhadap setiap masalah yang terjadi. Dalam PB juga banyak uraian mengenai pengimanan yang sejati, yakni benar bahwa kita berada dalam dunia, namun demikian kita sendiri bukan dari keduniawian (band. Yoh. 17:14-16), karena alangkah celakanya kita ini karena mempercayai diri kepada seseorang yang menyebut dirinya penyelamat, sekiranya orang itu tidak bangkit dari kematiannya (band. I Kor. 15:17-19), tetapi benar Kristus telah dibangkitkan dari antara orang yang telah meninggal (ay. 20). Kesaksian ini menandakan pula bahwa letak keberadaan Allah dalam setiap sejarah adalah Allah yang universal dan kontekstual dalam setiap kultur dimana manusia itu berada dan mengalaminya. Sehingga dapat dibahasakan pula bahwa leluhur seperti yang telah dijelaskan mengenai wujud dan eksistensinya sebagai pemberi kebaikan bagi hidup anak cucu, sekali lagi menurut saya adalah merupakan bagian dari keunikan Allah pada aspeknya. Sehingga untuk hal ini menurut saya, nenek moyang tentunya akan kehilangan jabatannya yang aktif, tetapi oleh karena persekutuan kristen percaya dan memahami bahwa mereka tidak akan menjadi hilang bagi suku bangsa itu (tertentu), melainkan memegang peranan dan tempat karena “mereka selalu diperingati di dalam iman” oleh anak cucu turun-temurun.[12]

Untuk itu ketika sesorang dipilih atau diangkat menjadi kepala pemerintahan negeri/ Pemimpin disitulah Allah sedang berkarya karena segalah sesuatu yang terjadi dimuka bumi ini tidak luput dari pandangan Allah. Raja bisa memimpin, menghukum, melindungi dan memberikan jalan keluar untuk setiap masalah itu karena keberpihakan Allah lewat hikmat kebijaksanaan serta hikmat kepemimpinan yang diberikan-Nya kepada raja. Dan yang ter penting raja harus takut dan taat kepada-Nya.

 

Penutup

Mengakhiri seluruh kajian yang ada, maka saya akan memaparkan beberapa kesimpulan dan saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan pokok penulisan ini. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik adalah seabagai berikut :

Pertama : proses pelantikan kepala pemerintahan negeri diatur di dalam PERDA No 13 Tahun 2008 yang mengatur Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pelantikan serta Pemberhentian Raja (Kepala Pemerintah Negeri).

Kedua  : proses pelantikan kepala pemerintahan negeri merupakan warisan kebudayaan atau adat-istiadat yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.

Ketiga  : raja adalah sesorang yang dihormati dihargai bahkan ditakuti karena dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural yang berasal dari roh-roh tete-nene moyang.

Keempat: Hikmat kepemimpinan dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh raja hanya berasal dari Allah.

Berangkat dari kesimpulan diatas maka saya akan memberikan saran bahwa ketika seorang dipilih atau diangkat menjadi kepala pemerintahan negeri (pemimpin apa saja), berarti orang tersebut mendapat kepercayaan dari orang-rang yang akan dipimpinnya.dan ketika menjadi seorang pemimpin berkatalah yang benar dan bertindaklah yang baik. Takut akan Tuhan maka Hikmat Kepemimpinan dan Hikmat kebijhaksanaan akan menjadi bagian hidup.

 

DAFTAR BACAAN

 

A. A. Sitompul, Manusia Dan Budaya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)

Mailod Ch. Latuny, Keberadaan Leluhur Dalam Rumah Tua, Di Desa Soahuku – Maluku Tengah Ditinjau Dari Prespektif Missio Dei, (tesis), (Tomohon PPST UKIT: 2007).

Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan. (Jakarat : BPK Gunung Mulia 1997).

PERDA No 13 Tahun 2008, Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pelantikan serta Pemberhentian Raja.

 

 


[1] Tulisan ini diterbitkan dalam sebuah buku KOMPILASI PEMIKIRAN TENTANG DINAMIKA HUKUM DALAM MASYARAKAT (Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013), 2013

2 Dr. A. A. Sitompul, Manusia Dan Budaya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000). hlm. 28

[3]Mata Rumah adalah kumpulan dari satu marga.

[4] Soa adalah kumpulan dari beberapa marga.

[5] Pela adalah hubungan antara dua negeri atau lebih yang  terjalin karena adanya peristiwa sejarah seperti saling membantu dalam perang atau yang lainnya.

[6] Gandong adalah hubungan antara dua negeri atau lebih yang terjalin karena adanya ikatan persaudaraan/ kekerabatan (adik dan kaka).

[7] Tua-tua adat adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab/tugas untuk melaksanakan upacara adat.

[8] Rumah Tua adalah rumah dimana tete-nene moyang pertama menempatinya.

[9] Pasawari adalah puji-pujian adat.

[10] Wawancara Bpk. Nus Tamaela, (Toko Adat Soahuku), (Via Telephon, 05-03-2013)

[11] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan. (Jakarat : BPK Gunung Mulia 1997), hlm. 159.

[12] Mailod Ch. Latuny, Keberadaan Leluhur Dalam Rumah Tua, Di Desa Soahuku – Maluku Tengah Ditinjau Dari Prespektif Missio Dei, (tesis), (Tomohon PPST UKIT: 2007), hlm 85-86.

 

 

Tinggalkan Balasan